Liputan6.com, Jakarta Biro Investigasi Federal (The Federal Bureau of Investigation/FBI) menerbitkan Laporan Kejahatan Internet 2022 pekan lalu. Laporan tersebut disusun menggunakan data dari Pusat Pengaduan Kejahatan Internet (Internet Crime Complaint Center/IC3), sebuah kanal yang berfungsi sebagai sumber daya publik untuk mengirimkan laporan serangan dan insiden dunia maya.
“Pada 2022, penipuan investasi adalah skema paling mahal yang dilaporkan ke IC3. Keluhan penipuan investasi meningkat dari USD 1,45 miliar pada tahun 2021 menjadi USD 3,31 miliar pada tahun 2022, yang merupakan [peningkatan] 127 persen,” tulis FBI, dikutip dai Bitcoin.com, Kamis (16/3/2023).
Advertisement
Dalam keluhan tersebut, penipuan investasi cryptocurrency meningkat dari USD 907 juta pada 2021 menjadi USD 2,57 miliar pada 2022. Angka itu naik sebesar 183 persen secara tahunan (year on year/yoy).
“Penipuan investasi kripto melihat peningkatan jumlah korban yang belum pernah terjadi sebelumnya dan kerugian dolar bagi para investor ini. Banyak korban mengasumsikan hutang besar untuk menutupi kerugian dari investasi penipuan ini dan kelompok usia yang paling ditargetkan melaporkan jenis penipuan ini adalah korban berusia 30 hingga 49 tahun,” tulis rincian dalam laporan tersebut.
FBI juga menyoroti penipuan investasi mata uang kripto yang lazim sepanjang 2022. Seperti yang terkait dengan penambangan likuiditas, akun media sosial yang diretas, peniruan selebriti, profesional real estate, dan pekerjaan.
Menyusul rilis Laporan Kejahatan Internet terbarunya, FBI mengeluarkan pengumuman layanan publik pada Senin lalu, memperingatkan publik tentang lonjakan skema investasi mata uang kripto.
“Penjahat, biasanya berbasis di luar negeri, menipu korban lebih dari USD 2 miliar pada tahun 2022 menggunakan skema ini,”sebut laporna itu.
Skema ini direkayasa secara sosial dan didukung oleh kepercayaan. Biasanya dimulai dengan penipuan berkedok asmara atau kepercayaan diri dan berkembang menjadi penipuan investasi mata uang kripto.