Lesti Kejora Cabut Laporan KDRT Rizky Billar, Psikolog Ungkap Alasan Korban Pilih Berdamai

Ada banyak perempuan yang mengalami kekalutan kala sang suami yang awalnya dilaporkan karena KDRT kemudian harus ditahan atau mendapatkan hukuman.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 15 Okt 2022, 17:00 WIB
Rizky Billar dan Lesti Kejora. (Foto: Dok. Instagram @lestykejora)

Liputan6.com, Jakarta Pedangdut Lesti Kejora mencabut laporan polisi terkait dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan suaminya, Rizky Billar. Lesti mengungkapkan alasannya mencabut laporan tersebut.

"Alasannya anak saya. Karena mau bagaimanapun suami saya bapak dari anak saya. Dan, beliau juga mengaku perbuatan dan meminta maaf pada saya dan keluarga bapak saya," kata Lesti di Polres Jakarta Selatan, Jumat, 14 Oktober 2022.

Pencabutan Lesti ini menuai perbincangan panas di media sosial. Ada yang menyebut prank, ada pula yang mengatakan bahwa ini kerap dialami oleh mereka yang menjadi korban kekerasan.

Secara umum, pencabutan laporan polisi yang dilakukan oleh korban KDRT memang kerap terjadi. Ada banyak perempuan yang mengalami kekalutan kala sang suami yang awalnya dilaporkan kemudian harus ditahan atau mendapatkan hukuman.

"Ini bicara kasus secara umum ya, itu memang kerap terjadi. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi pencabutan laporan," kata psikolog klinis, Nirmala Ika Kusumaningrum.

Salah satu alasan yang biasanya korban KDRT utarakan adalah bahwa bagaimanapun sosok yang dilaporkan adalah pasangannya. Orang yang secara emosional memiliki ikatan kuat dengan dirinya.

Lalu, alasan lain adalah anak. Hal ini kerap jadi pertimbangan banyak perempuan mengingat konsep ideal sebuah keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak.

Pertimbangan lain yang dipikirkan perempuan korban KDRT adalah soal aib keluarga dan ketakutan perempuan hidup sendiri.

"Image itu menakutkan kan di masyarakat kita," tutur Ika saat dihubungi lewat telepon pada Sabtu, 15 Oktober 2022.

Lalu, saat proses hukum sudah berjalan kemudian pasangan sudah ditetapkan tersangka kemudian dipenjara hal itu menimbulkan perasaan yang berkecamuk bagi seorang istri. 

"Jadi, ada banyak faktor yang membuat ragu melanjutkan kasus."

 


Korban KDRT Kadang Merasa Dirinya yang Salah

Untuk diketahui, pada umumnya pelaku kekerasan memiliki fase-fase di mana kadang dia berbuat amat manis (fase honeymoon) namun di waktu lain berbuat kekerasan. Pada fase honeymoon ini, pelaku akan berbuat amat manis. Seperti meminta maaf, memberikan kasih sayang ekstra, dan berupaya mempertahankan hubungan.

Hal inilah yang membuat korban KDRT berpikir, bahwa suaminya sebenarnya orang yang baik dan mau melindungi keluarga. Jadi, ketika proses hukum berjalan ia merasa ragu dengan laporan yang dibuat. Ia malah mungkin merasa bersalah melakukan pelaporan itu.

"Sementara saat proses hukum sudah berjalan baru korban merasa bahwa sebenarnya yang inginkan adalah perubahan perilaku dari pasangan, bukan pelakunya dipenjarakan," kata Ika.

Hal-hal itu yang membuat perempuan korban KDRT melakukan pencabutan laporan ke pihak kepolisian.

 


Pelaku KDRT Bisa Berubah Asal ...

Ketika pelaku KDRT meminta maaf dan menyesal atas tindakan kekerasan yang dilakukan, apakah benar bakal tak akan mengulangi hal itu?

"Apakah bisa? Ya bisa tapi berapa persen akan berubah? Apakah semua pelaku bakal berubah? Ya enggak tahu, pastinya enggak semua," kata Ika.

Hal pertama dan mendasar adalah pelaku sadar bahwa yang selama ini lakukan itu salah. Kalau tidak merasa bersalah ya tidak akan terjadi perubahan alias kembali melakukan kekerasan.

Kemudian ketika mau berubah, ada proses panjang yang ditempuh pelaku. Hal ini lantaran pelaku harus membongkar nilai-nilai yang selama ini dia anut. Misalnya, pelaku sejak kecil kerap melihat ayahnya melakukan kekerasan pada ibunya. Atau ibunya melakukan kekerasan ke dirinya ketika tidak menuruti perintah.

"Berarti disini mesti ada perubahan perilaku yang harus dilakukan yakni kalau marah itu harus seperti apa? Bukan tidak boleh marah tapi kalau marah itu seperti apa? Mengubah marah tidak harus dengan teriak dan lempar-lempar barang itu enggak gampang," kata Ika.

Mengubah kebiasaan makan saja tidak mudah apalagi hal ini. "Butuh waktu dan kerja keras juga dari pelaku sendiri untuk mau merubah itu."

 


Membongkar Masa Lalu

Selain itu, terapi konseling bisa dilakukan untuk membantu. Namun, proses ini tidak gampang dan butuh waktu. Ini berarti harus membongkar masa lalu dia untuk menemukan penyebab luka di masa lalu.

"Itu memang enggak nyaman banget bagi pelaku membongkar masa lalu. Ada orang yang untuk membongkar detil-detil luka di masa lalu itu terasa berat. Namun kalau luka itu tidak dihadapi itu makin akan sulit untuk mengontrol diri," tutur Ika. 

Maka dari itu diperlukan kerja keras dari pelaku untuk melakukan perubahan perilaku dan mengubah nilai-nilai yang selama ini dia anut.

Infografis Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya