Liputan6.com, Jakarta - Juru bicara Microsoft mengkonfirmasi bahwa perusahaan teknologi itu melepaskan sejumlah pekerja mereka.
Namun, tidak disebutkan jumlah karyawan yang terdampak dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini.
Advertisement
PHK tersebut terjadi karena pendapatan Microsoft diperkirakan akan melambat, didorong oleh lemahnya penjualan lisensi Windows untuk PC.
"Seperti semua perusahaan, kami mengevaluasi prioritas bisnis kami secara teratur, dan membuat penyesuaian struktural yang sesuai," kata juru bicara Microsoft, dikutip dari CNBC International, Selasa (18/10/2022).
"Kami akan terus berinvestasi dalam bisnis kami dan mempekerjakan di area pertumbuhan utama di tahun depan," jelasnya.
PHK ini juga terjadi seiring dengan upaya perusahaan teknologi besar dan kecil untuk menurunkan biaya.
Platform Meta dan Salesforce termasuk di antara perusahaan teknologi di Sillicon Valley yang telah memperlambat laju perekrutan tahun ini, bahkan ketika Coinbase, Netflix, dan lainnya terpaksa melakukan PHK.
Pada bulan Juli 2022, Microsoft mengungkapkan pertumbuhan pendapatannya mencapai sekitar 10 persen pada kuartal pertama, lebih lambat daripada selama lebih dari lima tahun.
Perusahaan itu akan mengumumkan pendapatannya lagi pada 25 Oktober mendatang.
Axios, yang sebelumnya juga dilaporkan melakukan PHK, mengatakan pemotongan berdampak kurang dari 1.000 pekerja.
Meta Diam-Diam Mau PHK 12.000 Karyawan?
Meta, induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp, telah berinvestasi besar-besaran di metaverse. Investasi tersebut belum menghasilkan keuntungan apa pun. Bahkan ada laporan kalau metaverse tidak akan menghasilkan keuntungan apa pun, setidaknya dalam waktu dekat.
Karena hilangnya pendapatan besar-besaran serta bisnis di industri teknologi yang secara umum kurang baik, Meta disebut-sebut mau melakukan PHK terhadap karyawannya.
Meta bukan satu-satunya perusahaan teknologi yang melakukan langkah PHK. Beberapa perusahaan teknologi lainnya juga memangkas jumlah staf mereka.
Mengutip Gizchina, Minggu (9/10/2022), belum lama ini beberapa karyawan mengungkapkan perusahaan induk Facebook itu diam-diam merumahkan sebagian karyawannya. Perusahaan disebut-sebut sedang berhati-hati dengan PHK karyawan untuk menghindari kemungkinan adanya keributan.
Meta memberhentikan karyawan dengan mengubah target kinerjanya. Menurut laporan, perubahan tersebut akan mempengaruhi setidaknya 15 persen (atau setara 12.000) karyawan Meta.
Selama sesi dengan karyawan, CEO Meta Mark Zuckerberg menjelaskan tentang rencana perekrutan, di mana, Meta memberlakukan pembekuan perekrutan karyawan. Pembekuan perekrutan karyawan ini telah dilakukan sejak Mei lalu.
Seorang karyawan menyebut, tepat sebelum pertemuan ini, para eksekutif mengusulkan kepada dewan Meta, bahwa mereka harus memilih setidaknya 15 persen yang dianggap "membutuhkan dukungan" selama proses peninjauan internal.
Informasi di atas juga sempat dibahas dalam sebuah unggahan di forum anonim "Blind" oleh seorang karyawan Meta.
"15 persen (karyawan) ini kemungkinan akan dimasukkan ke dalam rencana peningkatan kinerja (PIP) yang kemudian dipecat," tulis karyawan tersebut. Unggahan itu pun memicu ratusan komentar dari karyawan Meta lainnya.
Advertisement
Ada Potensi PHK, Pemerintah Diminta Hati-Hati Naikkan Cukai di 2023
Rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2023, khususnya di sektor sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya, dinilai memberatkan oleh berbagai pihak. Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP Rahmad Handoyo mengatakan, rencana kenaikan tarif CHT pada SKT harus mengedepankan asas kehati-hatian.
"Keinginan pemerintah untuk mengendalikan konsumsi tembakau bisa dipahami, tetapi khusus padat karya harus dilindungi agar kenaikan tarif cukai tidak menimbulkan gejolak di kalangan para pekerja SKT dan petani karena hidup mereka juga bergantung dari hasil tembakau," ujarnya.
Ditegaskan Rahmad, memang perlu keseimbangan pada pengendalian tembakau. Akan tetapi, pemerintah perlu melihat bahwa keputusan kenaikan tarif CHT, terutama pada segmen padat karya, akan mengganggu kinerja industri, khususnya buruh tani dan pekerja SKT.
"Aspek kesehatan tidak serta-merta jadi alasan utama. Keberadaan petani tembakau dan para pekerja SKT juga aspek lain yang harus dipertimbangkan. Pemerintah perlu berpikir jernih dan komprehensif sebelum memberikan keputusan," tegas Rahmad.
Untuk itu, lanjutnya, jika pada akhirnya keputusan kenaikan tarif CHT tidak bisa nol persen, setidaknya jangan sampai mengganggu kelangsungan hidup pekerja di segmen padat karya.
"Khusus SKT yang merupakan industri rokok yang diproduksi dengan tangan-tangan pekerja IHT. Apabila kenaikannya signifikan, tentu ini akan berpengaruh pada kelangsungan industri tersebut karena padat karya. Untuk itu, pemerintah perlu menimbang adanya potensi PHK dan lainnya," kata Rahmad.
Rahmad berharap ditemukannya titik keseimbangan terkait kebijakan tarif CHT SKT agar para pekerja SKT masih bisa bertahan hidup.
Dia juga merekomendasikan agar pemerintah fokus pada edukasi, sosialisasi, gerakan hidup masyarakat sehat tanpa rokok untuk pengendalian konsumsi, dibandingkan dengan menaikkan tarif CHT.