Liputan6.com, Ramallah - Seorang pria bersenjata Palestina tewas pada Jumat malam dalam baku tembak dengan tentara Israel di utara kota Ramallah, Tepi Barat, kata sumber-sumber Palestina dan Israel.
Media dan saksi mata Palestina mengatakan, tentara Israel membunuh pria bersenjata Palestina di dekat desa Al-Jalazon setelah dia melepaskan tembakan dan melukai seorang pemukim Israel di dekat pemukiman Beit El di utara Ramallah.
Advertisement
Tentara Israel mengatakan bahwa seorang warga Israel terluka ringan pada Jumat malam ketika pria bersenjata Palestina melepaskan tembakan ke arah pemukiman, dikutip dari laman Xinhua, Sabtu (15/10/2022).
Tentara Israel menembak balik dan membunuh pria itu, yang identitasnya masih belum diketahui, tambah tentara.
Pada Jumat kemarin, Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan bahwa dua warga Palestina, termasuk seorang dokter, tewas, dan enam lainnya terluka oleh tentara Israel selama serangan pasukan tentara Israel di kota Jenin di Tepi Barat utara.
Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa 66 warga Palestina terluka pada Jumat dalam bentrokan antara puluhan demonstran Palestina dan tentara Israel di beberapa desa dekat kota Nablus di Tepi Barat utara.
Pernyataan itu mengatakan bahwa di antara para korban, empat terluka oleh peluru karet dan dua oleh peluru tajam.
Sisanya menderita mati lemas setelah menghirup gas air mata yang ditembakkan oleh tentara Israel selama bentrokan.
Ketegangan meningkat antara Israel dan Palestina sejak Maret setelah tentara Israel mengintensifkan aksi dan operasi militernya terhadap gerilyawan dan aktivis Palestina dengan menyerbu kota-kota Palestina di Tepi Barat.
Sejak awal Januari, lebih dari 100 warga Palestina dibunuh oleh Israel di Tepi Barat, termasuk wanita dan anak-anak, menurut angka resmi Palestina. Sementara itu, lebih dari 20 warga Israel telah tewas sejak Maret.
Robot Israel Semprot Gas Air Mata ke Warga Palestina
Robot Israel bisa menembak gas air mata hingga granat kejut kepada warga Tepi Barat Palestina. Kecerdasan buatan (artificial intelligence) dari robot-robot tersebut juga dipakai untuk melacak warga.
Dilaporkan VOA Indonesia, Jumat (14/10/2022), militer Israel mengatakan teknologi baru itu tidak menimbulkan risiko bagi tentara dan warga sipil, sementara orang Palestina mengatakan senjata itu tidak manusiawi, berbahaya, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Robot itu juga bisa menembakkan peluru berujung spons ke warga Palestina.
Meskipun dipersenjatai dengan amunisi yang tidak mematikan dan tidak sepenuhnya otomatis, sepasang robot senjata di atas menara penjaga di kamp pengungsi al-Aroub di Tepi Barat tetap saja membuat banyak orang Palestina ketakutan.
Dengan satu sentuhan tombol saja, tentara Israel yang berjaga di balik jendela antipeluru menara itu dapat mengaktifkan senjata-senjata tersebut untuk menembak target tertentu.
Orang-orang Palestina mengatakan, senjata di menara itu telah berulang kali menghujani kamp di lereng bukit itu dengan gas air mata. Kamal Abu Hishesh, seorang penduduk kamp al-Aroub, mengatakan senjata itu beroperasi sangat cepat.
"Sangat cepat, bahkan lebih cepat dari yang biasa dilakukan oleh tentara. Bau gas yang dilepaskannya juga lebih kuat dari bau gas dari bubuk senjata. Bom gas air mata yang ditembakkan dapat mencapai ujung kamp dan sampai ke sana. Saya telah melihatnya beberapa kali dan saya bahkan punya videonya,” jelasnya.
Advertisement
Peluru Berujung Spons
Pihak Israel berkata robot senjata itu memang punya peluru, tetapi tidak mematikan karena berujung spons.
Robot senjata sebetulnya semakin sering digunakan di berbagai penjuru dunia, dan drone merupakan jenis yang paling banyak dimanfaatkan.
Senjata yang dikendalikan dari jarak jauh seperti yang dioperasikan Israel di Tepi Barat sendiri telah lama digunakan oleh Amerika Serikat di Irak, Korea Selatan, tepatnya di sepanjang perbatasan dengan Korea Utara dan oleh pemberontak Suriah.
Robot senjata itu dibuat oleh Smart Shooter, sebuah perusahaan yang menawarkan kontrak senjata dengan puluhan militer di berbagai penjuru dunia. CEO-nya, Michal Mor mengatakan senjata itu tidak sepenuhnya bisa beroperasi sendiri dan membutuhkan pemilihan target dan amunisi oleh manusia.
“Beranjak dari pengalaman mengembangkan rudal presisi, sistem pengendalian tembakan Smart Shooter mencoba mencapai dua tujuan utama. Pertama, melindungi tentara dengan meningkatkan jarak antara mereka dan situasi. Kedua, mengurangi kerusakan tambahan, yang kami sebut dalam bahasa militer, menghindari orang yang tidak bersalah dalam situasi tersebut. Kami melakukannya dengan memastikan bahwa tentara menembak target secara tepat. Dampak kerusakannya lebih ringan. Kami menggunakan peluru kecil kaliber 556, bukan rudal," terangnya.
Omar Shakir, Direktur Urusan Israel dan Palestina di Human Rights Watch, mengatakan robot senjata itu mencontohkan "pergeseran Israel menuju dehumanisasi digital sistem senjata" yang mengesampingkan penilaian alamiah manusia dalam konflik yang kompleks.
Ia mengatakan robot senjata itu mengurangi risiko bagi tentara Israel tetapi meningkatkan risiko bagi warga Palestina. Dengan menggunakan teknologi seperti itu, Shakir mengatakan Israel sedang menciptakan "tong mesiu" untuk pelanggaran HAM.
Uni Eropa Tekan Israel Wujudkan Solusi Dua Negara dengan Palestina
Sebelumnya dilaporkan, Uni Eropa berjanji untuk menekan Israel terkait perlakuannya terhadap bangsa Palestina, perluasan permukimannya di wilayah pendudukan, serta terhentinya proses perundingan damai dengan Palestina.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan, “Perdana Menteri [Lapid], kami sangat tergugah oleh dukungan yang jelas terhadap solusi dua negara yang Anda sampaikan dalam pidato Anda di Majelis Umum PBB. Akan tetapi, kami juga prihatin akan ketegangan dan kekerasan yang terus berlanjut di lapangan dengan langkah-langkah sepihak yang terus diambil [Israel], seperti perluasan permukiman dan masalah keamanan.”
Borrell merujuk pada pernyataan Perdana Menteri Israel Yair Lapid 22 September lalu pada sidang Majelis Umum PBB di New York yang menyerukan agar solusi dua negara menjadi jalan keluar konflik Israel-Palestina selama puluhan tahun.
“Kesepakatan dengan Palestina, berdasarkan dua negara untuk dua bangsa, adalah hal yang tepat bagi keamanan Israel, ekonomi Israel dan masa depan anak-anak kita,” kata Lapid, dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (5/10).
Penyebutan solusi dua negara, untuk pertama kalinya oleh seorang pemimpin Israel di Majelis Umum PBB setelah bertahun-tahun, menegaskan dukungan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Israel Agustus lalu terhadap proposal yang sudah lama tidak dibahas itu.
Perdana Menteri Israel Yaid Lapid sendiri mengikuti pertemuan Dewan Asosiasi Uni Eropa-Israel itu secara virtual. Delegasi Israel di Brussels dipimpin oleh Menteri Intelijen Elazar Stern.
Advertisement