Negara G20 Sebut Perang Rusia-Ukraina Perparah Krisis Pangan Global

Para Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian Negara Anggota G20 sepakat ancaman krisis pangan sudah terjadi sejak awal 2020

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Okt 2022, 14:00 WIB
Tentara Ukraina mengambil posisi di pusat Kota Kiev, Ukraina, Jumat (25/2/2022). Rusia menekan invasinya sampai ke pinggiran Kiev setelah melepaskan serangan udara di kota-kota dan pangkalan militer serta mengirimkan pasukan dan tank dari tiga sisi. (AP Photo/Emilio Morenatti)

Liputan6.com, Jakarta Para Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian Negara Anggota G20 sepakat ancaman krisis pangan sudah terjadi sejak awal 2020 ketika pertama kali Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan pandemi Covid-19 di bulan Maret. Apalagi di saat yang bersamaan ada ancaman perubahan cuaca ekstrem di seluruh dunia.

Ancaman krisis pangan pun terus berlanjut hingga penyebaran virus corona mulai terkendali. Namun kondisinya makin parah ketika Rusia melakukan invasi kepada Ukraina di bulan Februari 2022.

Sebagian besar negara anggota G20 pun meminta Rusia segera mengakhiri perang. Cara ini menjadi salah satu kunci penting mengakhiri ancaman krisis pangan dunia.

"Banyak anggota menyatakan pandangan bahwa perang Rusia melawan Ukraina memperburuk kerawanan pangan global dan menyerukan mengakhiri perang," dikutip dari dokumen Rangkuman Hasil Pertemuan Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian G20 di Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (18/10/2022).

Menanggapi itu, satu anggota G20 menilai sanksi sepihak yang diterima Rusia justru yang memicu munculnya krisis pangan. Sebab, pasca invasi di Ukraina sejumlah negara barat menjatuhkan sanksi ke Moskow. Salah satunya sanksi terhadap dunia lembaga keuangan besar Rusia dan utang negara Rusia.

"Satu anggota menyatakan pandangan bahwa sanksi sepihak berdampak negatif terhadap kerawanan pangan global," tulis dokumen tersebut.

 


Tidak untuk Produk Pangan

Petani memupuk tanaman padi di Karawang, Jawa Barat, Senin (4/7). Untuk mencapai target swasembada pangan 2016, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 20 triliun. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Di sisi lain, beberapa negara menilai sanksi yang diberikan ke Rusia tidak menargetkan barang-barang pertanian atau pupuk.

"Beberapa anggota mencatat bahwa sanksi yang terkait dengan perang di Ukraina tidak ditargetkan pada barang-barang pertanian atau pupuk," kata dokumen tersebut.

Meski begitu, mayoritas negara anggota G20 juga mengkhawatirkan kondisi masa depan yang akan jalan ditempat jika perang terus berlanjut. Mereka khawatir akan lebih masyarakat yang rentan menjadi korban dari krisis pangan di seluruh dunia.

Jika krisis pangan tidak segera diatasi, maka angka kemiskinan akan terus meningkat. Upaya mencapai pembangunan berkelanjutan pun akan terkendala.

"Dan (ini akan) menempatkan komunitas dan rumah tangga yang rentan dengan risiko kemiskinan dan kekurangan gizi yang lebih besar," tulisnya.

 


Tantangan Lain

Suasana gedung bertingkat dan permukiman warga di kawasan Jakarta, Senin (17/1/2022). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,2 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Tak hanya itu, akan ada sejumlah tantangan yang perlu dihadapi masyarakat dunia terkait masalah pangan dalam jangka menengah maupun jangka panjang. Sehingga diperlukan upaya bersama untuk meningkatkan produktivitas dan kapasitas pertanian.

Termasuk juga meningkatkan praktik pertanian berkelanjutan dan mengatasi ancaman perubahan iklim. Di sisi lain perlu juga ada upaya mempertahankan perdagangan yang terbuka dan transparan, serta meningkatkan ketersediaan pupuk.

Untuk menghadapi ancaman krisis pangan, beberapa negara anggota G20 menegaskan telah mengambil komitmen dengan menggunakan semua instrumen kebijakan yang dimiliki. Tidak sedikit dari mereka juga menilai perlu adanya kerja sama untuk merespon kondisi terkini dengan lebih terkoordinasi.

"Perlunya bekerja dengan inisiatif multilateral lainnya dalam upaya ini sambil menghindari duplikasi (kebijakan)," tulisnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya