Desa di India Larang Warga Nyalakan Ponsel dan Televisi Selama 1,5 Jam Sehari

Aturan untuk mematikan ponsel dan televisi itu dilakukan pihak desa di India untuk mengendalikan dua kecanduan modern.

oleh Putu Elmira diperbarui 23 Okt 2022, 02:02 WIB
Ilustrasi ponsel (Foto: Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah desa di negara bagian Maharashtra India punya cara unik untuk mengendalikan dua kecanduan modern, yakni televisi dan internet. Lepasnya ketergantungan tersebut dilakukan selama beberapa jam setiap hari.

Dikutip dari BBC, Rabu (19/10/2022), sebuah sirene berbunyi pada pukul 19.00 setiap malam di desa Vadgaon di Distrik Sangli. Hal tersebut menjadi pertanda kepada semua warga desa untuk mematikan televisi dan ponsel mereka.

Kedua instrumen, yakni televisi dan internet, dapat dinyalakan saat dewan desa kembali membunyikan sirene pada pukul 20.30. "Kami memutuskan pada pertemuan desa pada 14 Agustus - menjelang Hari Kemerdekaan India - bahwa kami perlu menghentikan kecanduan ini," kata Vijay Mohite, presiden dewan desa, kepada BBC Hindi.

"Mulai hari berikutnya, semua televisi dan ponsel dimatikan ketika sirene berbunyi," tambahnya.

Vadgaon memiliki populasi sekitar 3.000 orang, sebagian besar terdiri dari petani dan pekerja pabrik gula. Vijay mengatakan anak-anak menjadi tergantung pada televisi dan ponsel untuk kelas online selama pandemi Covid-19.

Ketika lembaga pendidikan dibuka kembali tahun ini, anak-anak kembali ke kelas reguler di sekolah dan perguruan tinggi. "Tetapi, mereka kembali (dari kelas) untuk bermain di ponsel mereka atau duduk dan menonton televisi," katanya.

Ia menambahkan bahwa banyak orang dewasa juga menghabiskan terlalu banyak waktu di gawai mereka dan tidak berbicara satu sama lain. Vandana Mohite mengatakan bahwa dia merasa sulit untuk mengawasi kedua anaknya "karena mereka akan fokus sepenuhnya pada bermain ponsel atau menonton TV".


Bukan Hal yang Mudah

Ilustrasi ponsel | cottonbro dari Pexels

"Sejak peraturan baru ini dimulai, jauh lebih mudah bagi suami saya untuk pulang kerja dan membantu mereka belajar dan saya dapat dengan tenang melakukan pekerjaan saya di dapur," tambah Vandana.

Tetapi, tidak mudah bagi dewan desa untuk membuat semua orang setuju dengan ide detoks digital. Vijay mengatakan awalnya, ketika dewan membahas masalah ini dan sebuah proposal dibawa ke warga desa, orang-orang mencemooh gagasan itu.

Dewan kemudian mengumpulkan para perempuan desa yang cukup terbuka untuk mengakui bahwa mereka dapat tertarik untuk menonton banyak serial TV dan setuju bahwa seluruh desa harus mematikan televisi dan ponsel selama beberapa jam. Rapat dewan lainnya diadakan dan diputuskan bahwa sirene akan dipasang di atas kuil desa.

Keputusan itu tidak mudah untuk dilaksanakan. Saat sirene berbunyi, staf dewan dan kelompok penduduk desa harus berkeliling, mendesak orang-orang untuk mematikan TV dan ponsel mereka.

"(Sekarang), keputusan itu akhirnya diterapkan sepenuhnya di seluruh desa," kata Vijay.


Kata Psikolog

Ilustrasi ponsel/Copyright unsplash/Gilles Lambert

Namun, apakah mematikan TV dan ponsel secara singkat membantu? Jawabannya bisa, demikian seperti yang diungkapkan oleh Dr Manoj Kumar Sharma, seorang profesor psikologi klinis di National Institute of Mental Health and Neurosciences atau Nimhans.

"Covid telah meningkatkan preferensi untuk aktivitas online atau waktu yang dihabiskan untuk aktivitas online," kata Dr Sharma.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Dr Sharma dan rekan-rekannya yang melibatkan sebanyak 682 orang dewasa, terdiri atas 495 perempuan dan 187 laki-laki, antara Juli dan Desember 2020, menunjukkan bahwa "penggunaan internet problematik" adalah fenomena yang muncul dengan cepat di kalangan remaja dan dewasa muda. Hal tersebut adalah salah satu tantangan paling kritis yang muncul dari peningkatan penggunaan internet saat ini.

"Risiko penggunaan yang bermasalah meningkat dengan penggunaan internet yang tidak produktif secara berlebihan, yang dapat menyebabkan tekanan psikologis," demikian bunyi temuan dari studi tersebut. "Ini berpotensi merusak banyak aspek kehidupan remaja."


Kecenderungan pada Remaja

Ilustrasi ponsel(Foto: Unsplash)

Dr Sharma menambahkan bahwa remaja yang cenderung mengalami stres psikologis atau mereka yang mengalami stres cenderung menggunakan internet dalam berbagai bentuknya untuk melarikan diri sementara dari keadaan emosional yang tidak menyenangkan. Hal ini dapat menyebabkan mereka melewatkan interaksi sosial tatap muka, kumpul-kumpul sosial, interaksi keluarga, dan acara ekstrakurikuler untuk secara bertahap menjadi terisolasi.

"Puasa" digital secara sadar untuk terlibat dalam kegiatan berbasis kualitas adalah landasan untuk mengurangi ketergantungan pada aktivitas online, kata Dr Sharma. "Anda perlu berbicara dengan anak-anak dan memastikan mereka melakukan aktivitas fisik atau offline serta tidur dan asupan makanan yang cukup," dia melanjutkan.

Dilip Mohite, seorang petani tebu yang memiliki tiga putra yang masih bersekolah, mengatakan dia dapat melihat perbedaan dari keputusan yang dibuat. "Anak-anak hanya tidak berkonsentrasi pada studi mereka sebelumnya," katanya. "Sekarang, ada percakapan normal (di rumah, bahkan) di antara orang dewasa," lanjut Dilip.

INFOGRAFIS: Subsidi Kuota Internet Untuk Peserta Didik (Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya