Ingin Selalu Sempurna, Mungkinkah Kamu Perfeksionis?

Salah satu sifat yang bisa dikatakan mempunyai sisi baik dan sisi buruk, yakni perfeksionis.

oleh Sefan Angeline Reba diperbarui 19 Okt 2022, 18:00 WIB
Ilustrasi perfeksionis. (Photo by Brett Jordan on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Biasanya beragam sifat dan kepribadian orang terbentuk dari lingkungan sekitar. Salah satu sifatnya yaitu perfeksionis, yang mana masih diperbicangkan apakah perfeksionis itu sifat baik atau buruk.

Biasanya, ciri yang terlihat jelas dari orang perfeksionis yakni berusaha semaksimal mungkin hingga mencapai kesempurnaan pada apa pun yang ia kerjakan.

Dilansir Klikdokter, Rabu (19/10/2022), perfeksionis adalah kebutuhan untuk tampak sempurna, yang mana bisa dikatakan bersifat positif dalam meningkatkan peluang sukses seseorang.

Menurut Brené Brown, seorang penulis dan profesor di University of Houston Graduate College of Social Work yang dilansir Goodtherapy, ada hal yang membedakan antara perfeksionis dengan perilaku sehat.

“Perfeksionisme tidak sama dengan berjuang untuk menjadi yang terbaik. Kesempurnaan bukanlah tentang pencapaian dan pertumbuhan yang sehat. Sifat itu digunakan oleh banyak orang sebagai tameng dalam melindungi dari rasa sakit karena menyalahkan, menghakimi, atau memalukan,” ujarnya.

Namun, sebagian orang menganggap bahwa perfeksionis adalah sifat buruk, karena bisa mempengaruhi gangguan mental akibat kecemasan karena tidak bisa melampaui apa yang menurutnya sempurna.

Apakah Perfeksionis Baik?

Secara tak sadar, sebagian orang percaya bahwa perfeksionisme adalah motivator yang sehat, namun bukan itu permasalahannya. Faktanya, perfeksionis bisa juga membuat kalian merasa tidak bahagia bahkan tidak bersyukur dengan apapun yang dicapai.

Sifat ini dapat mempengaruhi berbagai kalangan, baik dari kawula muda hingga orang yang berumur. Pada akhirnya, hal itulah yang membuat orang akan terobsesi untuk sukses.

 


Apakah Perfeksionis Buruk?

Ilustrasi Overthinking Credit: freepik.com

 

Menurut Hill dan timnya, sebagaimana dilansir Inc.com, perbedaan bahwa perfeksionis itu baik atau buruk, terletak pada standar perfeksionis untuk orang itu sendiri.

Contoh bentuk perfeksionis yang salah terlihat jika seseorang mengatur dirinya sendiri untuk kegagalan secara terus-menerus dengan menetapkan standar yang begitu tinggi sehingga tidak ada orang lain yang bisa menghalangi.

Dampaknya? Bisa menyebabkan masalah mental yang serius, termasuk depresi, kecemasan, tidak memiliki nafsu makan, kelelahan, bahkan kematian sejak dini.

Selain berbicara soal buruknya, mereka juga mengungkapkan perfeksionis tidak selamanya buruk, karena melibatkan penetapan standar dari diri sendiri. Secara tidak langsung, upaya-upaya tersebut dapat membantu mempertahankan rasa pencapaian.

Pada intinya, jika kalian merasa memiliki sifat perfeksionis yang ‘baik’, maka lanjutkanlah. Namun jika merasa ‘buruk’, sangat disarankan untuk terus berpikir atau belajar lagi cara mengendalikan diri sendiri.


Jenis-jenis Perfeksionisme

Photo: Shutterstock

Sekadar informasi, ada beberapa tipe perfeksionis, apa saja?

1. Perfeksionisme standar pribadi

Seseorang akan menganggap jenis perfeksionis ini adalah standar untuk memotivasi mereka. Orang lain mungkin menganggap standar ini tinggi, namun berbeda dengan dirinya yang merasa harus menetapkan apapun yang dilakukan sesuai dengan standarnya.

Orang dengan standar perfeksionsme pribadinya mungkin cenderung tidak melakukan kebiasaan yang berbahaya untuk mengatasi stress.

2. Perfeksionisme kritis terhadap diri sendiri

Tipe ini dapat dikatakan memiliki pandangan cenderung terintimidasi oleh tujuan yang mereka tetapkan untuk diri mereka sendiri daripada merasa termotivasi. Biasanya seseorang yang memiliki tipe perfeksionis seperti ini sering merasa putus asa dan menganggap tujuan mereka tidak akan pernah tercapai.

Perfeksionisme kritis mengacu pada emosional yang negatif, seperti menghukum diri sendiri, kecemasan, kewalahan, hingga menghidari sekitar.

3. Perfeksionisme yang ditentukan secara sosial

Penelitian dalam studi York University tahun 2014, menjabarkan perfeksionis ini menggambarkan permintaan seseorang akan keunggulan yang diberikan pada pekerja, seperti pengacara, arsitek, dan lainnya.

Resiko memiliki pekerjaan seperti itu justru akan mengalami lebih banyak pikiran putus asa, stres, dan bisa saja melukai diri sendiri hingga bunuh diri.

Tipe perfeksionisme ini ditentukan secara sosial yang berpegang pada standar budaya atau masyarakat sehingga berusaha untuk memenuhi tujuan yang tidak realistis.


Apa Saja Faktor Penyebab Orang Jadi Perfeksionis?

Bukan hanya perfeksionis, kenali lebih dalam karakter-karakter perempuan berzodiak virgo. | pexels.com/@marcus-aurelius

Terkait dengan gangguan mental, perfeksionis bisa saja menjadi salah satu faktor penyebabnya. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan perfeksionisme dalam diri seseorang, meliputi:

  • Suka merasa takut atas opini kontra dari orang lain sehingga munculnya perasaan tidak enakan.

Hal ini bisa berdampak pada diri seseorang yang mana timbul perasaan tidak mampu mengerjakan tugas apapun.

  • Memiliki masalah kesehatan mental, seperti gangguan obsesif-kompulsif (OCD).

Hubungan antara OCD dan perfeksionis memang sudah terlihat jelas, namun belum tentu semua orang dengan karakter perfeksionis mengalami OCD, begitu juga sebaliknya.

  • Orang tua yang menerapkan perilaku perfeksionis kepada anaknya.

Contohnya, mendorong anaknya untuk berhasil di setiap bidang akademik maupun non-akademik.

  • Komunikasi yang buruk dengan orang disekitarnya menjadi salah satu faktor penyebab seseorang memiliki sifat perfeksionis.

Diketahui, karakter perfeksionis bisa muncul karena kurangnya komunikasi, sehingga kalian merasa segalanya harus selalu sempurna.

  • Memiliki pengalaman yang kurang baik, sehingga yang terjadi justru trauma dengan apapun yang dicapai.
Infografis Deretan Efek Negatif Marah bagi Kesehatan Tubuh. (Liputan6.com/Lois Wilhelmina)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya