Pasien Gangguan Ginjal Akut Misterius Paling Banyak Usia 1-5 Tahun

Data Kemenkes RI mencatat terdapat 156 anak yang mengalami gangguan ginjal akut misterius. Kelompok terbanyak menurut IDAI berada pada kategori usia 1-5 tahun.

oleh Diviya Agatha diperbarui 19 Okt 2022, 06:00 WIB
Sakit gangguan ginjal akut pada anak. (pexels.com/Victoria Akvarel)

Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan data himpunan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI per 17 Oktober 2022, pasien gangguan ginjal akut misterius di Indonesia sudah mencapai 156 anak. Puncaknya terjadi dua bulan belakangan yakni Agustus dan September.

Berkaitan dengan hal tersebut, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso mengungkapkan bahwa kebanyakan pasien gangguan ginjal akut yang terjadi belakangan ini adalah balita dengan kategori usia 1-5 tahun.

Meskipun ada pula pasien dengan usia di atas 5 tahun. Namun mayoritas pasiennya masih kategori balita. Piprim menyebut, datanya pun masih bersifat dinamis dan bisa terus berubah-ubah.

"Data yang sementara terkumpul (dari IDAI cabang) ada 180-an. Ini terus dinamis, terus berubah, terus masuk datanya dari 20 provinsi dengan kelompok yang paling banyak itu 1-5 tahun," kata Piprim dalam siaran langsung bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Selasa (18/10/2022).

Sedangkan dalam hal jenis kelamin, Piprim tidak melihat ada perbedaan atau jenis kelamin yang unggul. Baik pria maupun wanita nampaknya memiliki kuantitas kasus yang seimbang.

Piprim menjelaskan, angka kejadian gangguan ginjal pada anak sebelumnya tidaklah banyak jika dihitung berdasarkan populasi, hanya sekitar 0,9 hingga 1 persen. Lantaran biasanya gangguan ginjal lebih sering terjadi pada orang dewasa.

Serta, gangguan ginjal akut pada anak yang terjadi belakangan diketahui berlangsung dengan waktu yang cepat. Hanya dalam hitungan hari kondisi anak bisa tiba-tiba menurun.


Perbedaan dengan Gangguan Ginjal Akut Sebelumnya

Balita sakit gangguan ginjal. (pexels.com/Mart Production)

Dalam kesempatan yang sama, Piprim mengungkapkan bahwa umumnya gangguan ginjal akut yang terjadi pada anak muncul karena faktor bawaan, bukan secara tiba-tiba seperti saat ini.

"Sebagian besar gagal ginjal atau gangguan ginjal pada anak itu kelainan bawaan harusnya. Misalkan ginjalnya yang enggak terbentuk dengan baik, ginjalnya yang aplastik, ada kelainan bawaan," ujar Piprim.

"Tapi yang kita hadapi sekarang ini pada anak yang ginjalnya enggak ada masalah. Ginjalnya oke-oke saja, jadi kalau dilakukan USG ginjal sebelumnya, itu oke-oke saja, ginjal yang normal. Kemudian mengalami Acute Kidney Injury Atypical Progressive."

Selain itu, jika dilihat dari keterkaitan dengan COVID-19, Piprim mengungkapkan bahwa kejelasan yang ada saat ini adalah anak-anak di bawah 6 tahun memang belum mendapatkan vaksin COVID-19.

Namun berdasarkan hasil tes, virus yang muncul berbeda-beda. Sehingga belum dapat dipastikan dengan jelas apa yang menjadi penyebab dari gangguan ginjal akut yang muncul pada anak belakangan ini.


Anjuran IDAI: Hentikan Dulu Obat Batuk Sirup

Ilustrasi obat batuk anak dari India dan kaitannya dengan gangguan ginjal akut. Foto: unsplash.

Lebih lanjut Piprim menyarankan untuk menghentikan dulu pemberian obat batuk sirup atau parasetamol pada anak. Hal tersebut lantaran belum dapat dipastikan apa yang menjadi penyebab dibalik gangguan ginjal akut pada anak yang terjadi belakangan ini.

"Masyarakat kita sudah terlalu cepat minum obat. Anak sakit sedikit minum obat. Bahkan enggak tanggung-tanggung dikasihnya antibiotik," kata Piprim.

"Tapi yang kita hadapi ini adalah obat sirup. Apakah parasetamol, obat batuk pilek dan sirup yang kemudian di sirup itu ada pencampurnya etilen glikol."

Sehingga Piprim menjelaskan sebagai bentuk kewaspadaan dini, maka IDAI merekomendasikan untuk menghindari sementara penggunaan obat-obat serupa termasuk obat batuk sirup.

"Belajar dari kasus Gambia itu, maka IDAI merekomendasikan untuk sementara ini kita sampai jelas buktinya, kita rekomendasikan ke Kemenkes untuk menghindarkan konsumsi obat-obat seperti ini," kata Piprim.


Penghentian Sementara Obat yang Tak Perlu

Ilustrasi Batu Ginjal Credit: unsplash.com/Robina

Piprim mengungkapkan bahwa sebenarnya anak tak selalu membutuhkan obat ketika sakit. Terutama bila sakit yang ditimbulkan bukan karena masalah serius dan membutuhkan obat khusus dari dokter.

"Coba hindari penggunaan obat dulu deh. Enggak usah pakai obat dulu, kita konservatif dulu. Kalau anak-anak sakit batuk pilek itu sebenarnya dia enggak butuh obat," kata Piprim.

"Kecuali batuk pilek ada asmanya, dia sesak. Atau misalkan dia ada pneumonia, sesak. Nah itu kan butuh obat yang serius dari dokternya. Tapi kalau batuk pilek karena cuaca, istirahat yang cukup. Jangan pakai obat-obat."

Piprim menjelaskan, selama belum dapat diketahui secara pasti apa penyebab gangguan ginjal akut di Indonesia belakangan ini, maka itulah yang bisa dilakukan sebagai bentuk kewaspadaan dini.

"Setiap ada kasus yang kita belum jelas apa sebabnya, selain PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang perlu kita terapkan, sambil kita mengurangi konsumsi obat yang tidak perlu," kata Piprim.

Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya