Cerita Mahfud soal Santri, Dulu Dipandang Kampungan Sekarang Jadi Budaya

Mahfud mengatakan, setiap kontestasi politik di Indonesia pun selalu memperhatikan dukungan umat Islam dan kaum santri.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 21 Okt 2022, 12:23 WIB
Pemerintah menyelengarakan Hari Santri Nasional 2022 di Gedung Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) dengan mengundang berbagai kalangan ulama, habib, santri, hingga pejabat negara. Adapun tema yang diusung adalah "Ideologi Negara, Ideologi Santri". (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengulas kemajuan pesat para santri yang merupakan bagian dari pejuang kemerdekaan Indonesia dan pembangun ideologi Pancasila.

"Sekarang ini kaum santri mengalami kemajuan yang luar biasa. Kalau dulu sering diejek sebagai kaum udik dan kampungan dan hanya bisa bekerja di sektor kantor Kemenag dalam artian disempitkan di ranah itu, sekarang kaum santri juga mengalami mobilitas yang luar biasa," kata Mahfud di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Jumat (21/10/2022).

"Ada yang jadi Presiden, Wapres, termasuk di berbagai profesi pejabat, akademisi termasuk dalam ormas, politisi, gubernur, bupati, walkot dan bahkan ada yang sastrawan, seniman yang sangat berpengaruh di Indonesia," sambung Mahfud.

Mahfud menyebut, sudah banyak santri yang masuk ke berbagai jabatan di perguruan tinggi dan bekerja dalam hal terkait pengurusan agama, serta sektor berbangsa dan bernegara. Polri misalnya yang sampai tahun 1970-an masih dianggap angker dan dikesankan jauh dari Islam.

"Dianggap tidak mengerti Islam dan sekarang ini markas-markasnya sudah sering menjadi tempat pengajian, tempat tadarus al Quran, bahkan di lingkungan Polri ada seragam muslimah Polri yang dipakai saat dinas di lapangan. Di kantor-kantor pemerintah bukan hanya di kantor masjid tapi juga dibentuk majelis taklim, kelompok-kelompok pengajian di kelompok pegawai, kalangan ibu-ibu dan bapak-bapak," jelas dia.

 


Pesantren Berakreditasi

Santri-santri El Bayan dalam acara “Shalawat Untuk Negeri”. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).

Mahfud mengatakan, setiap kontestasi politik di Indonesia pun selalu memperhatikan dukungan umat Islam dan kaum santri. Tidak mungkin ada sosok yang mengikuti kontestasi politik dengan menyatakan tidak mau dukungan dari kalangan santri.

"Karena kaum santri sekarang sudah mengalami mobilitas sosial sangat tinggi. Ini bukti bahwa umat Islam itu tidak ditakuti dalam proses politik di negeri ini, melainkan selalu diperhitungkan peran-perannya," ujarnya.

Kini Pondok Pesantren (Ponpes) pun terdiri dari bangunan megah yang dilengkapi dengan sekolah berakreditasi bagus, serta laboratorium komputer hingga sains. Masyarakat pun berebutan mengirimkan anaknya sekolah ke ponpes, terutama warga kota besar yang sibuk dengan pekerjaan.

"Mereka merasa aman kalau putra putrinya dijadikan santri saat ini," kata Mahfud.

 


Perguruan Tinggi Islam Berkembang

Menko Polhukam Mahfud MD

Termasuk juga Perguruan Tinggi Islam yang dulu sudah bangga dengan pendidikan Islam konvesional, kini sudah berkembang menjadi 27 Universitas Islam Negeri dengan kampus megah dan akademisi yang hebat. Pemerintah juga mendirikan Universitas Islam Internasional untuk menjadikan Indonesia sebagai tempat yang tepat melakukan studi keislaman.

"Dalam kehidupan sehari-hari sekarang ini di Indonesia sudah hidup budaya santri, sudah hidup budaya Islam seperti kebiasaan Islam di kalangan guru besar. Di kampus-kampus umum pun UI, ITB, UGM. Mengucapkan salam, mengadakan waktu isoma di sela rapat, salawatan, tilawatil quran, dan doa-doa yang dulunya dianggap sebagai kebiasaan aneh kalau masuk acara cara formal, sekarang tidak aneh lagi," terangnya.

Terlebih, pejabat tinggi negara yang muslim juga dengan bangga menyelenggarakan perkawinan putra putrinya melalui akulturasi antara budaya lokal dan budaya Islam.

"Termasuk Istana, Presiden Jokowi dan Pak Maruf Amin sering mengundang santri untuk salawatan di Istana Negara. Dengan demikian, tidak ada diskriminasi terhadap kaum muslimin, semua boleh kontestasi secara demokratis," Mahfud menandaskan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya