Liputan6.com, Jakarta - Naiknya nilai batas kelulusan Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI) dengan metode computer based test (CBT) membuat standar kompetensi calon apoteker di Indonesia semakin tinggi. Diketahui, batas nilai kelulusan saat ini adalah 56,5 dari yang sebelumnya hanya 52,5.
Menurut Wiryawan, salah satu peserta UKAI, hal itu memberatkan. Sehingga banyak calon apoteker yang tidak lulus dan menyatakan diri sebagai korban kebijakan sepihak tim panitia.
Advertisement
"Panitia Nasional UKAI telah mengorbankan ribuan calon apoteker di Indonesia dan saat ini mereka menjadi pengangguran dikarenakan tidak memiliki STR (Surat Tanda Registrasi)," kata Wiryawan yang diketahui juga tidak lulus dalam UKAI melalui keterangan tertulis, Selasa (18/10/2022).
Wiryawan mengaku, telah mengadukan persoalan ini ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Menurut dia, naiknya ambang batas nilai ini diduga juga melanggar regulasi di Kemendikbud.
Regulasi dimaksud adalah Permendikbud No. 2 Tahun 2020 yang mengatur tentang kelulusan tenaga profesi kesehatan aturannya 40% dari hasil UKAI dan 60% dari IPK.
"Tetapi kondisinya saat ini 100% kelulusan ada di tangan PN UKAI dengan metode ujian UKAI CBT. Kami dari Aliansi Korban UKAI sudah melakukan audiensi, dengan pihak Kemendikbud untuk menyampaikan persoalan ini," tegas Wiryawan.
Soal Biaya
Selain itu, Wiryawan juga menyoal biaya yang dipungut kepada peserta UKAI.
"Kami mau minta transparansi kemana saja aliran uang tersebut. Di mana saat melakukan tryout kami diminta mengeluarkan uang sebesar Rp600 ribu kemudian dengan jumlah yang sama untuk kegiatan UKAI," Wiryawan menutup.
Advertisement