Liputan6.com, Kigali Indonesia sebagai zamrud khatulistiwa, berkomitmen penuh untuk mengatasi krisis iklim. Komitmen ini disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana dalam Standing Committee on Sustainable Developments, sidang Inter Parliamentary Union (IPU) ke-145 di Kigali, Rwanda, Rabu, 12 Oktober 2022.
IPU dihadiri oleh delegasi perwakilan 116 negara, dengan sekitar 50 ketua parlemen dan 1000 anggota parlemen, demikian disebutkan dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Sabtu (15/10/2022).
Advertisement
Dalam kesempatan itu, Putu menyebutkan, pemerintah Indonesia telah mengalokasikan 4,1% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai upaya untuk mengurangi emisi.
Komitmen ini telah diikuti dengan penyerahan dokumen terkait pada bulan-bulan sebelumnya.
Indonesia telah menyerahkan Strategi Jangka Panjang untuk Low-Carbon dan Cimate Resilience 2050 kepada sekretariat the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada Juli 2022.
Setelah itu, pada September, Indonesia juga menyampaikan Enhanced Nationally Determined Contributions Document (NDC) yang menyatakan target penurun emisi negara, dari 29% menjadi 31,89% melalui sumber daya dan kemampuan negara sendiri, serta 41% menjadi 43,2%.
Putu juga menyebutkan, usaha-usaha Indonesia harus disertai dukungan internasional.
"Indonesia adalah negara superpower dalam menanggulangi masalah iklim (karena memiliki bentangan hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia). Kami mendorong segera, agar dunia menyiapkan Climate Fund sebesar $100 miliar (Rp1427 triliun) untuk menanggulangi krisis iklim".
Penghasil Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar Kelima di Dunia
Sementara itu, target pengurangan emisi di sektor Forest and Other Land Uses -- pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan -- diperkirakan mencapai hampir 60% dari total target pengurangan emisi gas rumah kaca.
Salah satu usaha untuk mencapai target itu, melalui penerapan kebijakan energi hijau, seperti percepatan penggunaan kendaraan listrik dan pengembangan bahan bakar B40 yang mengandung 40% biofuel berbahan kelapa sawit dan 60% solar.
Meski begitu, Putu mengakui, Indonesia merupakan negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kelima dunia dan penyumbang emisi berbasis hutan terbesar.
Oleh karena itu, Putu menyampaikan, "Indonesia mampu mengurangi emisi dan deforestasi secara signifikan, tetapi masih membutuhkan dukungan internasional".
Ia menerangkan, Indonesia mendorong regulasi kehuhtanan global yang tetap dan tidak mengikat guna menjadi fleksibilitas pemerintah dalam pengelolaan hutan lestari yang sesuai dengan keseimbangan aspek lingkungan, sosial, ekonomi, keunikan wilayah, dan kondisi masing-masing negara.
Advertisement
Atasi Perubahan Iklim, BKSAP: Indonesia Komitmen Capai Emisi Nol Bersih di 2060
Narasi serupa tentang emisi nol bersih juga disampaikan oleh Wakil Ketua BKSAP ini dalam “2nd Session Parliamentary Forum in The Context of The G20 Parliamentary Speaker’s Summit (P20)” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 6 Oktober 2022.
“Komitmen untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat, sebagaimana ditegaskan dalam KTT Perubahan Iklim COP-26 yang diadakan di Glasgow tahun lalu, melalui pembangunan rendah karbon (PRK) sebagai tulang punggung strategi pemulihan yang akan membawa Indonesia menuju ekonomi hijau,” kata Putu.
Menurut dia, tantangan perubahan iklim dan dampak buruknya, Indonesia di tingkat internasional telah menunjukkan komitmennya dengan mendukung dan meratifikasi berbagai perjanjian internasional, termasuk Perjanjian Paris melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.
Selain itu menurut dia, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UN Framework Convention on Climate Change), melalui UU Nomor 6 Tahun 1994; dan Protokol Kyoto, melalui UU Nomor 17 Tahun 2004.
“Karena komitmen internasionalnya, Indonesia juga telah mengadopsi tujuan yang ambisius namun dapat dicapai,” ujarnya.
Karena itu dia menilai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang mengintegrasi rencana pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 27,3 persen pada tahun 2024 – meningkat 1,3 persen dari rencana 2015-2019.
Dia menegaskan bahwa parlemen memiliki peran yang krusial dalam perumusan kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim, melalui tiga fungsi utamanya yaitu legislatif, penganggaran dan pengawasan.
Menko Airlangga Tagih Janji Negara Maju Sumbang Rp 1.427 Triliun untuk Atasi Perubahan Iklim
Sementari itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan desakan untuk negara maju agar memenuhi janji penggalangan Climate Fund USD 100 miliar atau (Rp 1.427 triliun di acara Parliamentary Forum in the Context of the G20 Parliamentary Speaker’s Summit (P20) pada Rabu (5/10/2022).
“Dalam hal ini, saya ingin menggunakan kesempatan terhormat untuk mendesak negara-negara maju, untuk memenuhi janji mereka, untuk memberikan USD 100 miliar pembiayaan iklim kepada negara-negara berkembang,” kata Airlangga Hartarto.
Indonesia berkomitmen dalam menanggulangi perubahan iklim. Upaya ini tengah ditempuh Indonesia demi mencapai target penurunan emisi hingga hingga Net Zero Emission (netralitas karbon) yang ditargetkan akan tercapai di 2060.
Untuk mitigasi perubahan iklim, Pemerintah Indonesia akan terus mengurangi deforestasi, memulihkan speedline dan reboisasi. Pemerintah juga akan menerapkan sistem teknologi canggih dalam amonia biru, terutama di industri logam menengah dan juga memajukan rencana yang lebih ambisius untuk pembiayaan yang lebih hijau dari dalam negeri.
“Transisi energi adalah salah satu yang harus berkelanjutan dan kontributif bagi masyarakat. Indonesia selama G20 ini telah berupaya untuk transisi energi melalui teknologi seperti pemanfaatan penyimpanan co-firing, pembangkit listrik tenaga batubara dengan amonia biru serta model pembiayaan untuk menghadapi out of coal, dan pembangkit listrik,” ujarnya.
(Reporter: Safinatun Nikmah)
Advertisement