Liputan6.com, Malang - Tim Gabungan Aremania menyebut tragedi Kanjuruhan merupakan kejahatan kemanusiaan. Mereka menuntut Komnas HAM menggelar penyelidikan pro justisia. Seluruh rantai komando pengamanan harus bertanggungjawab atas peristiwa itu.
Tim Gabungan Aremania terdiri dari berbagai komunitas Aremania dan kelompok masyarakat sipil. Selama 10 hari mereka mengumpulkan bukti dan keterangan dari saksi, keluarga korban tragedi Kanjuruhan, Panpel, manajemen Arema, security officer sampai ahli forensik.
Advertisement
Sekjen Federasi Kontras, Andi Irfan, mengatakan, salah satu fakta yang ditemukan adalah penyelenggara pertandingan mengeluarkan biaya pengamanan sebesar Rp 174 juta kepada kepolisian.
"Kontrol petugas keamanan ada di bawah rantai komando kepolisian," kata Andi di Malang.
Jumlah personil keamanan yang diterjunkan sebanyak 2.034 personil, termasuk di dalamnya 300 personil Brimob. Fakta itu tertuang dalam dokumen Sprint/1606/IX/PAM.3.3/2022 yang dikeluarkan pada 28 September 2022.
Personil Brimob dan sejumlah personil Sabhara Polres Malang di lokasi pertandingan sejak awal telah dipersenjatai gas air mata. Mereka merespon berlebihan aksi sejumlah suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan. Menembakkan gas air mata ke arah tribun selatan.
Ada 11 kali tembakan gas air mata oleh tujuh orang berbeda. Tindakan itu sepengetahuan dan di bawah perwira polisi pemimpin lapangan. Dengan demikian, tragedi itu merupakan kekerasan yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis aparat keamanan.
"Ada struktur komando di sana, perwira yang memimpin tak berusaha mencegah tindakan personilnya," kata Andi.
Tim Gabungan Aremania mendorong Divisi Propam Mabes Polri memeriksa seluruh rantai komando itu, termasuk Kapolda Jawa Timur. Sebab bukannya mencegah, tapi mengizinkan Brimob bersenjata gas air mata di lokasi pertandingan
Kejahatan Kemanusiaan
Dengan fakta itu, tragedi Kanjuruhan bukan faktor kelalaian semata. Semestinya pelaku tak dikenakan pasal 359 dan 360 KUHP yang berpotensi membuat pengusutan kasus tak tuntas. Seharusnya menerapkan pasal 351 dan 338 KUHP.
"Tindak kekerasan aparat itu memenuhi unsur pidana penyiksaan dan pembunuhan massa akibat kekerasan berlebihan TNI Polri," ujar Andi Irfan.
Kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap penonton juga sebuah bentuk serangan ke masyarakat sipil. Tindakan itu termasuk pidana kejahatan kemanusiaan seperti dalam pasal 9 UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Kekerasan yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis di bawah perintah perwira di lapangan. Karena itu, Komnas HAM melakukan penyelidikan pro justisia atas peristiwa itu. Semua perwira mulai Kapolres sampai Kapolda harus bertanggungjawab.
"Penyelidikan pro justisia untuk menemukan aktor intelektual yang harus bertanggung jawab. Semua perwira mulai Kapolres sampai Kapolda harus bertanggungjawab," katanya.
Tim Hukum Gabungan Aremania, Anjar Nawan Yuski, mengatakan hasil kajian ahli forensik juga menunjukkan gas air mata memiliki dampak mematikan. Timnya akan mendorong diskusi dengan Komnas HAM untuk mengawal penanganan kasus ini.
"Ini ada pelanggaran HAM berat. Kami akan tempuh berbagai jalur untuk mendorong Komnas HAM menyelidiki kasus ini," katanya.
Advertisement