Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berharap pertemuan puncak G20 di Bali pertengahan November nanti bisa menjadi ajang dialog yang substantif bagi para pemimpin negara yang hadir. Untuk menyukseskan itu, AHY mengajak para pihak untuk bersatu.
"Indonesia dan para anggota G20 lainnya harus mengirimkan pesan yang lebih jernih dan lantang pada dunia bahwa kita menginginkan perdamaian dan stabilitas. Karena itu kita harus bersatu," kata AHY dalam sambutan penutup Roundtable Discussion bertema 'Geo Politik & Keamanan Internasional, Ekonomi Global, dan Krisis Perubahan Iklim' dalam keterangannya, Sabtu (15/10/2022).
Menurut AHY, ada tiga masalah utama yang sekarang dihadapi dunia dan berdampak pada kawasan Asia Tenggara. Pertama, adalah ketidakpastian stabilitas keamanan global.
"Pasca pandemi Covid-19, saat dunia sedang membutuhkan spirit persatuan dan kebersamaan untuk bangkit kembali, perang Rusia - Ukraina justru memperburuk kondisi dunia," tegas AHY.
Baca Juga
Advertisement
"Dividen perdamaian selama 30 tahun pasca perang dingin tampaknya sudah berlalu," sambung Direktur Eksekutif lembaga kajian (think tank) institute Yudhoyono itu.
Merujuk pada pengalamannya sebagai perwira operasi Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Libanon (UNIFIL), AHY mengingatkan agar ketegangan antarkekuatan harus dimitigasi dengan baik. Jangan anggap remeh ancaman penggunaan nuklir dan senjata pemusnah massal lainnya.
"Jika ketegangan antarkekuatan tidak dimitigasi dengan baik, miskalkulasi, kesalahan taktikal di lapangan berpotensi mendorong erratic leaders (pemimpin yang tidak terkendali) mengambil langkah-langkah spekulatif yang destruktif. Jangan anggap remeh ancaman penggunaan nuklir dan senjata pemusnah massal lainnya," ucapnya.
Ancaman Resesi
Kedua, adalah tekanan ekonomi dan ancaman resesi global. AHY mengingatkan, jika keamanan global masih belum membaik, maka ancaman resesi dan krisis energi global akan membayangi ekonomi dunia.
"Jika keamanan global masih belum membaik, lalu berdampak serius pada pasokan gas alam ke negara-negara Eropa, maka ancaman resesi dan krisis energi global akan membayangi ekonomi dunia. Di saat itu, kita semua, bangsa Indonesia, harus bersiap-siap menghadapi tubulensi ekonomi yang lebih berat di tahun 2023 mendatang. Jika nilai tukar Rupiah kian melemah, maka tanggungan bunga dan cicilan utang negara akan semakin berat," tuturnya.
AHY kembali menekankan soal pentingnya menetapkan prioritas pembangunan yang benar. Kata dia, dalam kondisi ekonomi negara yang lemah saat ini, kemampuan negara-negara berkembang untuk membayar utang menjadi semakin terbatas.
"Apalagi kalau bunga utangnya sangat tinggi. Ruang fiskal menjadi kian terbatas. Kita harus bijak menentukan agenda pembangunan nasional. Jangan sampai kebangkrutan nasional seperti yang dialami Sri Lanka terulang," ujarnya.
Advertisement
Atasi Perubahan Iklim
Ketiga, mengenai komitmen untuk mengatasi perubahan iklim yang melemah. AHY mengatakan, krisis perubahan iklim yang kian memburuk berpotensi mempengaruhi 10 persen nilai total ekonomi dunia pada tahun 2050.
"Yang paling terdampak adalah negara-negara Asia karena bertumpu pada agrikultur. Jika kita tidak melakukan apa-apa, ini akan mengurangi 18 persen nilai ekonomi kita. Tetapi jika kita melakukan sesuatu, itu hanya akan mempengaruhi 4 persen," tegas AHY.
"Langkah-langkah dekarbonisasi melalui inovasi teknologi dan promosi energi alternatif seperti tenaga surya dan mobil elektrik patut dipertimbangkan. Negara dan sektor swasta harus bersinergi dan berkolaborasi untuk mengambil peran itu bersama-sama," pesan AHY.
AHY mengajak untuk sama-sama mendukung pertemuan puncak G20 sebagai forum dialog dan mencari solusi. Tanggalkan dan tinggalkan ego masing-masing.
"Zero sum game hanya akan hanya akan menghancurkan fondasi keamanan dan ekonomi dunia. Perlu jiwa besar untuk menurunkan ego masing-masing pemimpin dunia untuk fokus memikirkan masa depan peradaban kita," tandasnya.
AHY Ajak Dunia Bersatu: Jangan Anggap Remeh Ancaman Nuklir