Liputan6.com, Sacramento - "Han Solo mungkin seorang hunk (pria kuat), tapi Pan Solo itu a hunk of bread (sebongkah roti)," ucap seorang pembuat roti di kawasan Pantai San Fransisco, California, AS.
Dia tengah menyebutkan julukan untuk patung roti setinggi 6 kaki (1,8 meter) yang menggambarkan karakter Han Solo dalam Star Wars saat ia muncul setelah dibekukan dalam karbonit di the Empire Strikes Back.
Advertisement
Hannalee Pervan dan ibunya Catherine Pervan, pemilik toko roti One House Bakery di Benicia, California, menghabiskan waktu enam minggu untuk mencetak, memanggang, dan merakit patung itu. Mereka menggunakan kayu dan dua jenis adonan, termasuk adonan tanpa ragi dengan kandungan gula lebih tinggi yang dapat bertahan lebih lama.
Mereka mengerjakannya di malam hari, setelah urusan di pagi hari usai. Patung yang dibuat dengan detail itu menunjukkan wajah sedih Han Solo dan tangannya yang berusaha menjangkau ke luar.
Hannalee mengatakan, ia cukup terobsesi dengan detail wajah Han Solo.
"Ibu membuatku menyingkir karena aku terobsesi dengan bibir patung itu. Ibu seperti mengatakan, 'Kamu harus pergi'," kata Hannalee kepada New York Times, dikutip dari laman Associated Press, Rabu (19/10/2022).
Ia meneruskan, menciptakan Pan Solo sangat berarti bagi mereka. Ini karena Hanalee sempat tertular COVID-19 pada Januari 2021 dan kehilangan banyak indera penciuman dan perasa.
Kontes Orang-Orangan Sawah
Pan Solo saat ini dipajang di luar One House Bakery, toko roti yang terletak sekitar setengah jam perjalanan ke Utara dari San Fransisco.
Patung roti itu merupakan salah satu kreasi yang diikutkan dalam Downtown Benicia Main Street Scarecrow Contest atau kontes orang-orangan sawah di Benicia yang diadakan setiap tahun. Publik dapat memilih favorit mereka di antara lebih dari dua lusin kreasi yang dimasukkan oleh bisnis lokal.
Keluarga Pervans yang merupakan penggemar besar fiksi ilmiah dan fantasi, pernah membuat kreasi yang juga bertema Star Wars pada tahun 2020. Mereka menampilkan Mandalorian dan Baby Yoda.
Sayangnya, Pan Solo tidak akan bertahan selamanya. Adonan akhirnya memang tidak dimakan, tapi akan dikomposkan.
Advertisement
Donat Unik Kreasi Toko Roti Swiss untuk Rayakan Kehadiran Vaksin COVID-19
Di Swiss juga ada toko roti yang membuat kreasi roti unik, terinspirasi dari vaksin COVID-19.
Tak lagi tertampik bahwa pandemi COVID-19 membawa sederet inovasi di sejumlah bidang, tak terkecuali kuliner.
Dalam deretan tersebut, toko roti Kreyenbuhl di Muri, Swiss, turut serta berkreasi. Toko ini merayakan hadirnya vaksin COVID-19 dengan memberi sentuhan unik pada kreasi donat khas Jerman yang biasa dikenal dengan berliner.
Proses pembuatan kudapan ini sebenarnya hampir sama dengan berliner pada umumnya. Penambahan aksen yang merupakan simbol jarum suntik jadi salah satu poin menarik dalam presentasi penganan tersebut.
Alih-alih vaksin COVID-19, pelanggan bisa menyuntikkan "vaksin manis" ke dalam donat. Pihak toko roti menyediakan dua pilihan rasa, yakni rasberi atau minuman beralkohol Baileys. Saat disajikan, pilihan "vaksin manis" ini akan diletakkan di bagian tengah roti yang dilubangi sesuai ukuran "jarum suntik" tersebut.
Setelah adonannya siap, donat-donat itu terlihat digoreng lebih dulu sampai warnanya cokelat keemasan, dan telah mengembang sempurna. Dari penampakan luarnya, camilan yang juga disajikan bersama taburan gula halus ini terlihat garing di bagian luar.
Bersamaan dengan proses itu, para staf toko roti menyiapkan sirup rasberi maupun minuman beralkohol sebagai isian donat pilihan pelanggan. Setelah donat sudah tak sebegitu panas, barulah "jarum suntik" berisi sirup manis tersebut diletakkan sebagai aksen.
Setelahnya, donat "vaksin" ini siap dipasarkan pada pelanggan. Presentasinya sudah lengkap dengan "jarum suntik" ditaruh dalam keadaan terbalik, siap disuntikkan untuk memberi ledakan rasa manis pada donat nan renyah.
Buka Toko Roti di China, Pasutri Jerman Pekerjakan dan Latih Penyandang Bisu-Tuli
Sementara itu, pasutri warga negara Jerman, Uwe dan Dorothee Brutzer juga memiliki toko roti yang unik dan berbeda dari toko lainnya. Mereka sudah bertahun-tahun menjalankan toko roti yang mempekerjakan penyandang disabilitas bisu dan tuli di Changsha, China.
Uwe Brutzer, yang berusia 51 tahun, sudah membuka toko roti mereka selama sekitar satu dekade. Mereka mempekerjakan dan melatih para penyandang disabilitas bisu dan tuli, agar dapat membuka opsi pekerjaan baru bagi mereka.
"Orang bisu tuli dapat bekerja dan menghidupi keluarga mereka sama seperti orang lain," kata Brutzer seperti dilansir dari Xinhua, Kamis (1/7/2021).
"Alih-alih mengandalkan belas kasihan orang lain, mereka bisa bekerja dan berteman dengan bebas. Saya pikir inilah yang disiratkan oleh 'xiaokang' (masyarakat cukup makmur)," kata Brutzer.
Pasangan Brutzer tiba di Changsha pada tahun 2002, untuk bekerja di proyek bantuan anak-anak penyandang tuli yang didanai oleh sebuah organisasi amal masyarakat Jerman,
Menyadari tantangan yang dihadapi kelompok penyandang disabilitas tersebut di pasar tenaga kerja, mereka pun membuka toko roti di tahun 2011.
Saat ini, mereka memiliki enam karyawan bisu-tuli, dan telah melatih 20 orang penyandang bisu-tuli lainnya yang sekarang bekerja di toko roti lain.
Meski berada di gang kecil, toko roti tersebut sangat populer. Mereka juga didukung pemerintah daerah serta para pelanggannya, untuk lebih banyak dikenal.
Keduanya pasangan yang fasih berbahasa China ini pun mendapatkan panggilan dari warga setempat yaitu Wu Zhengrong untuk Uwe, dan Du Xuehui untuk Dorothee.
Di awal 2020, toko roti mereka pun tak luput dari dampak pandemi COVID-19.
Saat dibuka lagi pada 20 Februari 2020, pekerjaan Uwe menjadi lebih sibuk karena banyak karyawannya yang tidak bisa membaca maksud pelanggan karena mereka menggunakan masker.
Advertisement