Kejagung Periksa Dirut PT Bukaka Teknik Utama Terkait Dugaan Korupsi PLN

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan, penyidiknya telah memeriksa Direktur Utama PT Bukaka Teknik Utama unit usaha tower, Irsal Kamarudin dalam perkara dugaan korupsi di PT PLN (Persero),

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 19 Okt 2022, 07:51 WIB
Gedung Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Khusus, Kejagung. (Liputan6.com/M Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengungkapkan, penyidiknya telah memeriksa Direktur Utama PT Bukaka Teknik Utama unit usaha tower, Irsal Kamarudin dalam perkara dugaan korupsi pengadaan tower transmisi pada 2016 di PT PLN (Persero).

Tidak hanya Irsal, dua orang lainnya yakni Marketing Unit Usaha Tower PT Bukaka Teknik Utama Tbk Heru Sulistyo Wibowo dan karyawan perusahaan tersebut atas nama Donny Mahendra juga sudah diperiksa.

"Ketiganya diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi terkait perkara dugaan korupsi pengadaan tower transmisi tahun 2016 di PT PLN," tutur Ketut dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa 18 Oktober 2022 malam.

Selain ketiga orang tersebut, dua orang berpangkat direktur juga diperiksa terkait kasus ini. Mereka adalah Direktur Utama PT Gunung Steel Construction, Abednedju Giovano dan Direktur PT Danusari Mitra Sejahtera, Karijadi Tjokronolo.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan," Ketut menutup keterangannya terkait dugaan korupsi PLN.

Kejagung telah menaikkan status kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN pada 2016 dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Hal itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print- 39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.

Latar Belakang Kasus

Pada perkara ini, PT PLN pada 2016 memiliki proyek pengadaan tower sebanyak 9.085 set dengan anggaran pekerjaan Rp 2.251.592.767.354.

Namun dalam pelaksanaannya, Kejaksaan Agung meyakini telah terjadi perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (persero) yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara.

 


Dugaan

Hal itu terbukti dari dokumen perencanaan pengadaan yang tidak dibuat, juga menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. Padahal seharusnya pembangunan harus menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016. Namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah ada.

Kemudian, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodasi permintaan dari ASPATINDO, sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, sebab Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.

Kemudian, PT Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak yaitu Oktober 2016 sampai dengan Oktober 2017 dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen.

 


Geledah Sejumlah Tempat

Selanjutnya, pada periode November 2017 sampai dengan Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN (persero) melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.

PT PLN (persero) dan pihak penyedia juga melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi kurang lebih 10 ribu set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, dikarenakan alasan pekerjaan belum selesai.

Hasilnya, Kejaksaan Agung menemukan tambahan alokasi sebanyak 3 ribu set tower di luar kontrak dan addendum. Penyidik pun langsung melakukan serangkaian tindakan, mulai dari penggeledahan, yang bertempat di tiga titik lokasi yakni PT Bukaka, rumah, dan apartemen pribadi milik Direktur PT Bukaka, Saptiastuti Hapsari.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya