Tekanan terhadap Obligasi hingga Rupiah Diprediksi Tetap Tinggi

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 50 basis poin terjadi sesuai dengan harapan pasar.

oleh Agustina Melani diperbarui 23 Okt 2022, 09:01 WIB
Pekerja melintas di dekat layar digital pergerakan saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada prapembukaan perdagangan Rabu (14/10/2020), IHSG naik tipis 2,09 poin atau 0,04 persen ke level 5.134,66. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Tekanan pada obligasi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi tetap tinggi dalam jangka pendek. Hal ini seiring perbedaan suku bunga dengan dolar AS terus melebar.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk, ditulis Minggu, (23/10/2022). Kenaikan suku bunga baru-baru ini sebesar 50 basis poin sesuai dengan harapan pasar.

Bank Indonesia (BI) mencoba mengejar perbedaan suku bunga dengan dolar AS sejak bunga bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) terus mendaki secara agresif. Namun, ada kekecewaan dari pasar baru-baru ini seiring kenaikan tidak sesuai dengan kenaikan suku bunga the Fed 75 basis poin.

“Pasar sebagian besar sudah menetapkan perkiraan kenaikan suku bunga 50 basis poin. Fokus BI tetap pada stabilitas dan rupiah, meski hal ini tidak mudah dicapai dalam situasi hari ini,” tulis Ashmore.

Namun, Ashmore menyebutkan, langkah BI ini menunjukkan bergerak ke arah yang benar meski tidak hawkish seperti AS.  Ashmore menilai, pasar mungkin berharap untuk kenaikan 75 basis poin pada pertemuan mendatang untuk mempertahankan dan menutup kesenjangan dengan suku bunga AS.

Lalu apa yang bisa diharapkan ke depan?

Ashmore prediksi, BI dapat menaikkan suku bunga menjadi 5,75 persen-6 persen pada kuartal I 2023. Hal ini sebagai upaya mempertahankan kepentingan jarak tingkat bunga dengan AS sambil stabilkan rupiah. BI juga telah revisi target inflasi menjadi 6,3 persen dari 6,6 persen-6,7 persen.

Selanjutnya BI revisi transaksi berjalan surplus dari -0,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 0,4 persen-1,2 persen terhadap PDB.

"Penyesuaian ini menunjukkan BI mengharapkan untuk segera naikkan suku bunga dengan nada lebih hawkish untuk menurunkan inflasi dan menarik aliran dana investor asing ke Indonesia,” tulis Ashmore.

Ashmore menilai, tekanan pada obligasi dan rupiah akan tetap tinggi dalam jangka pendek seiring perbedaan bunga dengan dolar AS terus melebar.

"Kami mempertahankan sikap defensif dalam portofolio kami dan percaya saham akan terus ungguli obligasi dalam siklus saat ini,” tulis Ashmore.


Rilis Data Ekonomi Pekan Ini

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Adapun sejumlah data ekonomi yang rilis pada pekan ini antara lain:

-Dari Amerika Serikat, pejabat the Fed menilai membutuhkan waktu untuk bergerak dan kemudian mempertahankan lebih sikap kebijakan yang membatasi untuk mempromosikan lapangan kerja dan stabilitas harga, demikian dari risalah pertemuan FOMC September 2022.

-Tingkat inflasi tahunan Kanada melambat menjadi 6,9 persen pada September 2022 dari posisi puncak 8,1 persen yang dicapai pada Juni 2022. Akan tetapi, inflasi tersebut sedikit lebih tinggi dari perkiraan pasar 6,8 persen.

-Tingkat inflasi tahunan zona Euro direvisi sedikit turun menjadi 9,9 persen pada September 2022 dari perkiraan awal 10 persen. Namun, inflasi itu tetap tertinggi dan euro mencapai level terendah dalam 20 tahun. Euro pun alami alami krisis energi yang semakin dalam.

-Tingkat inflasi tahunan di Inggris naik menjadi 10,1 persen pada September 2022 dari 9,9 persen pada Agustus 2022. Inflasi tersebut kembali sentuh rekor tertinggi dalam 40 tahun pada Juli, dan melampaui harapan pasar sebesar 10 persen.

-Tingkat inflasi tahunan di Jepang berada pada posisi 3 persen pada September 2022, tidak berubah dari Agustus yang mendekati angka tertinggi dalam 8 tahun di tengah harga makanan yang tinggi, bahan mentah dan yen melemah.

-Bank sentral Australia menaikkan bunga acuan 25 basis poin menjadi 2,6 persen pada pertemuan Oktober 2022, berlawanan dengan perkiraan pasar 50 basis poin.

-Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin menjadi 4,75 persen pada Oktober 2022. Kenaikan bunga acuan ketiga ini membawa biaya pinjaman ke level tertinggi sejak Februari 2020 karena berupaya menjinakkan inflasi yang tidak terkendali dan memperkuat nilai tukar rupiah.


Kinerja IHSG pada 17-21 Oktober 2022

Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak positif pada 17-21 Oktober 2022. Analis menilai, laju IHSG masih dibayangi inflasi yang tinggi di negara maju hingga nada hawkish dari kebijakan moneter the Federal Reserve (the Fed).

Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG sepekan tepatnya pada 17-21 Oktober 2022 melonjak 2,98 persen ke posisi 7.017,77  dari pekan sebelumnya di posisi 6.814,53. Kapitalisasi pasar bursa melonjak 3,39 persen menjadi Rp 9.315,21 triliun. Kapitalisasi pasar bertambah Rp 305,2 triliun dari pekan lalu Rp 9.009,95 triliun.

Sementara itu, rata-rata nilai transaksi harian bursa naik 14,75 persen menjadi Rp 13,77 triliun dari Rp 12 triliun. Rata-rata frekuensi transaksi harian bursa meningkat 3,63 persen menjadi 1.207.882 kali transaksi dari 1.165.599 kali transaksi pada pekan lalu.

Di sisi lain, rata-rata volume transaksi bursa merosot 4,7 persen menjadi 22,92 miliar saham dari 24,05 miliar saham pada pekan lalu. Investor asing membukukan aksi beli bersih Rp 1,17 triliun pada Jumat, 21 Oktober 2022. Selama sepekan, investor asing melakukan aksi beli saham Rp 3,79 triliun. Pada 2022, investor asing mencatatkan aksi beli bersih Rp 75,52 triliun.

 


Kata Analis

Pekerja tengah melintas di layar pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (18/11/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada zona merah pada perdagangan saham awal pekan ini IHSG ditutup melemah 5,72 poin atau 0,09 persen ke posisi 6.122,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, pergerakan IHSG sepekan ini masih dipengaruhi akan inflasi yang tinggi di negara-negara maju, ancaman resesi global dan nada hawkish dari kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve  (The Fed).

“Dari dalam negeri, nilai tukar Rupiah yang masih melemah terhadap dolar Amerika Serikat dan adanya kenaikan suku bunga 7DRRR ke 4,75 persen,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Sabtu (22/10/2022).

Selain itu, IHSG yang menguat, menurut Herditya ditopang dari aliran dana investor asing sebesar Rp 2,6 triliun pada pekan ini.”Di sisi lain, penguatan IHSG ini kami perkirakan merupakan technical rebound saja,” kata dia.

Pada pekan depan, Herditya prediksi IHSG bergerak fluktuaktif dengan kemungkinan koreksi pendek pada awal pekan terlebih dahulu. IHSG akan bergerak di level support 6.900 dan resistance 7.089.

“Pekan depan nampaknya pasar masih mencermati perkembangan ekonomi global,” tutur dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya