Demi Alasan Keamanan, Putri Mahkota Belanda Dipulangkan dari Dorm Kampus ke Istana

Putri Mahkota Belanda Catharina-Amalia meninggalkan dorm mahasiswanya di Amsterdam ke istana kerajaan karena alasan keamanan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 15 Okt 2022, 20:10 WIB
Raja Willem-Alexander (tengah), Ratu Maxima (kiri), Putri Catharina-Amalia (kanan), Ariane, dan Alexia berpose untuk sesi foto kerajaan tahunan di taman Istana Huis ten Bosch, di Den Haag, Belanda, 19 Juli 2019. (Remko de Waal/ANP/AFP)

Liputan6.com, Amsterdam - Putri Mahkota Belanda Catharina-Amalia meninggalkan dorm mahasiswanya di Amsterdam ke istana kerajaan karena alasan keamanan.

Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima mengatakan kepada media Belanda selama kunjungan kenegaraan mereka ke Swedia pada Kamis kemarin.

"Ada konsekuensi yang sangat besar bagi hidupnya. Itu berarti dia tidak tinggal di Amsterdam dan tidak bisa benar-benar pergi ke luar," kata Ratu Maxima, dikutip dari Xinhua, Sabtu 

Raja Willem-Alexander menggambarkan situasi putrinya "sangat sulit." "Saya sangat bangga padanya karena menjaga dirinya," kata Ratu Maxima.

Putri mahkota yang kini berusia 18 tahun pindah ke dorm mahasiswa di Amsterdam untuk tinggal dan belajar pada musim panas lalu.

Surat kabar De Telegraaf melaporkan bahwa langkah-langkah keamanan di sekitar sang putri telah meningkat secara signifikan.

Polisi dan kejaksaan tidak membuat pernyataan lebih lanjut tentang masalah ini, tetapi setelah pernyataan raja dan ratu jelas bahwa ancaman itu serius dan berdampak serius pada kehidupan sang putri.

"Saya dapat meyakinkan Anda bahwa semua orang melakukan yang terbaik untuk memastikan Amalia aman," kata Menteri Kehakiman dan Keamanan Dilan Yesilgoz dalam sebuah pernyataan.

"Saya tidak bisa mengatakan apa-apa tentang ancaman atau tindakan keamanan tertentu, tetapi saya menjamin bahwa layanan keamanan kami bekerja keras siang dan malam untuk memastikan keselamatannya."


Menlu Retno Marsudi Ajak Belanda Sukseskan KTT G20

Menlu Retno Marsudi dan Menlu Belanda Wopke Hoekstra. Menlu Retno menyambut para Menlu di acara Foreign Ministers' Meeting di G20 Bali.

Beralih ke KTT G20, Menteri Luar Negeri Belanda Wopke Hoestra menyampaikan apresiasinya terhadap Presidensi Indonesia di KTT G20. 

“Saya sampaikan terimakasih dan penghargaan kepada kepemimpinan Indonesia dalam mengelola Pertemuan-pertemuan G20 sejauh ini," kata Menlu Belanda, Wopke Hoestra dalam pertemuan dengan Menlu Retno di sela-sela High Level Week (HLW) Sidang Majelis Umum (SMU) PBB ke-77 di New York (19/09/2022).

“Pada Pertemuan para Menlu G20, sebagai salah satu contohnya, Indonesia berhasil menghadirkan semua Menteri Luar Negeri negara anggota G20 dan negara undangan, untuk duduk dalam satu ruangan dan membahas isu-isu yang sangat sensitif," lanjut Menlu Hoesktra.​

Kedua Menlu juga membahas persiapan KTT G20 yang akan dilakukan di Bali tanggal 15-16 November 2022. Belanda merupakan salah satu negara undangan G20 dibawah presidensi Indonesia.

Dalam pertemuan tersebut, juga diperoleh informasi rencana kehadiran PM Belanda, Mark Rutte, dalam KTT di Bali nanti.

“Situasi dunia memang sedang banyak mengalami tantangan dan rivalitas. Ditengah situasi yang sangat sulit ini, Indonesia berharap agar semua negara anggota G20 terus melanjutkan kerja agar KTT G20 nanti dapat menghasilkan kerjasama konkrit untuk membantu pemulihan ekonomi dunia," ujar Menlu Retno dalam pertemuan.

Menlu Hoekstra sepakat dengan harapan Indonesia tersebut dan sampaikan kembali dukungannya terhadap presidensi Indonesia.

“Belanda sangat ingin melihat kesuksesan Indonesia dalam memimpin G20", kata Menlu Hoekstra.


KTT G20 Digelar di Tengah Panasnya Konflik Dunia, Menlu Retno Terus Tekankan Kerja Sama

Menlu Retno Marsudi dan Menlu Belanda Wopke Hoekstra. Menlu Retno menyambut para Menlu di acara Foreign Ministers' Meeting di G20 Bali.

KTT G20 yang diselenggarakan di Indonesia pada November mendatang, diakui oleh Menlu Retno bertepatan dengan banyaknya momen krisis dunia. 

Menlu Retno mengatakan bahwa presidensi Indonesia di G20 tahun ini merupakan presidensi yang paling sulit di mana dunia sedang menghadapi multiple crisis. Hal ini disebabkan oleh sejumlah masalah seperti pandemi yang belum tuntas, perang di Ukraina, tensi geopolitik menajam, dan juga terjadinya krisis pangan, energi, dan keuangan. 

"Dalam kondisi yang extraordinary tingkat kesulitannya ini, maka dalam pembahasan diperlukan inovasi atau cara-cara baru agar pembahasan tidak terhenti," ujar Menlu Retno dalam press briefieng di Kementerian Luar Negeri, Kamis (13/10/2022).

Ia juga mengatakan bahwa proses negosiasinya tentu akan lebih sulit dari biasanya. 

"Sudah akan pasti diskusi dalam KTT, sebagaimana terjadi pada pertemuan G20 tingkat menteri dan bahkan pertemuan multilateral lain, akan penuh dinamika. Itu sudah pasti akan terjadi," paparnya.

"Dalam kondisi normal saja, negosiasi di G20 tidak pernah mudah, apalagi dalam kondisi saat ini di mana posisi negara benar-benar terdapat gap yang cukup lebar antara satu posisi dengan posisi yang lain. Sehingga dapat dibayangkan tingkat kesulitan saat ini seperti apa. Itu adalah faktanya," jelas Menlu Retno lagi. 


Collective Responsibility

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat mengabarkan soal kedatangan vaksin Covid-19 hibah dari pemerintah Belanda. (Youtube Sekretariat Presiden)

Menlu Retno juga terus mendorong adanya kerja sama dan mengantisipasi perbedaan yang memecah belah. 

"Saya sekali lagi ingin menyampaikan, perbedaan dan rivalitas merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan dalam hubungan antar negara. It is inevitable," kata Menlu Retno. 

"Diperlukan wisdom dan tanggung jawab agar perbedaan dan rivalitas itu tidak menghancurkan bangunan-bangunan kerja sama yang bermanfaat bagi umat manusia. Jangan sampai perbedaan dan rivalitas menghancurkan dunia dan umat manusia," tegasnya kemudian. 

G20 adalah salah satu dari sedikit forum ekonomi dunia yang masih dapat bekerja merespons krisis global saat ini.

"Taruhannya terlalu besar jika G20 gagal karena menyangkut nasib dan kesejahteraan miliaran penduduk dunia, terutama di negara berkembang," tambah Menlu.

Oleh karena itu, Indonesia terus mengajak negara anggota G20 untuk menunjukkan tanggung jawabnya kepada dunia.

"Keberhasilan G20 bukan di tangan satu dua negara, tetapi berada di tangan seluruh anggota G20. It is a collective responsibility," ujarnya lagi. 

Infografis Penggolongan Masyarakat Era Hindia Belanda

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya