Indonesia Gembira Australia Batalkan Akui Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel

Australia membatalkan pengakuan Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel.

Oleh ABC Australia diperbarui 18 Okt 2022, 17:03 WIB
Menlu RI Retno Marsudi dalam Presidensi G20 Indonesia. (Dokumentasi Kemlu RI)

, Canberra - Pemerintah Indonesia menyambut gembira keputusan Australia yang membatalkan pengakuan terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Perubahan ini terjadi pada pemerintahan Partai Buruh yang menang pada 2022 ini. 

Dilaporkan ABC Indonesia, Selasa (18/10/2022), pengumuman tersebut dikeluarkan kurang dari 24 jam setelah pemerintah Australia mengatakan "tidak ada perubahan" terhadap kebijakan pemerintahan sebelumnya, karena masalah tersebut belum dipertimbangkan dalam rapat kabinet.

Hari ini 18 Oktober, berbicara setelah pertemuan kabinet di Canberra, Menteri Luar Negeri Penny Wong mengatakan Australia tetap akan menjadi teman yang kuat bagi Israel dan juga pendukung bagi warga Palestina.

"Hari ini pemerintah Australia mengukuhkan kembali posisi sebelumnya dan yang sudah lama ada bahwa status akhir Yerusalem harus diselesaikan sebagai bagian dari perundingan damai antara warga Israel dan Palestina," katanya.

"Kedutaan Australia selalu dan akan tetap di Tel Aviv."

Indonesia menyambut baik keputusan Australia dengan berharap kebijakan ini "dapat berkontribusi positif bagi upaya penyelesaian damai konflik Palestina-Israel".

"Indonesia juga mengapresiasi penegasan kembali komitmen Australia untuk mendukung upaya damai berdasarkan two-state solution" dengan batas-batas wilayah yang diakui secara internasional," seperti yang dikutip dari akun Twitter @Kemlu_RI.

Di akhir tahun 2018, pemerintah Australia yang saat itu dipimpin Partai Koalisi dengan perdana menteri Scott Morrison mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel, menyusul keputusan presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, untuk memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem Barat.


Dulu Keputusan Politik

Pria-pria Yahudi berdoa dengan mengenakan selendang saat mereka berpartisipasi dalam pemberkatan selama hari raya Yahudi Sukkot di Tembok Barat di bawah masjid Kubah Batu di Kota Tua Yerusalem, Rabu, 12 Oktober 2022. (AP Photo/Tsafrir Abayov)

Menlu Penny mengatakan keputusan pemerintah Australia saat itu adalah keputusan politik, dengan mengatakan sebagai upaya untuk memenangkan kursi dari kawasan pemilihan Wentworth.

"Saya kira kita semua orang tahu jika keputusan kita saat itu tidak sejalan dengan mayoritas masyarakat internasional," katanya.

"Keputusan tersebut diterima dengan keprihatinan mendalam oleh masyarakat internasional."

PM Scott Morrison pernah membantah jika keputusannya diambil untuk memenangkan kursi parlemen di Wentworth, yang kebanyakan pemilihnya berlatar belakang Yahudi.

Kursi untuk daerah pemilihan Wenworth akhirnya dimenangkan oleh calon independen Kerryn Phelps.

Ketua oposisi Australia saat ini, Peter Dutton, mengatakan pintu masih terbuka mengenai kota mana yang seharusnya diakui Australia sebagai ibu kota Israel.

"Kami mengambil keputusan menjelang pemilu lalu. Kami akan mengumumkan mengenai kebijakan kami menjelang pemilu berikutnya," katanya.

"Penny Wong tampaknya sengaja mengalihkan perhatian dari masalah yang ada menjelang pengumuman anggaran belanja, di mana pemerintah tidak memiliki rencana jelas bagaimana mengatasi kesulitan ekonomi seperti yang sudah mereka janjikan sebelumnya."

Namun, Partai Buruh pernah mengatakan akan mengubah keputusan soal Yerusalem, jika mereka memenangkan pemilu dan tanpa banyak pemberitaan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) menghapus keputusan tersebut di situs mereka.

"Keputusan memperbarui situs itu terjadi lebih cepat dari proses pemerintah. Itu bisa saja terjadi," kata Senator Wong.

"Saya tidak akan menyalahkan siapa pun. Itu sudah terjadi. Itulah mengapa saya di sini hari ini untuk memperjelas posisi kami, dan memastikan situs tersebut mendukung posisi yang kami ambil."


Tetap Teman Setia

Bendera Israel berkibar di dekat Gerbang Jaffa di Kota Tua Yerusalem (20/3). Gerbang Jaffa adalah sebuah portal yang dibuat dari batu yang berada dalam deret tembok bersejarah Kota Lama Yerusalem. (AFP Photo/Thomas Coex)

Menlu Wong menekankan bahwa Australia tetap menjadi "teman setia" bagi Israel. Kedutaannya akan tinggal di Tel Aviv.

Status Yerusalem adalah salah satu masalah yang paling diperebutkan antara Israel dan Palestina.

Perdana Menteri Israel Yair Lapid mengatakan: "Mengingat cara keputusan ini dibuat di Australia, sebagai tanggapan tergesa-gesa terhadap laporan yang salah di media, kami hanya dapat berharap bahwa pemerintah Australia mengelola masalah lain dengan lebih serius dan profesional."

"Yerusalem adalah ibu kota Israel yang abadi dan bersatu dan tidak ada yang akan mengubah itu."

Mantan Presiden AS Donald Trump menuai kritik internasional pada tahun 2017 ketika ia membalikkan dekade kebijakan luar negeri Amerika dengan mengakui kota kuno itu sebagai ibu kota Israel. Kedutaan Besar AS dipindahkan dari Tel Aviv ke Yerusalem pada Mei 2018.

Beberapa bulan kemudian, Perdana Menteri Australia saat itu Scott Morrison mengumumkan pemerintahnya akan mengikutinya.

Pada saat itu, Morrison mengatakan Australia akan segera mengakui Yerusalem Barat tetapi tidak memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv sampai penyelesaian damai tercapai.

Pemerintah Morrison kehilangan kekuasaan dalam pemilihan Mei tahun ini.


Presiden Palestina Tak Percaya Peran AS Damaikan Konflik Israel, Justru Puji Rusia

Seorang pengunjuk rasa Palestina mengibarkan bendera Palestina saat bentrokan dengan pasukan keamanan Israel di Kompleks Masjid Al Aqsa, Kota Tua Yerusalem, 15 April 2022. (AP Photo/Mahmoud Illean)

Presiden Palestina Mahmoud Abbas bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Dalam pertemuan tersebut, disebutkan bahwa Palestina menyatakan kembali ketidakpercayaannya terhadap Amerika Serikat, dalam menyelesaikan konflik dengan Israel dan menyatakan penghargaan atas peran Rusia.

Abbas menyuarakan dukungannya untuk apa yang disebut "Kuartet" mediator internasional – Rusia, AS, PBB, dan Uni Eropa – tetapi mengatakan AS tidak dapat dibiarkan bebas bertindak sendiri. 

"Kami tidak mempercayai Amerika dan Anda tahu posisi kami. Kami tidak mempercayainya, kami tidak bergantung padanya, dan dalam situasi apa pun kami tidak dapat menerima bahwa Amerika adalah satu-satunya pihak dalam menyelesaikan masalah," kata Abbas kepada Putin di Conference on Interaction and Confidence Building Measures in Asia (CICA) atau Konferensi tentang Tindakan Membangun Interaksi dan Kepercayaan di Asia yang berlokasi di Astana, Kazakstan, Kamis 13 Oktober 2022.

"Itu bisa di dalam Kuartet karena ini adalah negara yang hebat, tetapi kami tidak akan pernah menerimanya sebagai satu-satunya," katanya, dalam sambutan yang disiarkan televisi seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (14/10).

Komentar itu menggemakan kecurigaan lama pemimpin Palestina berusia 87 tahun itu terhadap AS, sekutu utama Israel, tetapi muncul ketika Presiden Joe Biden telah meningkatkan upaya untuk mengisolasi Rusia atas serangannya terhadap Ukraina.

Infografis 5 Saran Dokter untuk Penyintas Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya