Liputan6.com, Singapura - Seakan-akan tak kunjung usai. Kini ada lagi sub-varian Omicron baru, yang dikenal sebagai XBB.
Dikutip dari laman cgtn, Senin (17/10/2022) sub-varian ini nyatanya telah mendorong lonjakan signifikan dalam kasus COVID-19 di Singapura.
Advertisement
Negara kepulauan di Asia Tenggara itu melaporkan rata-rata 7.716 kasus lokal per hari dalam seminggu terakhir, dibandingkan dengan rata-rata harian 2.000 bulan lalu, menurut data dari Kementerian Kesehatan Singapura (MOH).
Pada Selasa minggu lalu, jumlah kasus baru mencapai 11.732, tertinggi baru baru-baru ini dan lebih dari dua kali lipat jumlah hari sebelumnya.
Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung memperkirakan beban kasus Virus Corona COVID-19 akan terus meningkat menjadi rata-rata 15.000 kasus per hari, dan bahkan dapat mencapai 20.000 atau 25.000 pada beberapa hari.
Infeksi kemungkinan akan mencapai puncaknya pada pertengahan November. Ia mencatat bahwa "ini kemungkinan akan menjadi gelombang pendek namun tajam."
Ada juga peningkatan kasus yang dirawat di rumah sakit, tetapi jumlah kasus yang parah tetap relatif rendah, kata Depkes, menambahkan bahwa "sangat mungkin terjadi karena ketahanan yang dibangun melalui vaksinasi dan gelombang infeksi sebelumnya."
Jadi apa itu XBB dan seberapa berbahayakah strain baru itu? Inilah yang kita ketahui sejauh ini:
Apa Itu XBB dan Di Mana Terdeteksi?
XBB adalah sub-varian Omicron baru, strain BA.2.10 COVID-19.
Selain Singapura, virus ini juga telah terdeteksi di negara-negara seperti Australia, Bangladesh, Denmark, India, Jepang, dan AS sejak Agustus 2022, menurut Channel News Asia.
Apakah Lebih Menular?
Tampaknya begitu. Ong mengatakan bahwa "XBB menunjukkan karakteristik yang mendominasi semua sub-varian lainnya," menurut Channel News Asia.
Dia menambahkan bahwa Depkes Singapura terus mengawasinya dengan sangat cermat.
"Ini telah terdeteksi di banyak bagian dunia tetapi di Singapura meningkat sangat cepat, dalam waktu tiga minggu dari nol," kata Ong.
Apakah Menyebabkan Efek yang Lebih Parah?
Tidak ada bukti XBB menyebabkan efek yang lebih parah, kata Depkes.
Sejauh ini, sebagian besar pasien di Singapura terus melaporkan gejala ringan, seperti sakit tenggorokan atau demam ringan, meskipun mereka telah divaksinasi, kata kementerian itu.
Seberapa Terlindungikah Orang yang Sudah Divaksinasi?
Skema vaksinasi sebelumnya baik tiga suntikan mRNA lengkap atau empat dosis Sinovac "masih sangat efektif untuk mencegah efek parah," kata Dr Leong Hoe Nam, spesialis penyakit menular di Rumah Sakit Mount Elizabeth Novena di Singapura, kepada Channel News Asia.
Dia menambahkan bahwa mereka yang tidak divaksinasi sangat berisiko.
Advertisement
Kasus Sempat Surut di Agustus 2022
Pada Agustus 2022, pemerintah Singapura siap untuk melonggarkan aturan masker. Nantinya, masker tidak wajib lagi kecuali di tempat tertentu seperti transportasi umum.
Pengumuman itu dibuat oleh Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong pada video acara National Day Rally, Minggu 21 Agustus 2022.
"Dengan situasi kita yang stabil kita akan terus mengurangi persyaratan masker untuk mencegah orang-orang kelelahan. Kita hanya mempersyaratkan masker di transportasi publik ketika orang berada dalam kontak dekat berkepanjangan di tempat ramai dan di lokasi pelayanan kesehatan," ujar PM Lee Hsien Loong dalam keterangannya, dikutip Selasa (23/8/2022).
Di luar tempat-tempat tersebut, masker akan menjadi opsional. Masker di dalam kelas pun juga menjadi opsional, sembari bercanda PM Lee berkata anak-anak butuh melihat ekspresi untuk memahami perasaan guru atau temannya.
"Namun tolong jangan membuka maskernya sekarang ini," lanjut PM Lee dan direspons tawa audiens. "Tolong tunggu pengumuman yang detail dari MTF (Multi-Ministry Taskforce)."
Professor Teo Yik Ying, dekan dari Saw Swee Hock School of Public Health, menjelaskan bahwa vaksinasi telah mencegah kasus Virus Corona COVID-19 yang parah. Meski demikian, ia setuju bahwa pemakaian masker masih penting dalam keadaan tertentu.
"Penting untuk mengingat bahwa meski mandat masker akan dicopot, itu tidak berarti kita mesti berhenti memakai masker," ujarnya seperti dikutip The Straits Times. Ia pun menyorot kelompok lansia dan orang-orang yang immunocompromised. Mereka disarankan terus memakai masker, tak hanya untuk COVID-19, tetapi penyakit pernafasan lain yang mengancam.
Vaksin Indovac
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut telah menentukan nama vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh BUMN, yakni Bio Farma. Namanya adalah Indovac (Indonesia Vaccine).
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengungkap vaksin yang diproduksi mandiri di dalam negeri ini telah diberi nama oleh Jokowi satu bulan lalu. Seperti diketahui, sementara vaksin ini disebut Vaksin BUMN.
"Kita lagi kembangkan vaksin COVID-19, sementara namanya vaksin BUMN, tapi sebulan lalu sudah dikasih nama oleh Presiden, namanya Indovac," ungkapnya dalam acara Ngopi BUMN, di Kementerian BUMN, Senin (22/8).
Perseroan menargetkan, vaksin produksi BUMN ini akan memperoleh izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada awal September 2022 mendatang.
Honesti menerangkan, vaksin Indovac ini berbasis rekombinan. Pengembangan vaksin COVID-19 sendiri merupakan hasil kerja sama dengan Baylor University College of Medicine dalam penyediaan seed (15 persen) dan dikembangkan di Bio Farma (85 persen).
"Kita sudah hampir selesai registrasi di BPOM, hasilnya sih alhamdulillah," bebernya.
Dia melanjutkan, proses uji klinis vaksin Indovac melibatkan sekitar 3 ribu relawan. Saat ini, sedang menjalani uji klinis fase III.
"Jadi, Insyaallah mudah-mudahan awal atau pertengahan September kita akan segera dapet UEA dari Badan POM. Sehingga, Indonesia nanti benar-benar mandiri produk sendiri," pungkasnya.
Advertisement