Liputan6.com, Jakarta - Pemangkasan produksi minyak menjadi 2 juta barel per hari, yang menyebabkan tren penurunan harga minyak dunia terhenti di level USD 90 per barel turut memberikan keuntungan pada pendapatan negara.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan, penerimaan hulu migas hingga kuartal III 2022 mencapai USD 13,95 miliar, atau sekitar Rp 214,83 triliun (kurs Rp 15.400 per dolar AS).
Advertisement
"Tingginya harga minyak dunia juga berdampak positif bagi negara. HIngga triwulan tahun ini penerimaan negara sudah mencapai USD 13,95 miliar, atau sekitar 140 persen dari target APBN 2022 dan sekitar 83 persen dari target APBN perubahan 2022," jelas Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto di Kantor SKK Migas, Jakarta, Senin (17/10/2022).
Atas dasar itu, Dwi Soetijpto mencium adanya kesempatan emas bagi Indonesia untuk menarik investasi di sektor hulu migas.
"Kalau buat Indonesia di hulu migas dia akan bagus, karena dengan demikian motivasi orang untuk berinvestasi akan baik, karena keekonomiannya lebih bagus," kata dia.
"Buat Indonesia sendiri juga sebenarnya akan jadi bagus, karena kita teman dari kedua-duanya, ke Amerika teman, ke Arab Saudi teman. Jadi kita tidak berada dalam konflik itu. Oleh karena itu, mustinya bagus, karena kita jadi alternatif untuk berinvestasi," tuturnya.
Kendati begitu, para pelaku hulu migas masih punya PR untuk menghadirkan upaya-upaya transformasi dalam memperbaiki iklim investasi di Tanah Air.
Selain itu, dengan harga migas yang masih tinggi pun perlu dihitung lebih lanjut terkait ongkos impor minyak, termasuk untuk hasil produksinya sebagai bahan bakar minyak, alias BBM.
"Tentu saja menjadi costly, karena dengan harga crude yang lebih mahal. Di level manakah keseimbangan benefit yang diperoleh dari upstream dengan cost yang muncul untuk subsidi," ungkapnya.
"Tentu itu yang perlu dicari. Tapi kira-kira dari sisi upstream, maintaning kondisi harga sampai beberapa saat akan mempengaruhi iklim investasi di Indonesia," pungkas Dwi Soetjipto.
OPEC+ Pangkas Produksi, Harga Minyak Dunia Mendaki ke USD 100 per Barel
Harga minyak dunia naik sekitar 3 persen ke level tertinggi dalam lima pekan pada perdagangan Jumat. Kenaikan harga minyak dunia hari ini terjadi karena keputusan OPEC+ untuk melakukan pemotongan pasokan terbesar sejak 2022.
Sentimen resesi yang bakal menghadang tidak mampu menahan penguatan harga minyak dunia saat ini sehingga terus merangkak naik menuju level USD 100 per barel.
Keputusan organisasi negara pengekspor minyak dan sekutunya termasuk Rusia atau yang lebih dikenal dengan sebutan OPEC+ untuk menahan laju produksi minyak mentah ini dikeluarkan menjelang embargo Uni eropa terhadap minyak Rusia dan akan menekan pasokan di pasar yang saat ini sudah sangat ketat.
Mengutip CNBC, Sabtu (8/10/2022), harga minyak mentah Brent naik USD 3,48 atau 3,7 persen menjadi USD 97,90 per barel. Sedangkan harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) naik USD 4,18 atau 4,7 persen menjadi USD 92,63 per barel.
Harga minyak terus reli bahkan ketika dolar AS bergerak lebih tinggi setelah data menunjukkan ekonomi AS menciptakan lapangan kerja dengan kecepatan yang kuat. Hal ini memberikan kesempatan kepada The Federal Reserve (the Fed) atau Bank Sentral AS untuk melanjutkan kenaikan suku bunga yang besar.
Dolar AS yang kuat dapat menekan permintaan minyak mentah dan membuat harga minyak mentah lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Kedua benchmark harga minyak berada di jalur untuk penutupan tertinggi sejak 30 Agustus, kenaikan harian kelima berturut-turut dan kenaikan mingguan kedua berturut-turut, di wilayah overbought secara teknis.
Untuk minggu ini, harga minyak Brent naik sekitar 10 persen dan harga minyak WTI naik sekitar 15 persen. Keduanya akan menjadi persentase kenaikan mingguan terbesar sejak Maret 2022.
Advertisement
Keputusan OPEC+
Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, sepakat minggu ini untuk menurunkan target produksi mereka sebesar 2 juta barel per hari.
"Di antara konsekuensi utama dari pemotongan terbaru OPEC adalah kemungkinan kembalinya minyak ke level USD 100 per barel," kata pialang minyak PVM Stephen Brennock.
UBS Global Wealth Management juga memproyeksikan Brent akan bergerak di atas angka USD 100 per barel selama kuartal IV 2022
Pemotongan produksi OPEC+ datang menjelang embargo Uni Eropa terhadap minyak Rusia dan akan menekan pasokan di pasar yang sudah ketat.
Sekretaris Jenderal OPEC Haitham al-Ghais mengatakan penurunan target produksi akan membuat OPEC+ memiliki lebih banyak pasokan untuk dimanfaatkan jika terjadi krisis.
Kekecewaan Joe Biden
Pada Kamis kemarin, Presiden AS Joe Biden menyatakan kekecewaannya atas rencana OPEC+. Dia dan pejabat AS mengatakan Washington sedang mencari semua alternatif yang mungkin untuk menjaga harga agar tidak naik.
"Dengan harga Brent sekarang dengan kuat kembali ke kisaran USD 90-100, OPEC+ kemungkinan akan senang dengan hasilnya meskipun ketidakpastian substansial tetap ada atas prospek ekonomi," kata Craig Erlam dari broker OANDA.
Di Eropa, perpecahan antara para pemimpin Uni Eropa mengenai pembatasan harga gas dan paket penyelamatan nasional muncul kembali, dengan Polandia menuduh Jerman egois dalam menanggapi krisis energi musim dingin yang disebabkan oleh perang Rusia di Ukraina.
SPBU di wilayah Paris dan di seluruh Prancis mengalami masalah dalam mendapatkan pasokan bahan bakar yang cukup karena pemogokan di empat kilang TotalEnergies SE berlanjut selama hari kesepuluh.
Advertisement