10 Poin Tanggapan dan Imbauan IAI Soal Kasus Gangguan Ginjal Akut pada Anak

Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menanggapi surat Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes soal gangguan ginjal akut progresif atipikal.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 20 Okt 2022, 14:35 WIB
Ilustrasi apoteker. Foto: Freepik.

Liputan6.com, Jakarta Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menanggapi surat Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes soal gangguan ginjal akut progresif atipikal.

Ini adalah surat Nomor: SR.01.05/III/3461/2022 Perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak tertanggal 18 Oktober 2022.

Berdasarkan hasil rapat Pengurus Pusat IAI bersama Dewan Pakar IAI pada 19 Oktober 2022 maka disampaikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Ikatan Apoteker Indonesia menghargai kebijakan pemerintah melalui surat edaran Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI Nomor: SR.01.05/III/3461/2022. Perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada anak.

Ini sebagai bentuk kewaspadaan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat dengan menghentikan sementara penggunaan obat sediaan sirup untuk terapi pada anak. Namun dalam kondisi tertentu, berdasarkan pertimbangan antara risiko dan manfaatnya dan diputuskan oleh dokter untuk tetap menggunakan obat dalam bentuk sediaan sirup, maka Apoteker perlu melakukan pengawasan bersama Dokter terkait keamanan penggunaan obat.

2. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 105, menyatakan bahwa sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku standar lainnya.

3. Senyawa etilen glikol dan dietilen glikol tidak digunakan dalam formulasi obat. Namun dimungkinkan keberadaannya dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirup dengan nilai toleransi 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol, serta 0,25 persen pada polietilen glikol (Farmakope Indonesia, US Pharmacopeia). Batas nilai toleransi tersebut tidak menimbulkan efek yang merugikan.


Selanjutnya

4. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 106, menyatakan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.

5. Obat yang mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah melalui proses pengujian dan memenuhi standar keamanan, kualitas dan kemanfaatannya, serta diproduksi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

6. Ikatan Apoteker Indonesia mengimbau kepada apoteker yang bekerja di industri farmasi untuk terus berupaya meningkatkan kepatuhan pada standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terutama dalam menjaga kualitas obat-obatan yang diproduksi.

7. Ikatan Apoteker Indonesia mengimbau kepada apoteker yang bekerja di sarana pelayanan kefarmasian dan di sarana pelayanan kesehatan untuk berkolaborasi bersama dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan informasi dan edukasi kepada pasien dan masyarakat.

Edukasi kepada pasien dan masyarakat ini terkait:

a. Penggunaan obat yang rasional dan aman

b. Rekomendasi penggunaan obat dalam bentuk sediaan lain

c. Rekomendasi terapi non farmakologi


Poin Berikutnya

8. Ikatan Apoteker Indonesia menghimbau kepada apoteker untuk berkolaborasi bersama dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk melakukan monitoring penggunaan obat oleh pasien atau masyarakat.

9. Ikatan Apoteker Indonesia menghimbau kepada apoteker untuk lebih memperhatikan kemungkinan terjadinya interaksi obat. Ataupun juga interaksi antara obat dengan makanan yang berisiko menimbulkan kejadian fatal seperti kegagalan organ termasuk kondisi gagal ginjal akut.

10. Ikatan Apoteker Indonesia menghimbau kepada apoteker untuk tetap memantau perkembangan informasi terkini. Dan memberikan informasi kepada masyarakat dengan benar sesuai referensi terkini untuk menenangkan masyarakat.

Imbauan ini dibuat untuk disampaikan kepada seluruh apoteker di fasilitas pelayanan kesehatan melalui pengurus cabang masing-masing.

Tanggapan serta imbauan ini ditandatangani oleh Ketua Umum IAI Noffendri dan Sekretaris Jenderal IAI Lilik Yusuf Indrajaya pada 19 Oktober 2022 di Jakarta.


Sudah 206 Kasus

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, sudah ada 206 anak dari 20 provinsi di Indonesia yang mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal atau gangguan ginjal akut misterius.

Data ini terhitung sejak Januari hingga 18 Oktober 2022. Angka kematian pada penyakit ini nyaris setengahnya yakni 48 persen.

"Tingkat kematian terjadi pada 99 anak atau 48 persen," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril dalam jumpa pers daring, pada Rabu, 19 Oktober 2022.

Data yang dimiliki Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sejak awal tahun 2022 sudah terdapat 1-2 kasus gangguan ginjal akut misterius per bulan. Namun, pada Agustus jumlahnya melonjak hingga puluhan.

Kebanyakan yang terkena gangguan ginjal akut adalah anak di bawah lima tahun. Namun, ada juga yang berusia belasan.

 

Infografis Gejala Gagal Ginjal Akut Misterius, Penyebab Kematian & Antisipasi (Liputan6/com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya