Selokan Mataram, Saksi Penyelamatan Rakyat di Masa Kolonial

Selokan Mataram berhulu di Sungai Progo tepatnya di Bendungan Karang Talun, Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dan berhilir di Tempuran, Sungai Opak, Randugunting, Kalasan, Sleman, Yogyakarta.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 24 Okt 2022, 00:00 WIB
Festival Selokan Mataram digelar di Sleman, Yogyakarta.

Liputan6.com, Yogyakarta - Yogyakarta yang pernah menjadi pusat pemerintahan Indonesia di awal kemerdekaan ini tentu saja menyimpan banyak tempat bersejarah. Salah satu tempat bersejarah tersebut yakni kanal buatan sepanjang 30,8 kilometer yang membelah Kota Yogyakarta.

Kanal tersebut membentang dari timur ke barat yang menghubungkan Sungai Opak dan Sungai Progo.

Namanya adalah Selokan Mataram. Selokan Mataram berhulu di Sungai Progo tepatnya di Bendungan Karang Talun, Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dan berhilir di Tempuran, Sungai Opak, Randugunting, Kalasan, Sleman, Yogyakarta.

Dikutip dari indonesia.go.id, Bendungan Karang Talun setinggi 20 meter ini terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta, yakni di antara Magelang dan Kabupaten Kulon Progo. Pada sisi kiri dan kanan bendungan dibangun tangga berundak yang berfungsi sebagai fasilitas jalan inspeksi.

Bendungan buatan 1909 itu pun menjadi pertemuan dua saluran irigasi. Selain Selokan Mataram, ada juga saluran Van der Wijck sepanjang 17 kilometer.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Sejarah di Baliknya

Selokan yang sarat akan nilai sejarah dan menjadi cagar budaya ini tak lepas dari peran mendiang Sultan Hamengkubuwono IX, yakni Raja Keraton Yogyakarta yang dilantik pada 18 Maret 1940. Diceritakan, Sultan resah dengan masuknya Jepang ke wilayahnya pada 1942, yakni ketika masa kerja paksa atau romusha di sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Sultan kemudian mengusulkan untuk mengerahkan ribuan rakyatnya membangun Selokan Mataram. Selokan ini sebetulnya sudah ada sejak 1588 yang bentuknya hanya berupa parit pertahanan dan tidak sepanjang seperti sekarang.

Sultan terinspirasi oleh Sunan Kalijaga yang menyatakan bahwa Yogyakarta akan subur dan rakyatnya sejahtera jika aliran Progo dan Opak bisa bersatu. Sebelumnya, Raja Joyoboyo dari Kerajaan Kediri yang berkuasa pada 1135-1159 juga pernah meramalkan, penyatuan dua sungai di tanah Mataram akan memberikan kemakmuran pada rakyatnya.

Hal itu tercatat dalam "Selokan Mataram dalam Perspektif Sejarah Lokal" oleh Suherman yang terbit pada 2018. Kehadiran saluran irigasi tersebut diperlukan untuk menyuburkan wilayah Yogyakarta yang saat itu dilanda kekeringan dan menyebabkan rakyatnya hanya bisa mengonsumsi gaplek dan bertanam singkong.

Ide Sultan Hamengkubuwono IX itu pun terlaksana dan pembangunannya dilakukan pada 1942-1944. Jepang menamai saluran ini sebagai kanal Yoshihiro, yang mengacu pada nama jenderal perang Shimazu Yoshihiro (1535-1619) yang memimpin 300 pasukannya mengalahkan 3.000 pasukan musuh pada Perang Kizakihira di Kyushu 1572 lampau.

Selain berhasil mencegah rakyatnya terjerat romusha, Sultan Hamengkubuwono IX juga menjadikan daerahnya lebih subur karena adanya selokan Mataram ini. Sayangnya, pada 9 Desember 2021, tanggul Selokan Mataram di Dukuh Cabeyan, Desa Bligo, sempat jebol.

Alasannya, terpapar derasnya debit air saat hujan turun terus-menerus. Kini, segala upaya dilakukan demi bisa terus mempertahankan eksistensi Selokan Mataram sebagai urat nadi pertanian masyarakat Yogyakarta.

(Resla Aknaita Chak)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya