Liputan6.com, Jakarta Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan salah satu penyebab kecelakaan truk tangki Pertamina di Cibubur pada Juli 2022 lalu karena rem blong. Faktornya ada kebocoran angin sebagai sistem pengereman.
Senior Investigator KNKT, Ahmad Wildan, menerangkan kalau kegagalan sistem pengereman ini imbas dari adanya tambahan klakson yang digunakan. Akar masalahnya, tambahan klakson ini mengambil modal angin dari sumber yang sama untuk pengereman.
Advertisement
Alhasil, sumber angin dari kompresor dibagi kepada dua sumber, yakni rem dan klakson. Wildan menemukan ada celah kebocoran dari pemasangan klakson tambahan tersebut.
Dengan begitu, pengisian angin dari kompresor ke penampung menjadi lebih lama dari biasanya. Ini jadi salah satu penyebab tekornya angin untuk pengereman truk Pertamina.
"Penurunan udara tekan dipicu oleh dua hal, pertama adanya kebocoran pada solenoid valve klakson tambahan dan kedua adalah travel stroke kampas rem. Resultante dua hal ini memaksa pengemudi melakukan pengereman berulang kali saat menghadapi gangguan lalu lintas karena rem tidak pakem dan mempercepat berkurangnya angin pada tabung angin," ujarnya dalam Konferensi Pers, Selasa (18/10/2022).
Dia menerangkan, keadaan fatal pada truk adalah jika tabung angin tidak terisi penuh, maka akan mengganggu sistem pengereman. Di sisi lain, kondisi kampas rem yang tidak baik juga jadi penyebab kecelakaan tersebut.
Wildan menemukan adanya jarak kampas rem yang terlalu jauh, sehingga pengereman tidak terjadi maksimal. "Travel stroke 2,6 mili, idealnya 0,4-0,8 mili. Jika tercapai maka tenaga sekali injakan 0,3 bar," kata dia.
"Pengemudi sekali nginjek rem, dia buang angin terlalu banyak, ngisinya lama, buangnya cepet, maka dia akan berhadapan dengan risiko dimana dia dipaksa dua tiga kali injekan dia akan tekor (anginnya)," terang Wildan.
Mendesis di Perjalanan
Sebelumnya, Wildan juga menerangkan kalau menurut pengakuan sopir, ada bunyi mendesis ketika di perjalanan. Hanya saja tak ditemukan sumber bunyi tersebut.
Mengacu pada hasil investigasi KNKT, sumber bunyi itu ternyata dari katup angin menuju klakson tambahan yang dipasang. Ini jadi fakta baru yang ditemukan KNKT
"Saat melewati tol Rawamangun – Cawang Pengemudi mendengar suara mendesis dan tekanan angin di kabin menunjukkan angka 7 bar, pengemudi memeriksa kendaraan namun tidak menemukan sumber suara mendesis," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (18/10/2022).
Semula, pada 18 Juli 2022 Truk Trailer Pertamina B-9598-BEH berangkat dari TBBM Plumpang sekitar jam 14.00 menunju Cileungsi Kabupaten Bogor dengan membawa Pertalite 24.000 liter. Kemudian ada gangguan dengan suara mendesis tadi.
Advertisement
Rem Kurang Pakem
Selanjutnya, disebut selama perjalanan pengemudi merasakan rem kurang pakem. Saat keluar gerbang tol Cibubur, pengemudi mulai merasakan gangguan pada sistem rem, saat itu persnelling kendaraan di posisi 5.
"Pengemudi berpindah lajur dari lajur cepat ke lajur lambat paling kiri dan mencoba melakukan pengereman namun tidak berhasil. Pengemudi juga sudah menarik rem trailer maupun hand brake namun tidak bekerja sesuai yang diharapkan," paparnya.
Dengan begitu, truk trailer tidak dapat dikendalikan dan menabrak 2 mobil penumpang di lajur lambat. Truk trailer tetap melaju tidak berhenti sekalipun sudah menabrak 2 mobil penumpang.
Dan pengemudi berinisiatif untuk berpindah lajur untuk terlepas dari dua kendaraan dimaksud karena kondisi sebelah kiri trotoar cukup tinggi. Namun ternyata di lajur kanan terdapat kerumunan kendaraan yang sedang berhenti karena lampu APILL menunjukkan warna merah.
"Pada kecelakaan ini 10 orang meninggal dunia, 5 orang luka berat dan 1 orang luka ringan," terangnya.
Identifikasi Jalan
Di sisi lain, Wildan menerangkan pihaknya juga turut mengidentifikasi jalanan transyogi, tempat kejadian maut tersebut. Jalan itu merupakan bagian dari jalan kolektor primer yang sedang dalam masa transisi pembinaan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.
Karakteristik jalan kolektor primer adalah kecepatan paling rendah 40 km/jam untuk jenjang terendah, lebar minimal 9 meter dengan akses terbatas. Jalan Transyogi adalah termasuk dalam jenjang kolektor primer tertinggi, yaitu kolektor primer 1 yang memiliki peran menghubungkan antar ibukota provinsi.
Dari keterangan ini, tak ditemukan masalah dari sisi jalan yang dilalui. Begitupun soal kondisi geometrik jalanan tersebut. Kemudian, dari sisi fasilitas jalan, KNKT juga tak menemukan adanya kendala tambahan yang menyebabkan kecelakaan tersebut.
Hanya saja, ada beberapa temuan soal kondisi fasilitas jalan ini. Saat ini skema manajemen dan rekayasa lalu lintas yang diterapkan di ruas jalan Transyogi masih pada skema jalan provinsi, dengan seluruh asset fasilitas jalan adalah milik Pemerintah Daerah.
Desain perambuan dan marka juga masih terlihat mempertimbangkan untuk kepentingan lalu lintas lokal dengan kecepatan rendah, seperti adanya pita penggaduh pada badan jalan, tingginya bukaan median, tingginya akses jalan minor ke jalan utama dan lainnya.
"Selain itu, KNKT juga mencermati keberadaan rambu yang bercampur dengan iklan atau reklame di sepanjang jalan. Hal ini dapat menimbulkan distraction pada pengemudi atau bahkan pengemudi mengabaikan informasi yang disampaikan oleh rambu dimaksud, karena terlalu banyak informasi yang diterima oleh pengemudi di sisi jalan. Kondisi ini merupakan hazard dan bisa menurunkan kewaspadaan pengemudi dan bahaya lainnya," beber Wildan.
Advertisement