Liputan6.com, Yogyakarta - Pernikahan putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep dikabarkan akan digelar pada akhir tahun. Kaesang Pangarep, akan menikah dengan finalis Puteri Indonesia asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 2022, Erina Gudono.
Dalam pertemuan silaturahmi warga RT 03 RW 58 dan 59 Purwosari, Muhaimin, Pakde Erina Gudono memaparkan rencana prosesi pernikahan keponakannya itu. Prosesi pernikahan Kaesang dan Erina Gudono akan digelar dengan adat Jawa, dimulai dari tonjokan, pengajian, siraman, dan midodareni.
Lalu apa sebenernanya prosesi siraman dan midodareni dalam prosesi pernikahan ala adat Jawa? Dikutip dari laman dpad.jogjaprov.go.id, siraman berasal dari bahasa Jawa, yaitu kata 'siram' yang artinya mandi.
Baca Juga
Advertisement
Ada pula yang memaknainya dengan mengguyur. Secara istilah, siraman merupakan proses memandikan atau mengguyur calon pengantin sebelum prosesi ijab kabul dilaksanakan.
Bagi masyarakat adat Jawa, siraman tidak hanya membersihkan raga saja. Lebih dari itu, siraman juga untuk membersihkan jiwa kedua calon pengantin. Membersihkan jiwa dan raga ini penting, sehingga kedua calon pengantin dalam keadaan bersih dan segar saat memulai kehidupan baru sebagai suami istri.
Tujuan prosesi siraman sendiri adalah memohon berkah dan rahmat Tuhan agar kedua mempelai dibersihakan dari segala keburukan. Dengan siraman, kedua calon pengantin juga diharapkan mendapat tuntunan selama mengarungi bahtera rumah tangga.
Siraman juga dimaknai secara simbolik bahwa pengantin bertekad untuk berperilaku, bertindak, dan bertutur kata yang bersih dan baik selama menjadi suami sitri. Tata cara siraman pertama adalah menyiapkan air kembang setaman yang digunakan untuk menyiram kedua mempelai.
Biasanya, air yang digunakan juga berasal dari beberapa tempat yang berbeda. Berikutnya, calon pengantin yang sudah mengenakan busana siraman akan dijemput kedua orangtuanya dari kamar.
Calon pengantin akan dituntun untuk ke tempat siraman, yang diiringi para sanak saudaranya. Setelah kedua calon pengantin siap di tempatnya, acara akan diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh setempat.
Kemudian siraman dimulai. Adapun yang pertama kali menyiramkan air adalah bapak pengantin, kemudian ibunya, lalu diikuti oleh orang-orang yang dituakan.
Pihak terakhir yang menyiram biasanya adalah juru rias atau sesepuh yang telah disepakati. Pada siraman terakhir, kedua calon pengantin akan dikeramasi dengan beberapa piranti atau ubarampe, yaitu landha merang, santen kanil, air asam.
Calon pengantin juga diluluri tubuhnya dengan konyoh, lalu disiram air lagi hingga bersih. Acara berikutnya adalah doa bersama, kemudian ditutup dengan penyiraman air kendi yang telah disiapkan kepada calon pengantin.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Prosesi Midodareni
Midodareni berasal dari kata widodari atau bidadari yang turun dari langit. Prosesi ini dilakukan setelah mempelai melakukan upacara siraman, yang merupakan tahap pembersihan bagi kedua calon pengantin sebelum hari sakral pernikahan.
Tradisi midodareni berasal dari legenda Jaka Tarub dan Nawangwulan. Konon dari cerita tersebut, para bidadari datang ke bumi menyambangi calon mempelai wanita yang sedang berdiam diri di kamar menjelang malam pernikahan.
Masyarakat Jawa yang memegang tradisi ini percaya, ini adalah malam saat bidadari mempercantik calon pengantin wanita supaya lebih elok. Calon mempelai wanita tidak tidur dan didampingi oleh sanak keluarga serta pini sepuh.
Ia mendengarkan nasihat dari leluhur dan para tamu wanita tentang bagaimana menjalankan kehidupan rumah tangga. Prosesi ini juga berisi doa-doa pada Sang Pencipta untuk calon mempelai agar selalu diberi berkah, rahmat, serta kebahagiaan.
Rangkaian pertama dalam prosesi midodareni adalah jonggolan atau juga dikenal dengan seserahan. Jonggolan sendiri merupakan saat di mana calon pengantin pria datang ke kediaman wanita untuk menemui orang tuanya dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa mereka dalam keadaan sehat dan siap menikahi anaknya.
Calon pengantin pria akan datang bersama keluarga besarnya dengan membawa seserahan berisi keperluan sehari-hari. Biasanya, jumlah bingkisan seserahan adalah ganjil.
Pada malam seserahan ini, calon pengantin pria tidak diizinkan untuk bertemu dengan calon pengantin wanita, karena mereka sedang dipingit. Prosesi selanjutnya ialan tantingan.
Usai memberikan seserahan pada pihak keluarga calon pengantin wanita, calon pengantin pria akan meminta restu dan mendapat jawaban dari keluarga wanita. Karena pada malam Midodareni calon pengantin wanita tidak diperbolehkan menemui calon pengantin pria, maka keputusan penerimaan dan penolakan akan Diserahkan kepada orang tuanya.
Masih dalam rangkaian acara malam Midodareni, selanjutnya ada prosesi penyerahan kembang mayang atau sepasang hiasan dekoratif simbolik dengan tinggi hampir satu badan manusia. Dalam penyerahannya, kembang mayang akan didampingi sepasang cengkir gading yang dibawa sepasang gadis.
Dalam kepercayaan Jawa, Kembar Mayang hanya dipinjam dari dewa, sehingga kembang mayang akan dikembalikan ke bumi usai prosesi Midodareni dengan melabuhkannya ke air. Rangkaian malam Midodareni selanjutnya adalah penyerahan Catur Wedha.
Catur Weda berisi wejangan yang diberikan oleh ayah calon pengantin wanita kepada calon pengantin laki-laki. Catur Weda berisi 4 pedoman hidup yaitu hangayomi atau melindungi, hangayani atau mencukupi kebutuhan, hangayemi atau rasa nyaman, dan hanganthi atau pemimpin. Dengan nilai-nilai ini diharapkan calon pengantin pria dapat menuntun calon istri dan anak-anaknya kelak.
Prosesi terakhir dalam malam midodareni adalah wilujeng majemukan. Pada proses ini, kedua keluarga calon pengantin akan bersilaturahmi untuk merelakan para calon mempelai memulai kehidupan berumah tangga.
Setelah itu, keluarga calon pengantin perempuan akan menyerahkan asul-asul dari seserahan yang telah mereka terima. Asul-asul memiliki isi yang sama dengan seserahan tadi, seperti pakaian dan kebutuhan sehari-hari.
Advertisement