Liputan6.com, Bali - Telkomsel memperkuat komitmen sebagai perusahaan mengedepankan proses bisnis berkelanjutan (sustainable business), dengan memperkenalkan program “Telkomsel Jaga Bumi”.
Telkomsel Jaga Bumi sendiri adalah program CSR di mana masyarakat dapat terlibat langsung menjaga kelestarian, dan masa depan Bumi melalui upaya-upaya kolaboratif.
Advertisement
Vice President Corporate Communications Telkomsel, Saki Hamsat Bramono, mengatakan program ini langkah konkrit Telkomsel sebagai pelaku industri yang menerapkan prinsip environment, social and governance (ESG) pada setiap proses bisnis perusahaan.
Saki mengatakan, "Kita sadari teknologi tidak jauh dari sampah plastik, dan Telkomsel beserta operator lainnya ternyata kontributor sampah terbesar dari bekas sim card."
Dijelaskan, saat ini operator seluler memproduksi total 200 juta pieces kartu sim atau kartu perdana.
"200 juta itu total dari semua operator seluler, bukan Telkomsel saja. Melihat angka itu, kita tergerak untuk mencari solusi," ujar Saki.
Solusi tersebut datang lewat kerja sama dengan startup lokal bernama PlusTik.
“Bersama PlusTik, kami mulai mendaur ulang limbah kartu perdana berbahan material plastik, seperti kemasan kartu perdana dan cangkang sim card,” katanya.
Diketahui, banyak pengguna kerap kali meninggalkan kemasan kartu perdana dan cangkang kartu sim di outlet atau dibuang sembarangan.
Lewat program ini, pembeli dan pemilik outlet dapat membuang sampah itu ke kotak pengumpulan yang nantinya akan diolah oleh PlusTik.
"Saat ini, program Telkomsel Jaga Bumi masih pilot project di Bali. Rencananya minggu depan akan diadopsi ke outlet Jabodetabek dan Jabar."
Didaur Ulang Menjadi Holder HP hingga Conblock
Founder dan CEO PlusTik, Reza Hasfinanda menyampaikan, “Kami sangat senang sekali ketika Telkomsel mengajak kolaborasi untuk mengurus sampah plastik, terutama milik mereka sendiri."
"Sementara yang lain sibuk menyelesaikan masalah botol plastik, kolaborasi ini menunjukkan Telkomsel peduli dan bertanggung jawab terhadap sampah plastik mereka," ucap Reza.
Reza menjelaskan, "Setelah melalui proses olahan, limbah ini akan diubah menjadi new non single use product, diantaranya untuk menjadi smartphone holder dan pavement block.”
Smartphone holder hasil daur ulang akan didistribusikan kembali ke outlet-outlet reseller, dan dapat digunakan untuk smartphone yang mereka display.
Kemudian untuk produk pavement blocks yang dihasilkan akan digunakan oleh Telkomsel sebagai bahan material untuk kebutuhan renovasi maupun pembangunan fasilitas gedung baru di masa mendatang.
Melalui aksi kolaboratif bersama PlusTik, Telkomsel mengambil langkah terdepan untuk menghadirkan solusi atas persoalan limbah plastik di Indonesia.
“Telkomsel menjadi operator pertama di Indonesia yang menggelar program seperti ini, dimana kita mengolah sampah kartu perdana dan cangkangnya,” jelas Saki.
Selain milik Telkomsel, perusahaan juga mengumpulkan sampah kartu perdana milik operator yang ada di 3000 outlet.
“Bukan hanya milik Telkomsel, sampah milik operator lainnya juga kita collect,” katanya.
PlusTik sendiri merupakan startup yang bertujuan mengurangi sampah plastik rendah nilai tanpa dipilah dari tempat pembuangan akhir (TPA), dan menggunakannya untuk dijadikan barang baru tidak sekali pakai.
PlusTik saat ini beroperasi di TPA Galuga Bogor dan mengambil sampah plastik rendah nilai hingga 5 ton perharinya.
Advertisement
Didukung 3.000 Outlet di Bali
Perusahaan juga memiliki dua inisiatif lainnya yang dalam waktu dekat akan turut diimplementasikan sebagai bagian dari program Telkomsel Jaga Bumi.
Kedua inisiatif tersebut di antaranya berkaitan dengan upaya penyeimbangan nilai emisi (carbon offset) dan digitalisasi kawasan hutan mangrove.
Program ini juga mendapatkan dukungan dari 3000 outlet yang ada di Bali, dimana salah satunya berbagi pengalaman.
"Kami sambut baik program Telkomsel Jaga Bumi ini, karena sejak berdiri 7 tahun lalu tindakan yang dilakukan cukup simple," ucap Bunga, pemilik Nuansa Cell.
Dia menjelaskan, "karena di cangkang sim card ada nomor hape konsumer, sehingga biasanya kita berikan kembali ke konsumer sehingga kita tidak tahu apakah mereka membuangnya atau disimpan."
Dengan program ini, dalam kurun waktu dua bulan kami membiasakan bila ada konsumer beli, kita menyarankan untuk memfoto cangkang sim card tersebut.
"Setelah itu, kita mengimbau mereka bila berkenan memasukkan cangkang bekas sim card itu ke dalam boks pengumpulan."
Meski begitu, Bunga mengakui masih ada saja konsumer yang tidak ingin repot dan malas bawa cangkang.
"Ada konsumer macam itu, jujurly kita akan simpan dalam boks terpisah. Tapi ngga banyak, mungkin ada 1 dari 30 orang."