Menapaki Agats Papua, Kota di Atas Papan

Setiap jalan raya atau jalan setapak di kota ini dibangun di atas papan selebar trotoar.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 22 Okt 2022, 00:00 WIB
Pembagian masker di Agats, ibu kota Kabupaten Asmat. (Liputan6.com/Humas Pemkab Asmat/Katharina Janur)

Liputan6.com, Papua - Salah satu kota yang terbilang cukup unik di Indonesia adalah Kota Agats. Kota ini didiami oleh Suku Asmat di Papua.

Mengutip dari papua.bpk.go.id, keunikan Kota Agats terletak pada penggunaan papan di setiap jalannya. Kota ini berdiri di atas tanah gambut, sehingga tak memiliki jalan raya.

Setiap jalan raya atau jalan setapak di kota ini dibangun di atas papan selebar trotoar. Untuk menjangkau distrik lain, masyarakat biasanya menggunakan canoe atau speed boat dengan biaya sewa yang cukup mahal.

Ya, jalanan berpapan di Kota Agats ini sekilas mirip sengan jalan dermaga. Seluruh jalan di kota Agats memang menyerupai jembatan yang dibuat dari kayu besi.

Namun, seiring perkembangan zaman dan teknologi, jembatan-jembatan ini mulai disempurnakan dalam bentuk beton yang lebih kuat lagi. Semua bangunan di kota ini pun menyesuaikan dengan bentuk rumah-rumah panggung.

Selain jalanannya, keunikan lain yang dimiliki oleh kota ini adalah penggunaan sepeda motor bertenaga listrik. Motor tersebut merupakan alat transportasi utama di dalam kota.

Alasannya, jalan jembatan kayu yang terbentang luas di seluruh wilayah Agats ini dinilai tidak akan mampu menahan beban motor mesin dan mobil yang cukup berat. Selain motor listrik, para penduduk Agats yang sebagian besar merupakan pendatang dari wilayah luar Asmat ini mengandalkan transportasi laut berupa perahu motor atau sekadar berjalan kaki.

Kondisi tanah rawa yang mengakibatkan tanah sulit menyediakan air bersih ini berdampak pada ketersediaan air bersih di Kota Agats. Hingga kini, mereka bertahan dengan air hujan yang ditampung di tabung-tabung air.

Meski memiliki beberapa keterbatasan, tetapi sarana-prasarana dan infrastruktur Kota Agats sudah cukup memadai. Pelabuhan, kantor pemerintahan, rumah sakit, pasar, kantor polisi, pos tentara, sekolah, bahkan museum sudah ada di kota ini.

Penduduk pun dengan leluasa melakukan berbagai aktivitas dan sedikit demi sedikit mengembangkan usaha-usaha untuk menunjang kehidupan mereka. Banyak dari mereka yang akhirnya membuka toko kebutuhan sehari-hari atau rumah makan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Sejarah Kota Agats

Kota Agats merupakan ibu kota dari sebuah wilayah pemekaran baru Kabupaten Asmat, yang merupakan bagian dari Provinsi Papua. Kota ini berada di pesisir selatan Pulau Papua serta berdekatan dengan wilayah Timika yang berada di Kabupaten Mimika.

Agats merupakan kota penting bagi distrik-distrik di sekitarnya. Pasalnya, kota ini memegang peranan utama dalam menjalankan roda perekonomian dan pemerintahan.

Pada laman indonesiakaya.com tertulis, hampir seratus tahun lalu, seorang Pastor berkebangsaan Belanda bernama Jan Smith melangsungkan misi pekabaran Injil di wilayah pedalaman Suku Asmat. Saat itu, segalanya masih terbatas dan suku Asmat terbilang masih primitif.

Meski menghadapi banyak tantangan dalam misinya, Pastor Jan Smith tetap bertahan di dalam keteguhan hatinya melayani Tuhan. Suatu ketika, sang Pastor terbunuh secara misterius.

Sebelum meninggal, ia pernah membuat sebuah pernyataan yang sering juga diartikan sebagai kutukan oleh penduduk setempat. Ia mengatakan bahwa wilayah pesisir selatan Papua, yakni Agats, akan basah dan menjadi wilayah rawa untuk selamanya.

Hingga kini, masyarakat Agats masih percaya pada mitos kutukan tersebut. Mereka menganggap bahwa ucapan yang dilontarkan oleh sang Pastor adalah penyebab kota Agats akan selalu menjadi kota yang berdiri di atas Rawa.

Ucapan Pastor yang patungnya didirikan di pelabuhan kecil Agats ini pun sudah tersebar luas dari mulut ke mulut dan dianggap sebagai mitos terjadinya tanah berlumpur di Agats.

 


Potensi Wisata Kota Agats

Beberapa hal di atas, justru menjadi daya tarik tersendiri yang dimiliki Kota Agats. Untuk mempelajari kehidupan Suku Asmat lebih lanjut, pengunjung bisa mampir ke museumnya.

Tak jauh dari pusat kota Agats, juga terdapat sebuah desa tradisional bernama Syuru. Desa Syuru menyimpan berbagai kebudayaan khas Asmat.

Hal itu bisa dilihat dari rumah bujang “jew” hingga ukiran-ukiran kebanggaan Asmat. Pengunjung juga bisa menyaksikan proses pembuatan ukiran tersebut.

Bisa dikatakan bahwa Desa Syuru merupakan titik awal untuk mempelajari berbagai kebudayaan Asmat sebelum masuk ke wilayah pedalaman lain, seperti Sawaerma atau Asuwetsy. Kota Agats seakan menjadi titik awal petualangan untuk mengenal keberadaan suku Asmat di bumi Papua lebih jauh lagi.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya