20 Oktober 1983: Perdana Menteri Grenada Maurice Bishop Tewas Terbunuh

39 tahun silam, militer Grenada melakukan kudeta terhadap Perdana Menteri Bishop. Atas kejadian ini, Bishop terbunuh dan kepemimpinan Grenada di Karibia diambil alih oleh pemerintah pusat AS.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Okt 2022, 06:00 WIB
Potret wilayah pesisir Grenada. (Priscilla Du Preez/Unsplash)

Liputan6.com, St. George - Perdana Menteri Grenada Maurice Bishop tewas ditembak oleh angkatan bersenjata di markas militer di Ibu Kota St. George, Kepulauan Karibia, Grenada, AS.

Menurut seorang saksi, sebelum meninggal, Bishop berkata, "Ya Tuhan, ya Tuhan. Mereka mengarahkan senjata ke arah massa".

Sebelum itu, ribuan pengikutnya berkumpul di sekitar kediamannya di St. George untuk membebaskan sang perdana menteri dari tahanan rumah.

Kudeta

Bishop telah memimpin Grenada sejak 1979, setelah kudeta terhadap perdana menteri kontroversial, Sir Eric Gairy.

Empat tahun berikutnya, pada Oktober 1983, gerakan yang dinaungi Bishop, New Jewel Movement (NJM) sedang mengupayakan Revolusi Rakyat berdasarkan ideologi Marxis-Leninis.

Namun, di antara pemimpin NJM, perpecahan dan pertikaian telah berkembang. Wakil Perdana Menteri Bernard Coard dan Komandan Angkatan Bersenjata Grenada Jenderal Hudson Austin keberatan dengan keputusan Bishop untuk mencoba dan menjalin hubungan lebih dekat dengan Amerika Serikat.

Pada 13 Oktober, partai yang berkuasa mengadakan pertemuan dan memutuskan bahwa Bishop harus menjadi tahanan rumah.

Di minggu itu, muncul kabar-kabar yang saling bertentangan mengenai "apakah kudeta militer telah terjadi atau tidak".

Pada 14 Oktober, radio resmi setempat melaporkan, Bernard Coard mengundurkan diri dari jabatannya karena beredar rumor bahwa dialah yang merencanakan pembunuhan Bishop.

Akan tetapi, berita lain menyebutkan bahwa wakil perdana menteri yang radikal itu justru mengambil alih kekuasaan.

Sementara pada 17 Oktober, Jenderal Austin menyangkal adanya kudeta militer, tetapi ia mengatakan bahwa Bishop telah dikeluarkan dari NJM karena menolak untuk berbagi kekuasaan dan mempermalukan revolusi.

Setelah pembebasan PM Bishop dari tahanan rumah, pada 20 Oktober 1983, dia dan para pendukungnya berbaris menuju markas militer Fort Rupert, di mana dia yakin para perwira militer yang setia sedang ditahan.

Siang hari ketika mereka tiba di sana, pasukan di bawah komando Jenderal Austin menyerang mereka dan dilaporkan belasan demonstran terbunuh.

Jenderal Austin mengatakan bahwa PM Bishop mengancam akan menjatuhkan kepemimpinan angkatan bersenjata dan NJM. Saat itulah ia terbunuh, ketika massa menyerbu markas militer.

Namun, laporan lain menyebutkan, PM Bishop ditangkap dan ditembak mati di Fort Rupert bersama tiga rekan menteri dan dua pemimpin serikat massa. Tembakan itu terdengar dari barak militer.

 

 


Kerusuhan Internasional

Invasi AS ke Grenada 1983 (M.J. Green/US Army)

Saat kepemimpinan Maurice Bishop, Grenada menjalin hubungan dekat dengan Kuba dan menandatangani perjanjian senjata dengan Uni Soviet pada 1982.

Namun, menjelang akhir masa jabatan perdananya, Bishop menunjukkan tanda-tanda ingin membalikkan sikap pengisolasian Grenada.

Ia menerima tekanan dari negara tetangga di Karibia untuk membuka jalan bagi pemilihan umum dan reformasi demokrasi, serta diberi pinjaman dari International Monetary Fund (IMF).

Kudeta keras terhadap PM Bishop ini menyebabkan invasi AS atas Grenada di bulan yang sama dan menyebabkan kerusuhan internasional.

Presiden Ronald Reagan mengerahkan 6.000 tentara ke pulau itu untuk menggulingkan para pemimpin kudeta agar bertanggungjawab atas pembunuhan Bishop dan akhirnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Pemerintahan konstitusional diberlakukan pada 1984 dan partai-partai pusat megambil alih pemerintahan Karibia sejak saat itu.

Pendukung PM Bishop pun membentuk partai sosialis. Akan tetapi, perpecahan terjadi dan pada pemilu 1989 mereka tidak memenangkan kursi dari 15 anggota parlemen pulau itu, mereka hanya mendapatkan 2% suara.

 

 


Upaya Perebutan Kekuasaan

Kudeta terjadi lagi di Thailand setelah status darurat diberlakukan. Ini bukan kali pertamanya militer menggulingkan pemerintahan sipil.

Apa kudeta itu sebenarnya?

Kudeta adalah penggulingan pemerintahan yang ada secara tiba-tiba dan dengan kekerasan oleh sekelompok kecil. Secara sederhana, kudeta adalah salah satu upaya perebutan kekuasaan, khususnya dalam pemerintahan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, pengertian kudeta adalah perebutan kekuasaan (pemerintahan) dengan paksa. Mengudeta adalah melakukan perebutan kekuasaan dengan paksa dan tidak secara sah.

Secara informal, istilah kudeta terkadang digunakan untuk merujuk pada pengambilalihan atau kemenangan bukan hanya di bidang pemerintahan tetapi juga perusahaan. Hal ini biasanya dilakukan oleh sekolompok militer.

Untuk lebih rinci, berikut Liputan6.com ulas mengenai pengertian kudeta yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Senin (25/4/2022).

Kudeta adalah istilah yang berasal dari bahasa Perancis, coup d'état yang berarti pukulan negara. Ia biasa juga disebut coup. Dalam bahasa Prancis, kata tat, dikapitalisasi ketika menunjukkan entitas politik yang berdaulat.

Mengutip Cambridge Dictionary, kudeta adalah kekalahan mendadak pemerintah melalui kekuatan ilegal oleh sekelompok kecil, seringkali kelompok militer. Prasyarat utama kudeta adalah kendali atas semua atau sebagian angkatan bersenjata, polisi, dan elemen militer lainnya.

Sementara, menurut ilmuwan politik Universitas Kentucky Clayton Thyne, kudeta adalah upaya ilegal dan terbuka oleh militer atau elit lain dalam aparatur negara untuk menggulingkan eksekutif yang sedang menjabat.

Salah satu bentuk kudeta modern yang terkenal adalah kudeta di Prancis. Saat itu, Napoleon Bonaparte menggulingkan pemerintahan Louis XVI karena krisis perekonomian pada masa itu di tahun 1799 silam dan juga Napoleon III membubarkan majelis Republik Kedua Prancis pada 1851.


Kasus Kudeta 20 Tahun Terakhir

Para narapidana yang akan segera dibebaskan berada di atas truk saat pemberian amnesti yang menandai peringatan 74 tahun Hari Persatuan Myanmar di penjara Insein di Yangon, Myanmar, Jumat (12/2/2021). Kedua perintah tersebut ditandatangani oleh pemimpin junta militer Min Aung Hlain. (AP Photo)

1. Kudeta Mesir 2011 dan 2013

Contoh kudeta adalah kudeta Mesir. Pada 2011, jutaan warga sipil menggelar demonstrasi menuntut penggulingan Presiden Mesir Hosni Mubarak. Mubarak kemudian mengundurkan diri pada 11 Februari 2011, dengan kekuasaan diserahkan kepada junta militer, dipimpin oleh kepala negara yang efektif Mohamed Hussein Tantawi.

Kudeta Mesir berikutnya terjadi pada 3 Juli 2013. Sebuah koalisi militer yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah el-Sisi mencopot Presiden terpilih Mohamed Morsi dari kekuasaan dan menangguhkan konstitusi Mesir yang diadopsi setelah kudeta 2011.

2. Percobaan Kudeta Turki 2016

Pada 15 Juli 2016, militer Turki melakukan kudeta terhadap Presiden Recep Tayyip Erdoğan dan pemerintah sekuler Islamnya. Namun, kudeta ini tidak berhasil dilakukan. Upaya ini diduga direncanakan oleh sebuah faksi di tubuh Angkatan Bersenjata Turki namun upaya kudeta ini telah gagal.

3. Kudeta Sudan 2019

Sudan juga sempat mengalami kudeta. Pada April 2019, diktator Omar al-Bashir telah dihapus dari kekuasaan oleh faksi militer Sudan setelah hampir 30 tahun berkuasa. Pada 12 April 2019, sehari setelah penggulingan al-Bashir, Letnan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dilantik sebagai ketua Dewan Militer Transisi yang berkuasa di Sudan dan kepala negara resmi.

4. Kudeta Myanmar 2021

Kudeta yang baru saja terjadi adalah kudeta Myanmar. Pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi bersama sejumlah tokoh Partai National League of Democracy (NLD) ditahan pada hari Senin, 1 Februari 2021 setelah militer merebut kekuasaan dengan paksa melalui kudeta. Tidak hanya Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Myint juga turut ditangkap oleh militer Myanmar.

Militer Myanmar melakukan kudeta militer dan seluruh otoritas pemerintahan diberikan kepada komandan tertinggi dan keadaan darurat telah diumumkan. Kudeta militer Myanmar terjadi karena didasari pada klaim dari pihak militer tentang kecurangan daftar pemilih dalam pemungutan suara yang memenangkan Aung San Suu Kyi. Militer juga mengatakan pemerintah gagal dalam menunda pemilihan karena masih dalam pandemi Covid-19.

Permasalahan kudeta militer berawal dari pemilu November 2020 yang merupakan pemilu kedua setelah keluar dari pemerintahan di bawah militer semenjak tahun 2011 silam. Pihak militer Myanmar menuduh kecurangan yang ada pada pemilu Myanmar November 2020, perolehan NLD jauh lebih besar dari yang diperkirakan.

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya