Liputan6.com, Jakarta Warga yang tergabung dalam citizen lawsuit pencemaran udara Jakarta (CLS Udara) berhasil memenangkan perkara gugatan polusi udara di Jakarta setelah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan atau vonis Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan nomor 374/PDT.G-LH/2019/PN.JAK.PUS.
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menguatkan putusan hakim yang memerintahkan agar Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Kesehatan (Menkes), dan kepala daerah untuk segera mengatasi pencemaran udara Jakarta.
Baca Juga
Advertisement
Total ada 32 penggugat yang berasal dari berbagai elemen masyarakat mulai dari mahasiswa, wiraswasta, karyawan sampai dengan aktivis lingkungan. Diketahui, warga menuntut tujuh tergugat, yaitu Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, hingga Gubernur Banten.
“Banding yang diajukan oleh pemerintah sejak awal jelas menunjukan bahwa pemerintah gagal melihat bahwa gugatan ini sebagai upaya evaluasi pengendalian polusi udara di DKI Jakarta," kata tim advokasi warga, Jeanny Sirait dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (21/10/2022).
Jeanny menyatakan kemenangan kembali warga Jakarta atas proses banding gugatan polusi udara ini menguatkan fakta bahwa udara bersih adalah kebutuhan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari warga DKI Jakarta.
Dia menyatakan bahwa gugatan warga atas pencemaran udara Jakarta ini telah dilayangkan oleh 32 warga sejak 4 Juli 2019. Pada tanggal 16 September 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa lima dari tujuh tergugat telah melawan hukum.
Diminta Tak Ajukan Kasasi
PN Jakpus juga menghukum para tergugat untuk menjalankan sembilan poin putusan hakim sebagai upaya untuk mengendalikan pencemaran udara Jakarta dalam putusan perkara nomor:549/PDT/2022/PT DKI itu.
“Kami mendesak pemerintah untuk tidak lagi mengajukan kasasi atas putusan banding yang dimenangkan warga ini. Bagi warga dan seluruh rakyat Indonesia, ini bukan lagi waktu yang tepat untuk adu kuat dalam proses hukum, kesehatan dan kekuatan nafas warga Jakarta menjadi taruhannya," jelas Jeanny.
Jeanny menyampaikan dibandingkan melakukan kasasi, akan lebih bijaksana jika pemerintah memanfaatkan waktu yang ada untuk segera memastikan berjalannya perbaikan sistem pengendalian udara bersih di Jakarta dengan cepat.
"Tidak boleh lagi ada penundaan. Memastikan standar baku mutu udara (BMUA) yang sesuai WHO misalnya.” kata dia.
Pasalnya, Jeanny menyebut bahwa hingga saat ini, standar baku mutu udara ambien (BMUA) di Indonesia tercatat 55 mikrogram per kubik untuk harian dan 15 mikrogram per kubik untuk tahunan.
Angka ini dianggap tiga kali lebih rendah dari standar WHO yang berpedoman pada maksimal 15 mikrogram per kubik untuk harian dan 5 mikrogram per kubik untuk tahunan.
Advertisement