Liputan6.com, Jakarta - Analisis revisi dari Goldman Sachs memprediksi Inggris akan memasuki resesi yang lebih dalam dari yang diperkirakan sebelumnya pada tahun 2023 mendatang
Goldman Sachs menaikkan prospek terkait penurunan ekonomi Inggris, dalam analisis yang dirilis pada Minggu, 16 Oktober 2022.
Advertisement
Dilansir dari The Guardian, Kamis (20/10/2022) Goldman Sachs memperkirakan ekonomi Inggris akan menyusut 1 persen tahun depan, turun dari perkiraan sebelumnya untuk kontraksi 0,4 persen.
Bank investasi asal AS itu menyebut, salah satu faktor dari penurunan ini yaitu kenaikan pajak perusahaan menjadi 25 persen pada bulan April 2023, setelah PM Inggris Liz Truss mengaktifkan salah satu komitmen kampanye kepemimpinan Konservatif utamanya.
"Terkumpul dalam momentum pertumbuhan yang lebih lemah, kondisi keuangan yang secara signifikan lebih ketat, dan pajak perusahaan yang tinggi mulai April mendatang, kami menurunkan prospek pertumbuhan Inggris dan sekarang memperkirakan datangnya resesi yang lebih signifikan," tulis laporan terbaru Goldman Sachs.
Selain itu, analis Goldman Sachs juga memperkirakan suku bunga Inggris akan memuncak di angka 4,75 persen, sedikit lebih rendah dari 5 persen yang diperhitungkan sebelumnya.
Adapun sebuah survei lainnya yang dilakukan oleh perusahaan akuntan Deloitte, menemukan bahwa perusahaan Inggris sudah bersiap kenaikan suku bunga akan menyulitkan mereka untuk mengimbangi penurunan dan resesi selama tahun depan.
Jajak pendapat oleh Deloitte juga menemukan bahwa mayoritas direktur keuangan di Inggris sudah memperkirakan pendapatan perusahaan mereka akan turun selama 12 bulan ke depan, dan rencana untuk memotong biaya serta mengendalikan arus kas keluar telah menjadi dua prioritas utama.
IMF: 31 Negara Masuk Jurang Resesi Tahun Depan
Dana Moneter Internasional (IMF) mengeluarkan laporan prospek ekonomi dunia atau World Economic Outlook (WEO) Oktober 2022. Dalam laporan ini tertulis bahwa pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun depan diprediksi terpangkas 0,2 persen dari 2,9 persen menjadi 2,7 persen. Selain itu, laporan ini juga menulis bahwa 31 negara dunia bakal jatuh ke lubang resesi.
"Sekitar 43 persen, atau 31 dari 72 negara pertumbuhan ekonominya akan terkontraksi selama dua kuartal beruntun (resesi), atau lebih dari 1/3 kekuatan ekonomi dunia," tulis IMF dalam World Economic Outlook Oktober 2022, dikutip Rabu (12/10/2022).
Pertumbuhan ekonomi global terus menunjukan tren penurunan sejak 2021 di angka 5,2 persen ke 2,4 persen di 2022 dan hingga 2023 mendatang di level 1,1 persen. Ini disebabkan pelemahan ekonomi Amerika Serikat dan negara Uni Eropa yang terjebak dalam konflik geopolitik Rusia-Ukraina.
Berikut catatan kaki IMF terkait pelemahan ekonomi 2023 di sejumlah negara besar dunia:
Amerika Serikat
Pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam bakal terperosok dari 1,6 persen di 2022 menjadi 1,0 persen di 2023. Pada kuartal IV 2022, IMF pun memperkirakan ekonomi AS sama sekali tidak akan tumbuh.
Penyebabnya, penurunan pendapatan riil yang bisa dibelanjakan terus mengganggu permintaan konsumen. Lonjakan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral The Fed pun berpengaruh terhadap pengeluaran negara, khususnya untuk investasi di sektor perumahan.
Advertisement
Uni Eropa
Ekonomi kelompok negara benua biru diproyeksikan merosot tajam dari 3,1 persen di 2022 menjadi 0,5 persen di 2023. Beberapa negara seperti Jerman dan Italia bahkan diramal bakal terkontraksi, masing-masing menjadi minus 0,3 persen dan minus 0,2 persen.
Inggris/Britania Raya
Inggris bakal mengalami kemerosotan pertumbuhan ekonomi, dari 3,6 persen di 2022 menjadi 0,3 persen di 2023. Inflasi tinggi yang dialami negara milik Raja Charles III ini akan mengurangi daya beli. Sementara pengetatan kebijakan moneter berdampak pada konsumsi dan investasi.