Liputan6.com, Jakarta Singapura kembali menghadapi kenaikan kasus COVID-19. Kali ini biang keroknya masih merupakan subvarian Omicron tapi strain baru yang bernama XBB.
Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung memperkirakan kehadiran XBB akan membuat kasus rata-rata di angka 15 ribu per hari. Bahkan mungkin juga di angka 20.000 bahkan 25.000 saat mencapai puncak kasus.
Advertisement
“Ini kemungkinan akan menjadi gelombang pendek dan tajam,” kata Ong mengutip Channel News Asia pada Senin (17/10/2022).
Terkait kehadiran subvarian Omicron satu ini, Ong mengatakan perlu menggunakan masker bila merasa kurang sehat atau tinggal bersama orang lanjut usia (lansia).
Lansia dan mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah juga harus mengenakan masker di lingkungan dalam ruangan yang ramai. Sementara anggota masyarakat yang berada di tempat ramai atau mengunjungi atau berinteraksi dengan orang yang rentan juga harus menggunakan masker.
"Ini merupakan tanggung jawab pribadi seseorang," kata Ong ke wartawan mengutip The Straits Times.
Ia juga mengingatkan bagi pelajar dan mahasiswa yang jelang menjelani tes atau ujian untuk memakai masker saat berada di keramaian. Demi mencegah tertular COVID-19.
Untuk diketahui, per 29 Agustus 2022, Singapura membolehkan warganya melepaskan masker di tempat publik. Namun, masih diminta tetap memakai masker saat naik transportasi publik dan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan klinik.
54 Persen Kasus Gegara XBB
Saat ini, XBB merupakan subvarian yang menyebabkan penularan pada 54 persen kasus di Singapura. Jadi, kenaikan kasus COVID-19 di Singapura memang gegara subvarian Omicron ini.
Meski menular dengan cepat, Ong mengatakan bahwa varian ini tidak lebih parah dibandingkan dengan varian sebelumnya.
Sebagai contoh, pada 14 Oktober 2022, ada 9.087 kasus COVID-19 di negara tersebut. Di hari itu yang masuk ICU ada sembilan lalu ada 562 masuk rumah sakit dengan 44 diantaranya membutuhkan bantuan oksigen.Ong memprediksi puncak kasus akan terjadi pada pertengahan November. Lalu, disusul dengan meredanya penularan XBB.
Advertisement
Kasus Reinfeksi
Ong menjelaskan bahwa kasus di Singapura lebih banyak merupakan reinfeksi alias kembali kena COVID-19.
"Karena 75 persen dari populasi kita sudah terinfeksi, jadi setiap gelombang baru pastilah infeksi ulang, disumbang oleh infeksi. Itu yang kita lihat sekarang," katanya.
Proporsi infeksi ulang di antara total kasus COVID-19 di Singapura telah meningkat selama sebulan terakhir, dengan infeksi ulang saat ini mencapai sekitar 17 persen dari total kasus baru.
Ong juga menjelaskan bahwa orang yang baru kena COVID-19, kemungkinan terinfeksi dalam waktu dekat tidak terlalu besar. Sekitar 1-3 bulan usai terkena COVID-19, risiko orang tersebut kena infeksi virus SARS-CoV-2 lebih rendah dibandingkan yang tidak pernah kena COVID-19.
Bukan Varian Singapura
Strain XBB yang dikenal juga sebagai BA.2.10 adalah subvarian Omicron yang telah terdeteksi di beberapa negara. Seperti Australia, Bangladesh, Denmark, India, Jepang, dan Amerika Serikat sejak Agustus. India disebut-sebut sebagai negara yang pertama kali mendeteksi kehadiran XBB.
Direktur eksekutif di Institut Bioinformatika A*STAR Dr Sebastian Maurer-Stroh, mengatakan bahwa ini bukan varian Singapura.
Dia menjelaskan bahwa kemunculan pertama varian XBB yang didokumentasikan di GISAID sudah ada di negara lain, beberapa minggu sebelum kasus pertama di Singapura.
"Jumlah genom yang diketahui untuk suatu varian sangat bervariasi antar negara hanya karena intensitas pengambilan sampel dan strategi pengawasan genomik," tambahnya mengutip Channel News Asia, Senin (10/17/2022).
Maurer-Stroh juga mengatakan bahwa Singapura adalah salah satu negara terkemuka di dunia untuk mengurutkan genom virus dengan cepat.
"Ini akan memperkuat visibilitas varian baru lebih awal."
Advertisement