Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengambil langkah serius guna mengentaskan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen pada 2024. Salah satu caranya lewat reformasi birokrasi berdampak yang fokus pada pengentasan kemiskinan.
Selama ini, program pengentasan kemiskinan dianggap belum menjangkau target yang tepat karena minimnya kolaborasi dan tingginya ego sektoral.
Advertisement
Sekretaris Eksekutif Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) Eko Prasojo menjelaskan, reformasi birokrasi (RB) belum mampu mencapai target yang diharapkan, karena selama ini RB hanya fokus pada pemenuhan dokumen dan kertas.
"Praktik Reformasi Birokrasi yang ada selama ini membuatnya tidak punya orientasi pada pemanfaatan untuk kesejahteraan masyarakat, untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat, dan seterusnya," ujar Eko dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/10/2022).
Guru Besar Universitas Indonesia ini mengapresiasi langkah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) yang memutuskan nilai perolehan RB instansi pemerintah, salah satunya akan bergantung pada program pengentasan kemiskinan.
"Ini adalah langkah yang baik karena sebelumnya program pengentasan kemiskinan ini belum pernah ada secara serius dimasukkan ke dalam program pembangunan pusat, provinsi, kabupaten, dan kota yang berkesinambungan," katanya.
Salah satu daerah yang menjadi pilot project penerapan RB tematik penanggulangan kemiskinan tahap pertama, Kabupaten Banyuwangi, berbagi upaya yang dilakukan daerahnya guna menekan angka kemiskinan ekstrem.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Banyuwangi Suyanto Waspo Tondo Wicaksono menyebut, keberhasilan menurunkan angka kemiskinan ala Banyuwangi dilakukan lewat praktik kolaborasi anggaran serta cross-cutting sumber daya manusia (SDM) dan kinerja.
Kolaborasi anggaran serta cross-cutting SDM dan kinerja adalah salah satu langkah meruntuhkan ego sektoral dan memperkuat kolaborasi.
"Dengan cara ini, kami berhasil mengurangi beban pengeluaran, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memperoleh ketepatan data kemiskinan untuk menentukan intervensi yang tepat," ungkapnya.
Ada Gap yang Belum Terjawab
Sementara Kepala Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada, Bambang Hudayana membagikan pandangannya tentang inovasi penanggulangan kemiskinan yang berkaca dari masalah di akar rumput.
Dijelaskan, pendekatan kemiskinan Indonesia selama ini telah menggunakan pendekatan pro-poor, pro-job, dan pro-growth, namun ada gap yang belum terjawab dari pendekatan ini.
Pro-poor merupakan cara pemerintah memberikan proteksi dan afirmasi lewat bantuan sosial, jaminan sosial, subsidi barang kebutuhan pokok, dan peningkatan pelayanan publik untuk kaum miskin.
Sedangkan Pro-job adalah upaya penciptaan lapangan kerja untuk kaum miskin. Sementara, pro-growth adalah penciptaan pertumbuhan ekonomi yang mampu memperluas kesempatan kerja di sektor formal.
"Hampir semua presiden cenderung mengedepankan pendekatan pro-poor daripada pro-job dan pro-growth, sebenarnya program pro-poor inovatif sangat relevan untuk mengikis angka kemiskinan. Tetapi ke depan agar kaum miskin bisa mandiri, program pro-poor yang sifatnya state driven perlu dikurangi. Sebaliknya, program pro-job yang bersifat partisipatoris perlu ditingkatkan," tuturnya.
Advertisement
Pemerintah Targetkan Kemiskinan di Kisaran 7,5 Persen pada 2023
Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyepakati Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun Anggaran 2023, menjadi UU APBN 2023.
Dalam UU APBN 2023 tersebut ditetapkan tingkat Kemiskinan berada di kisaran 7,5-8,5 persen dan Gini Ratio berada di kisaran indeks 0,375-0,378. Menengok ke belakang, per Maret 2022, tingkat kemiskinan di Indonesia masih berada di angka 9,54 persen.
Ekonom UOB Enrico Tanuwidjaja menilai, kenaikan inflasi masih akan terus berlanjut bahkan hingga tahun depan. Dia memprediksi tingkat inflasi di Desember 2022 bisa tembus 7 persen.
Namun jika dihitung rata-ratanya tingkat inflasi sepanjang tahun 2022 sekitar 4,9 persen. Sedangkan inflasi di tahun 2023 secara tahunan akan kembali mereda pada level 4,1 persen.
"Kalau kita rata-rata tahun ini 4,9 persen dan tahun depan 4,1 persen," Enrico saat ditemui di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta, Kamis (29/9/2022).
Kenaikan inflasi ini tentu akan sangat dirasakan masyarakat kalangan menengah ke bawah. Sehingga pemerintah perlu memberikan perhatian lebih kepada mereka melalui ruang fiskalnya. Apalagi jika pemerintah berencana untuk menekan angka kemiskinan di tahun depan hingga 7,5 persen.
"Ruang gerak pemerintah harus fokus kasih bantalan sosial kepada masyarakat kelas bawah," kata dia.
Surplus Neraca Perdagangan
Tentunya hal ini akan menjadi tantangan baru bagi pemerintah dalam mengatur keuangannya. Berbagai program bantuan sosial yang sudah berjalan sekarang bisa terus dilanjutkan untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Buat kalangan bawah, buffer ini harus diberikan. Kegiatan ekonomi tidak tertutup lagi karena sektor informalnya tinggi," kata dia.
"Ketika kita masuk ke masa endemi, kita tidak bisa seperti dulu , makanya ini harus dijaga momentumnya agar terus berjalan," kata dia.
Dia juga memperingatkan surplus neraca perdagangan yang sudah berlangsung selama 2 tahun ini perlu menjadi perhatian di tahun depan. Mengingat kondisi mitra dagang Indonesia tahun depan menghadapi risiko resesi.
Walaupun neraca dagang masih akan surplus, dia memperkirakan nilai akan mulai berkurang. Makanya, aspek ini juga perlu menjadi perhatian pemerintah di tahun depan.
"2 tahun ini kita sudah surplus tapi harus hati-hati di tahun depan, ini harus dijaga," pungkasnya.
Advertisement