Didakwa Rugikan Negara Rp23 Miliar, Ini Respons Mengejutkan Notaris di Pekanbaru

Didakwa merugikan negara hampir Rp23 miliar dalam kasus korupsi kredit BNI Cabang Pekanbaru, Dewi Farni Dja'far, tidak keberatan kepada Jaksa Penuntut Umum.

oleh Syukur diperbarui 23 Okt 2022, 04:30 WIB
Terdakwa korupsi kredit BNI 46 Cabang Pekanbaru saat ditahan oleh Kejari Pekanbaru. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Didakwa merugikan negara hampir Rp23 miliar dalam kasus korupsi, Dewi Farni Dja'far, tidak keberatan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). Terdakwa mengaku mengerti sehingga tidak mengajukan eksepsi ke majelis hakim di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Dewi Fani merupakan pesakitan ketujuh dalam korupsi kredit di Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Cabang Pekanbaru. JPU dari Kejari Pekanbaru mendakwanya membantu memuluskan kredit bernilai Rp40 miliar dengan cara tidak sah.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Pekanbaru Agung Irawan menjelaskan, dakwaan itu dibacakan JPU pada Kamis petang, 20 Oktober 2022. Karena tidak eksepsi, sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembuktian.

"JPU yang membacakan dakwaan adalah Dewi Shinta Dame Siahaan dan Lusi Yetri Man Mora, sidang digelar secara video conference," kata Bambang, Jum'at malam, 21 Oktober 2022.

Untuk pembuktian nanti, JPU mempersiapkan 26 saksi, termasuk pesakitan sebelumnya dan ahli. Terdakwa Dewi Farni terancam hukuman penjara dalam pengajuan kredit bernilai Rp40 miliar ini.

JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 56 ayat 1 KUHP.

"Terdakwa saat ini ditahan di Lapas Perempuan Pekanbaru," ucap Agung.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Tak Sesuai Keadaan

Kasus ini sudah menjerat enam orang selain Dewi dan sudah divonis bersalah di pengadilan. Mereka adalah Esron Natitupulu sebagai Direktur Utama PT Barito Riau Jaya (BRJ) . Lalu, tiga pegawai BNI, Atok Yudianto, ABC Manurung, dan Dedi Syahputra.

Kasus ini juga menjerat dua mantan pimpinan wilayah BNI Wilayah 02, yaitu Mulyawarman dan Ahmad Fauzi. Kredit ini diajukan secara bertahap, yaitu tahun 2007 Rp17 miliar dan tahun 2008 sebesar Rp23 miliar.

Korupsi terjadi ketika Esron mengajukan Kredit Refinancing perkebunan sawit. Sebagai agunan, Esron melampirkan beberapa surat tanah di Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kuantan Singingi (Kuansing).

Peran Dewi adalah orang yang membantu pemenuhan salah satu syarat kredit maupun pencairan kredit. Dewi juga membantu penambahan plafon kredit investasi Refinancing yang diajukan oleh debitur PT BRJ.

Sebagai notaris, Dewi lalu menandatangani cover note yang isinya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya sehingga diduga terjadi perbuatan melawan hukum.

Akibat tindakan Dewi ini, BNI 46 mengabulkan permohonan kredit. Pencairan juga terjadi karena pegawai BNI bernama Atok, Dedi Syahputra dan AB Manurung tidak memverifikasi agunan ke lapangan.

Dalam pengembangan kasus ini terungkap, kredit yang diajukan Esron bukan untuk perkebunan sawit. Uang itu digunakannya membangun klinik kecantikan, membeli beberapa rumah dan toko serta hektare tanah di daerah Riau.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya