Liputan6.com, Jakarta - Berkembangnya industri sepak bola tidak hanya terlihat di dalam lapangan. Kehadiran seragam tim juga jadi indikator.
Pertimbangan bisnis membuat klub kini memiliki tiga jenis seragam. Kehadiran jersey ini diharapkan dapat mendongkrak pendapatan dari suporter yang rela membeli demi mengasosiasikan diri dengan tim kesayangan.
Advertisement
Kehadiran seragam juga membantu klub menghindari skenario tidak diinginkan yakni keterbatasan opsi.
Pada Liga Skotlandia musim 2009/2010, Hibernian memiliki seragam tandang putih. Jersey tersebut jelas tidak bisa dipakai saat mereka bertamu ke markas Celtic yang punya warna kebesaran putih-hijau. Akhirnya Hibernian mengenakan jersey kiper kepunyaan kiper.
Peristiwa serupa terjadi di Jerman. VfB Stuttgart berkompetisi di Bundesliga 2 pada 2019/2020. Berada di kasta tersebut, salah satu klub tradisional Jerman ini mungkin berpikir tidak perlu meluncurkan jersey ketiga.
Pemikiran tersebut ternyata salah. Seragam pertama (putih) dan kedua (merah) mereka bentrok dengan jersey tuan rumah Heidenheim (putih-merah). Stuttgart akhirnya memakai seragam kiper berwarna hitam.
Namun, beragamnya jersey bola tidak melulu berdampak positif. Ada klub yang tidak pernah menggunakan seragam dengan berbagai alasan, meski sponsor apparel memproduksinya.
Polemik QPR
Queens Park Rangers (QPR) merasakan itu pada musim 1989/1990. Klub berbasis Loftus Road ini memiliki seragam ketiga dengan warna kombinasi hitam dan oranye. Desain tersebut hampir serupa seperti seragam kedua berwarna merah dan hitam.
Masalahnya, jumlah klub yang memiliki seragam mirip seperti seragam kedua QPR saja sudah sedikit. Artinya, kehadiran jersey ketiga sebenarnya tidak ada gunanya.
Namun, QPR ternyata tidak mengalami ini sekali saja. Mereka juga tidak memakai jersey ketiga pada musim 1991/1992 berwarna hijau dan putih.
Advertisement
Alasan Personal
Penyebabnya kali ini lebih personal. Kala itu QPR memiliki dua pemain senior berpengaruh: Ray Wilkins dan Alan McDonald.
Wilkins bergabung usai menjalani karier sukses di Glasgow Rangers. Dia bahkan masih dipuja suporter klub Skotlandia itu meski sudah meninggalkan Ibrox.
Sedangkan McDonald juga berstatus penggemar Rangers. Selain itu, dia lahir di Belfast dan menjadi kapten timnas Irlandia Utara.
Kedua pemain dikabarkan memimpin pemberontakan karena enggan menyinggung teman-teman. Pasalnya, warna hijau diasosiasikan dengan Glasgow Celtic, rival abadi Rangers.