Liputan6.com, Moskow - Media Barat melaporkan bahwa Vladimir Putin berada di bawah tekanan yang semakin meningkat.
Jurnalis BBC Steven Rosenberg melaporkan bahwa "Operasi militer khusus" Putin tidak berjalan sesuai rencana. Hal ini diakibatkan oleh serangan balasan Ukraina, yang membuat Rusia kehilangan wilayah yang telah didudukinya.
Advertisement
Sementara itu, wilayah Rusia yang berbatasan dengan Ukraina kini malah diserang terus menerus, dikutip dari BBC, Kamis (20/10/2022).
Terlebih lagi, pengumuman Kremlin bulan lalu tentang "mobilisasi parsial" memicu kekhawatiran luas di masyarakat Rusia.
Dengan dekrit Kremlin, Vladimir Putin telah memberlakukan darurat militer di empat wilayah Ukraina yang ia klaim telah dicaplok, meliputi: Luhansk, Donetsk, Zaporizhzhia, dan Kherson.
Di sisi lain, Kyiv bertekad untuk memenangkan kembali wilayah yang hilang.
Tetapi pemimpin Kremlin juga telah memperketat keamanan di seluruh Rusia, dengan memperkenalkan tiga tingkat keamanan yang berbeda.
Di wilayah-wilayah yang dekat dengan perbatasan dengan Ukraina, seperti wilayah Belgorod, Bryansk, Krasnodar dan Rostov, serta di Krimea yang sudah mereka caplok.
Dalam sebuah pesan di media sosial, Walikota Moskow Sergei Sobyanin mencoba meyakinkan warga Moskow bahwa "tidak akan ada tindakan yang membatasi ritme kehidupan", meski saat ini negara itu terlibat dalam perang.
Untuk melaksanakan dekrit Presiden Putin, semua gubernur daerah telah diperintahkan untuk mendirikan "markas operasional". Ini mencakup pemimpin di masing-masing daerah, mulai dari perwakilan militer dan polisi.
Gubernur regional juga telah diperintahkan untuk "memenuhi kebutuhan Angkatan Bersenjata Federasi Rusia dan pasukan lain". Hal ini tampaknya akan memberikan kekuatan yang lebih besar kepada militer Rusia.
Putin Sebut Perang di Ukraina Semakin Buat Rusia Kuat
Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu (7/9) mengatakan negaranya sama sekali tidak merugi dari operasi militernya di Ukraina dan telah memperkuat kedaulatan Rusia.
Berbicara pada sebuah forum ekonomi, Putin mengatakan semua tindakan Rusia “diarahkan untuk membantu rakyat Donbas.”
“Ini pada akhirnya akan mengarah pada penguatan negara kami dari dalam dan untuk kebijakan luar negerinya,” kata Putin, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (8/9/2022).
Rusia menginvasi Ukraina pada akhir Februari. Dan setelah meninggalkan gerak majunya ke ibu kota Ukraina, Kyiv, Rusia kemudian memfokuskan upaya militernya di kawasan Donbas, Ukraina Timur, di mana mereka yang pro-Rusia telah bertempur melawan pasukan Ukraina sejak 2014.
Putin juga mengkritik kesepakatan yang diperantarai PBB dan Turki yang memulai kembali pengiriman biji-bijian Ukraina di tengah-tengah krisis pangan global. Ia mengatakan ekspor itu tidak akan sampai ke negara-negara termiskin di dunia.
Pusat Koordinasi Gabungan yang mengawasi penerapan kesepakatan itu mengatakan bahwa hingga Selasa, lebih dari 2,2 metrik ton biji-bijian dan bahan pangan lainnya telah meninggalkan pelabuhan-pelabuhan Ukraina di dalam sekitar 100 kapal. Tujuan kapal-kapal itu mencakup Italia, Turki, Iran, China, Romania, Djibouti, Jerman dan Lebanon.
Mykhailo Podolyak, penasihat Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, mengatakan kepada Reuters bahwa komentar Rusia mengenai kesepakatan itu “tidak terduga” dan “tidak berdasar.”
Sementara itu Kementerian Pertahanan Inggris pada Rabu pagi mengatakan bahwa dalam periode 24 jam sebelumnya terjadi pertempuran hebat di Donbas, di dekat Kharkiv di Ukraina Utara dan di Kherson Oblast di Ukraina Selatan.
“Beberapa ancaman serentak yang menyebar sejauh 500 km akan menguji kemampuan Rusia untuk mengoordinasikan desain operasional dan merealokasikan sumber daya ke berbagai kelompok kekuatan,” kata kementerian itu. “Sebelum perang, kegagalan Rusia melakukan ini adalah salah satu alasan yang mendasari kinerja buruk militer.”
Advertisement
Badan Nuklir PBB Khawatirkan Keamanan di PLTN Zaporizhzhia Ukraina
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan hari Selasa (6/9), pihaknya "masih sangat prihatin" tentang keselamatan dan keamanan pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa, fasilitas Zaporizhzhia yang terletak di tengah medan pertempuran antara pasukan Ukraina dan Rusia di Ukraina selatan.
“Kini situasinya tidak bisa dipertahankan, dan langkah terbaik untuk menjamin keselamatan dan keamanan fasilitas nuklir Ukraina dan rakyatnya adalah, mengakhiri konflik bersenjata sekarang,” kata badan nuklir PBB dalam sebuah laporan baru, setelah kepala IAEA Rafael Grossi dan tim pengawas mengunjungi lokasi itu pekan lalu, bahkan ketika terjadi penembakan di dekat fasilitas.
IAEA mengatakan mereka mendapati kerusakan parah di pabrik itu tetapi tidak menyalahkan kedua pihak yang berseteru itu, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (8/9/2022).
Rusia yang pasukannya mengendalikan fasilitas itu sejak awal invasinya, dan Ukraina yang para insinyurnya menjalankan fassilitas itu, masing-masing menuduh pihak lain yang menembaki fasilitas itu.
Inspektur IAEA mengatakan mereka menemukan pasukan dan peralatan Rusia di dalam, termasuk kendaraan militer yang diparkir di dekat turbin. "Staf Ukraina yang mengelola fasilitas itu di bawah pendudukan militer Rusia dan berada di bawah tekanan yang konstan, terutama dengan terbatasnya staf yang tersedia," kata laporan IAEA.
Rusia Izinkan Pemeriksaan Pembangkit Nuklir Zaporizhzhia Oleh PBB
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, para pejabat PBB akan diberikan izin untuk mengunjungi dan memeriksa kompleks nuklir Zaporizhzhia.
Kremlin membuat pengumuman setelah panggilan telepon antara Putin dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, seperti dikutip dari laman BBC, Sabtu (20/8/2022).
Itu terjadi setelah Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan kepada BBC bahwa dia "prihatin" tentang situasi di pabrik tersebut.
Dia mengatakan, aktivitas militer di sekitar Zaporizhzhia harus diakhiri dan mendesak Moskow untuk memberikan akses kepada para inspektur.
Situs tersebut telah berada di bawah pendudukan Rusia sejak awal Maret tetapi teknisi Ukraina masih mengoperasikannya di bawah arahan Rusia.
Setelah percakapan telepon antara para pemimpin Prancis dan Rusia, Kremlin mengatakan bahwa Putin telah setuju untuk memberikan "bantuan yang diperlukan" kepada penyelidik PBB untuk mengakses situs tersebut.
"Kedua pemimpin mencatat pentingnya" mengirim ahli IAEA ke pabrik untuk penilaian "situasi di lapangan," kata Kremlin.
Direktur jenderal pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), menyambut baik pernyataan Putin, dan mengatakan dia bersedia untuk memimpin kunjungan ke pabrik itu sendiri.
"Dalam situasi yang sangat bergejolak dan rapuh ini, sangat penting bahwa tidak ada tindakan baru yang diambil yang dapat lebih membahayakan keselamatan dan keamanan salah satu pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di dunia," kata Rafael Grossi.
Advertisement