Terkuak Alasan Indonesia Urungkan Niat Ekspor Listrik Energi Hijau ke Negara Lain

Indonesia adalah negara terendah dalam penggunaan EBT atau energi hijau, yang disusul oleh negara Singapura dan Brunei Darussalam.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Okt 2022, 19:00 WIB
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso di Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (25/2/2022). Pengoperasian PLTA Poso dan PLTA Malea mendukung pencapaian target energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 dan net zero emission 2060. (Dok PLN)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia mempunyai rencana untuk ekspor listrik yang berbasis energi baru terbarukan (EBT) kepada sejumlah negara termasuk Singapura. Namun niat tersebut diurungkan untuk dibatalkan dalam waktu dekat.

Rencana dibatalkan tersebut karena untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri supaya peningkatan penggunaan EBT di Indonesia.

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan mengungkapkan saat ini share EBT Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN yakni 14,7 persen atau dibawah rata-rata share ASEAN yakni mencapai 33,5 persen.

"Ketika sedang berbicara EBT kita tidak hanya berbicara market secara global listrik fasih, tetapi ternyata listrik ini sesuatu yang dipersyaratkan untuk kegiatan industri masa depan, yang dituntut oleh marketnya secara global bahwa setiap produk yang dilakukan di negara manapun di harus menggunakan konsumsi energi EBT," ujar Nurul dalam webinar , Senin (17/10).

Dia pun menerangkan bahwa Indonesia adalah negara terendah dalam penggunaan EBT, yang disusul oleh negara Singapura dan Brunei Darussalam.

Hal ini membuat Indonesia akan terancam ditinggal pergi oleh industri-industri karena mereka tentu membutuhkan negara yang mampu untuk menyuplai EBT.

"Memang untuk asean ini Singapura, Brunei dan Indonesia termasuk 3 negara terendah untuk penghasilan share renewable energinya. ketika kita tidak melakukan renewable energi tersebut maka bisa jadi industri yang sudah masuk di Indonesia ada dua kemungkinan mereka akan pergi keluar mencari daerah lain, mencari negara-negara yang lokasinya masih sama di asean tetapi mereka bisa mensupply EBT," terang dia.

 


Kalah dari Kamboja

PT PLN (Persero) telah menyalurkan 511.892 megawatt hour (MWh) listrik hijau melalui layanan sertifikat energi baru terbarukan (EBT) atau Renewable Energy Certificate (REC) kepada lebih dari 160 pelanggan bisnis dan industri hingga Juni 2022. (Dok. PLN)

Nurul pun menyebut bisa jadi negara yang tujuan para pelaku industri ke Laos ataupun Vietnam yang memiliki bauran EBT lebih tinggi sebesar 55,8 persen atau bahkan bisa ke Kamboja dan Myanmar.

"Bahkan dengan Kamboja Myanmar saja kita kalah, dan dari ebt itu kita masih jauh," tutur Nurul.

Oleh karena itu, Indonesia akhirnya mengurungkan niatnya untuk mengekspor listrik ke Singapura karena tidak ingin menjadi negara yang tertinggal.

"Kita berusaha melakukan kegiatan mengekspor listrik renewable keluar negeri dan kemudian mengurangi upaya untuk memberikan supply ke dalam negeri secara progresif hingga nanti memberikan peluang bagi negara-negara di ASEAN yang punya energy supply lebih bagus dia akan punya peluang untuk bisa menarik industri ke dalam negaranya, dan kita akan menjadi tertinggal," dia menandaskan.

 

Reporter: Siti Ayu Rachma

Sumber: Merdeka.com

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya