Liputan6.com, Jakarta - Hari Pangan Sedunia 2022 diperingati pada 16 Oktober setiap tahunnya. Di momen ini seluruh penduduk dunia diajak untuk lebih peduli dengan keamanan pangan sebagai bentuk solidaritas global.
Direktur Jendral Organisasi Pangan Sedunia (FAO), Qu Dongyu, mengatakan ada banyak tantangan ketahanan pangan yang kompleks. "Kita mengalami pandemi selama tiga tahun, di antara krisis ekonomi, konflik dan perang, krisis iklim, terputusnya rantai pasokan internasional, di antaranya meningkatnya ketidaksetaraan dan kenaikan harga pangan," ujarnya dikutip dari YouTube resmi FAO, Sabtu (15/10/2022).
Baca Juga
Advertisement
Menurut Dongyu, semua itu menegaskan betapa saling berhubungannya ekonomi dan kehidupan. Naiknya harga pangan memengaruhi semua orang. Tetapi dampaknya paling dirasakan oleh pihak yang paling rentan.
Ada banyak negara-negara yang sudah mengalami krisis pangan. Saat ini 3,1 miliar orang di seluruh dunia masih tidak mampu membeli makanan yang sehat. Kelaparan terus meningkat dan hal ini terus berdampak pada 828 juta orang pada 2021, terjadi peningkatan 46 juta orang sejak 2020 dan 150 juta sejak 2019.
Sementara itu, jelang Hari Pangan Sedunia 2022 di Indonesia, Badan Pangan Nasional (BPN) mengadakan berbagai agenda seperti seminar dan kegiatan untuk memicu kesadaran akan pentingnya ketahanan pangan. Seperti Festival Cafe Kreasi Pangan Loal se-Jawa Timur, hingga lomba poster untuk acara Gelar Pangan Nusantara.
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi dalam sesi di Investor Daily Summit yang digelar Rabu, 12 Oktober 2022 memaparkan kondisi ketahanan pangan nasional seperti ketersediaan pangan berdasarkan prognosa pangan hingga Desember 2022. Di mana menunjukkan bahwa 9 komoditas pangan pokok strategis yang ditangani BPN diperkirakan dalam kondisi yang cukup. Strategi serta kolaborasi berbagai pihak terkait dalam upaya menjaga ketahanan pangan dinilai penting.
"Memang ada tantangan fluktuasi harga karena pengaruh dampak pandemi, geopolitik global, dan perubahan iklim. Namun BPN berupaya melakukan stabilitas pasokan dan harga pangan, salah satunya dengan memfasilitasi distribusi pangan dari daerah sentra ke daerah defisit," ungkap Arief dikutip dari laman resmi Instagram BPN, Sabtu (15/10/2022).
Tema Besar
Tema Hari Pangan Sedunia 2022 kali ini adalah 'Leave NO ONE behind' yang artinya 'Tidak Meninggalkan siapa pun di belakang', bentuk pelaksanaan dari tema ini yaitu melalui produksi pangan yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik. Gerakan ini sekaligus menyerukan solidaritas global untuk mengubah sistem agrifood dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif, mengatasi ketidaksetaraan, meningkatkan ketahanan, dan mencapai pembangunan berkelanjutan.
Mengutip Liputan6.com, 12 Oktober 2022, laporan The State of Food Security and Nutrition in The World 2021 menyebut dunia saat ini tidak berada di jalur yang tepat untuk menghentikan kelaparan dan malnutrisi di dunia, bahkan bergerak ke arah yang salah. Prevalensi kekurangan gizi meningkat dari 8,4 persen pada 2019, menjadi 9,9 persen di 2020 yang berarti sekitar 720--811 juta orang di dunia menghadapi kelaparan pada 2020, meningkat 161 juta orang dari 2019.
Dikutip dari laman resmi FAO, "Menghentikan kelaparan tidak hanya berkaitan dengan suplai. Makanan yang diproduksi sekarang sebenarnya cukup untuk memberi makan setiap orang di Bumi."
FAO menyebut masalah utama adalah akses dan ketersediaan makanan bergizi yang semakin terhambat oleh berbagai tantangan, termasuk pandemi COVID-19, konflik, perubahan iklim, ketidaksetaraan, kenaikan harga, dan ketegangan internasional. "Orang-orang di seluruh dunia menderita efek domino dari tantangan yang tidak mengenal batas," demikian pernyataan FAO.
Menurut FAO, korban utamanya adalah lebih dari 80 persen masyarakat miskin yang hidup di pedesaan dan kebanyakan menggantungkan hidup mereka pada pertanian dan sumber daya alam. Mereka kesulitan memperoleh akses untuk pelatihan, keuangan, inovasi, dan teknologi.
Advertisement
Eathink Market Fest 2022
Perubahan pola pikir manusia diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut, khususnya para generasi muda urban, supaya lebih bertanggung jawab dalam mengonsumsi makanan. Sebuah festival bertajuk Eathink Market Fest 2022 bakal digelar pada 15--16 Oktober 2022 untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pangan yang berkelanjutan. Festival terbuka untuk umum tetapi pengunjung diminta meregistrasi diri dulu.
"Makanan yang kita pilih berdampak pada keberlanjutan sistem pangan. Konsumsi makanan yang melebihi angka produksi, akan memunculkan banyak permasalahan, mulai dari gizi, sampah makanan, hingga agrikultur. Karenanya, our food choice matters untuk keberlanjutan pangan Indonesia yang lebih baik," kata Jaqualine Wijaya, cofounder Food Sustainesia, sebuah bisnis sosial yang menjadi penyelenggara festival, dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Selasa, 11 Oktober 2022.
Dalam festival tersebut, mereka akan menyoroti efek dari konsumsi makanan yang kurang bertanggung jawab terhadap kesehatan. Kebanyakan berdampak pada meningkatnya risiko penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung, hipertensi, stroke, diabetes, dan kanker.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi hipertensi meningkat dari 25,8 persen pada 2013 menjadi 34,1 persen pada 2018. Prevalensi diabetes untuk usia di atas 15 tahun pun naik dari 1,5 persen pada 2013 menjadi 2 persen pada 2018.
Ironi Sampah Makanan
Sementara itu, di tengah upaya global mengenai isu pangan dan kelaparan, ada ironi mengenai limbah yang berasal dari sisa-sisa makanan yang jadi salah satu penyumbang terbesar sampah di dunia. Bahkan Indonesia ada di peringkat kedua sebagai penyumbang limbah makanan atau Food Loss and Waste (FLW) di dunia.
Mengutip dari kanal News Liputan6.com, Sabtu, 1 Oktober 2022, Badan Pangan Nasional atau Bapanas mengungkap timbunan sampah sisa makanan di Indonesia pada 2000-2019 mencapai 23-48 juta ton per tahun. Setara dengan 115-184 kilogram per kapita per tahun. Bahkan jumlah tersebut pun setara dengan dampak ekonomi mencapai Rp213 triliun sampai Rp551 triliun per tahun.
Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Eko Hari Purnomo mengungkapkan salah satu pencegahan yang bisa dilakukan masyarakat yaitu dengan sistem manajemen yang tepat. Kata dia, hal tersebut untuk mengantisipasi adanya makanan sisa yang nantinya terbuang sia-sia.
"Saya akan membayangkan itu lebih kepada manajemen supaya tidak ada pangan yang tersisa supaya sampai kita mengolah pangan yang tersisa itu menjadi bahan yang lain. Jadi saya akan lebih menekankan pendekatan manajemen," kata Eko kepada Liputan6.com.
Caranya yaitu memanfaatkan sisa makanan atau makanan yang belum kedaluwarsa diolah kembali dalam bentuk lain. Misalnya buah yang tampak tidak menarik secara fisik dapat diolah jadi makanan lain seperti smoothies hingga es buah.
"Buah-buah lokal yang sudah mulai ada tanda-tanda tadi perubahan warna gitu itu bisa diolah menjadi produk lain tapi bukan berarti dia sudah busuk. Kalau dia sudah busuk, sudah tidak cocok untuk konsumsi manusia jangan dipaksakan jangan kemudian busuk diolah jadi makanan lain," ujar dia.
Advertisement