Uji Mental Pengusaha Krupuk di Banyuwangi Saat Cuaca Ekstrem Tiba

Harga kerupuk sendiri berkisar antara Rp 10 ribu sampai Rp 12 ribu, tergantung banyaknya orderan yang harus dipenuhi.

oleh Hermawan Arifianto diperbarui 20 Okt 2022, 00:06 WIB
Para pengusha kerupuk kelimpungan untuk menjemur krupuknya akibat cuaca ektrem di Banyuwangi (Hermawan Arifianto/Liputan6.com)

Liputan6.com, Banyuwangi - Cuaca ekstrem yang melanda Banyuwangi sejak awal Oktober berdampak pada produksi kerupuk milik Suwatik (40). Selama dua pekan terakhir, omzetnya menjadi tidak karuan, seringnya sinar matahari tertutup awan dan datangnya hujan membuat produksi kerupuk hanya selesai di pengolahan namun tak bisa menjemur untuk mendapatkan kualitas kerupuk yang premium.

Jika sinar matahari tertutup awan, proses penjemuran membutuhkan waktu hingga berhari-hari, kondisi ini memicu penurunan kualitas kerupuk dan distribusi kerupuk menjadi tidak maksimal, hasilnya omzet menurun.

"Kalau sudah hujan seperti ini pengusaha kerupuk harus kuat mental, berpikir keras bagaimana kerupuk tetap bisa kering dan bisa dijual," kata Suwatik, Rabu (19/10/2022).

Dalam satu hari jika sinar matahari normal, produksi kerupuk milik Suwatik bisa mencapai satu kwintal, namun berbeda saat cuaca ekstrem melanda, satu kwintal kerupuk bisa diproduksi dalam jangka dua hingga tiga hari.

Harga kerupuk sendiri berkisar antara Rp 10 ribu sampai Rp 12 ribu, tergantung banyaknya orderan yang harus dipenuhi.

"Kalau beli satu kilogram harganya Rp 12 ribu, tapi kalau lebih dari lima kilogram harganya Rp 10 ribu," ungkap Suwatik.

Biasanya Suwatik memasok kebutuhan kerupuk di pasar Genteng Banyuwangi, permintaan yang terus membeludak membuat Suwatik harus berpikir panjang untuk menyiasati kerupuknya kering dan layak untuk dijual.

"Kalau sudah hujan seperti ini ya harus siap sedia berjaga di lahan penjemuran, kalau pas hujan reda dan ada sedikit panas ya harus langsung dijemur, kalau hujan lagi segera dimasukkan, ya intinya harus kuat mentallah," tegas Suwatik. 


Fenomena La Nina

Para pengusaha kerupuk di Banyuwangi bersusah payah menjemur krupuk produksinya ditengah cuaca ekstrem (Hermawan Arifianto/Liputan6.com)

Badan Metorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut cuaca ekstrim yang terjadi dampak dari adanya fenomena La Nina.

La Nina adalah fenomena naiknya suhu muka laut (SML) di mana bagian tengah Samudera Pasifik mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.

Kondisi itu memicu percepatan pertumbuhan awan hujan yang berdampak pada intensitas hujan yang dihasilkan.

"La Nina sedang terjadi di Samudera Pasifik itu yang menyebabkan hujan terjadi dengan intesitas tinggi," kata Prakirawan BMKG Banyuwangi, Gede Agus Purbawa.

Selain itu, imbas dari La Nina juga menyebabkan majunya jadwal musim penghujan di Banyuwangi. Seharusnya musim hujan terjadi pada bulan November, kali ini lebih maju sejak September lalu.

"Jadi musim hujannya maju. Di Banyuwangi barat dan selatan untuk puncak musim hujannya diprediksi Desember - Januari. Sementara Banyuwangi utara dan timur itu bisa Januari - Februari 2023 baru memasuki musim hujan," ujarnya.

BMKG memprakirakan La Nina akan berlangsung hingga periode Desember 2022 hingga Februari 2023. Setelahnya akan berangsur menuju kondisi netral.

 

 

Infografis Cuaca Ekstrem, Jakarta Siaga Banjir Besar? (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya