Liputan6.com, Jakarta Mayoritas negara di dunia sedang mengalami inflasi dengan tingkat yang bermacam-macam. Beberapa negara seperti Turki, Sri Lanka, Argentina, dan Iran mengalami inflasi dengan tingkat di atas 50 persen pada tahun ini dan diproyeksikan belum akan kembali normal dalam waktu yang dekat.
Ekonomi dunia sempat terpukul sepanjang 2020 akibat pandemi Covid. Kondisi tersebut pun semakin diperparah dengan terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina sejak Februari 2022 hingga sekarang. Kedua negara tersebut memegang peranan penting dalam rantai pasok global, yakni terkait produk pangan, pupuk, maupun energi.
Advertisement
Kondisi Indonesia sendiri pun perlu diwaspadai, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi bulan September 2022 melonjak 1,17 persen secara bulanan. Inflasi bulan September ini merupakan yang tertinggi sejak Desember 2014. Lonjakan inflasi pada September lalu sudah diramal banyak analis dan ekonom ketika Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi pada 3 September lalu.
Berbagai kebijakan telah ditempuh pemerintah untuk menekan laju inflasi, salah satunya dengan mengoptimalisasi ekonomi digital di Indonesia.
Pengembangan ekonomi digital di Indonesia sendiri semakin berkembang didorong dengan adanya pergeseran perilaku masyarakat yang cenderung menggunakan platform digital di berbagai sektor.
Berdasarkan hasil riset dari Google, Temasek, dan Bain & Company, Gross Market Value (GMV) dari ekonomi digital Indonesia mencapai USD 70 miliar pada 2021, menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Potensi ekonomi digital tersebut pun masih akan terus tumbuh ke depannya.
“Ekonomi digital kami yakini dapat membantu perkembangan ekonomi dengan lebih cepat, contoh paling nyata misalnya kita mampu memangkas rantai pasok produk pangan ke konsumen. Melalui aplikasi, para petani bisa menjajakan produk sayur mayur, buah, hingga hasil ternak langsung ke konsumen akhir," kata CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (18/10/2022).
"Tidak hanya itu, masyarakat semakin dipermudah dengan luasnya perdagangan berbasis digital (e-commerce) dan didukung pula dengan berkembangnya keuangan berbasis digital (Fintech), pertumbuhan transaksi juga semakin cepat dengan penggunaan uang elektronik (E-money) dan transaksi non-tunai lebih efektif dan efisien," lanjut dia.
Menurut laporan Google, Temasek, dan Bain & Company, tingkat pertumbuhan majemuk (Compound Annual Growth Rate/CAGR) dari ekonomi digital Indonesia sebesar 20 persen, sehingga GMV-nya akan menjadi USD146 miliar pada 2025.
Negara Tujuan Investasi
Pemerintah Indonesia juga terus menunjukkan komitmen untuk melakukan reformasi struktural perekonomian Indonesia yang mendukung inovasi dan transformasi digital.
Dikutip dalam pidato Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia, Indonesia saat ini menjadi negara incaran tujuan investasi digital paling populer di Asia Tenggara.
Hal tersebut sejalan dengan meningkatnya penerimaan dan preferensi masyarakat dalam berbelanja daring atau online, perluasan, dan kemudahan sistem pembayaran digital. Dengan prospek yang baik itu, Airlangga berharap digitalisasi ekonomi dan keuangan dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru.
“Ekonomi digital Indonesia tumbuh pesat sepanjang 2021 dan diprediksi akan terus berkembang ke depannya. Melihat hal ini, Indonesia harus terus mempersiapkan diri dan beradaptasi termasuk salah satunya memperkuat keamanan siber dan perlindungan data pribadi. Seperti yang kita tahu, banyak terjadi kasus serangan siber sepanjang tahun 2022, hal ini tentunya perlu menjadi perhatian ekstra bagi pemerintah," ungkap Johanna.
“Kemudian, diperlukan gencarnya sosialisasi untuk meningkatkan literasi digital di masyarakat karena dapat memainkan peran kunci dalam meningkatkan keamanan publik, meningkatkan keterlibatan masyarakat, dan memperluas akses ke layanan sektor publik. Prospek pertumbuhan ekonomi digital Indonesia masih sangat menjanjikan, namun perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta dalam menciptakan ekosistem digital yang aman dan inklusif," tutup Johanna
Advertisement
Inflasi di Depan Mata, Sri Mulyani Curhat Harga Taco dan Burrito di AS Tambah Mahal
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membagikan momen saat makan siang bersama tim Kementerian Keuangan di sela-sela perjalanan dinas di Washington DC, Amerika Serikat (AS).
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani memutuskan untuk makan hidangan ala Meksiko yakni taco dan burrito. Kedua makanan itu, selain populer di kalangan masyarakat AS, namun rasanya juga sesuai dengan lidah orang Indonesia.
“Makan siang dimana? Jeda waktu satu jam diantara padatnya acara di Washington DC. Saya mengajak tim Kemenkeu untuk makan di Chipotle, makanan casual ala Mexico dengan Taco dan Burrito, populer di kalangan masyarakat kebanyakan Amerika Serikat yang rasanya sesuai dengan lidah melayu kita,” kata Sri Mulyani di kutip dari Instagram pribadi @smindrawati, Selasa (18/10/2022).
Bendahara negara ini juga membahas mengenai inflasi dan kenaikan harga-harga pangan dan energi di seluruh dunia yang sangat terlihat dampaknya. Menkeu mencontohkan satu menu taco atau burrito yang sebelumnya berharga USD 7,5-8 sekarang melonjak USD 12-13.
Menurutnya, kenaikan harga yang sangat tinggi, menyebabkan Bank Sentral Amerika Serikat - The Fed (The Federal Reserve) menaikkan suku bunga secara drastis dan cepat dan mengetatkan likuiditas USD untuk mengendalikan sisi permintaan.
“Kebijakan ini menyebabkan penguatan Dollar Amerika Serikat yang mempengaruhi seluruh perekonomian dunia,” ujarnya.
Lonjakan Harga
Lanjutnya, lonjakan harga (inflasi)di Amerika Serikat- diikuti kenaikan suku bunga the Fed - dan penguatan Dollar Amerika Serikat menyebabkan terjadinya pelemahan atau kelesuan ekonomi atau resesi ekonomi dunia.
“Kondisi ini juga akan mengancam banyak negara-negara miskin dan negara-negara berkembang yang posisi APBN (Keuangan Negara) lemah akan mengalami krisis keuangan,” kata Menkeu.
Oleh karena itu, kata Menkeu, kompleksitas perkembangan ekonomi dunia dengan ancaman krisis pangan, energi dan krisis keuangan ini yang dibahas di forum G20 dan pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia.
“Kita harus waspada dengan kondisi dunia yang memburuk- meskipun tetap optimis dengan momentum pemulihan ekonomi Indonesia. Mari jaga bersama perekonomian kita,” pungkasnya.
Advertisement