Sejarah Masuknya Islam di Bangka Belitung, Terkait dengan Kesultanan Pagaruyung dan Banten

Proses Islamisasi di Bangka diawali oleh pendatang Arab (dari Hadramaut), kemudian setelah beberapa abad atau pertengahan ke 17 Masehi, masuk utusan kesultanan Johor ke Bangka kota dan utusan kesultanan Pagaruyung Minangkabau ke Kotawaringin

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Okt 2022, 08:30 WIB
Ilustrasi - Makam Mahligai - Kompleks makam Islam tertua di Indonesia sebagai bukti masuknya perdaban Islam di bumi Nusantara, di Barus, Tapteng, Sumut. (Foto: sumutprov.go.id/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Madania Center Bangka Belitung, Rusydi Sulaiman menyatakan awal berdirinya pondok pesantren di Pulau Bangka dimulai dari intensifikasi penyebaran Islam saat itu.

Hal demikian disampaikan melalui keterangan, Ahad, menanggapi Hari Santri Nasional 2022. Hari Santri Nasional ini menjadi momen penting bagi kemajuan pondok pesantren dan santri.

Ia mengatakan, proses Islamisasi di Bangka diawali oleh pendatang Arab (dari Hadramaut), kemudian setelah beberapa abad atau pertengahan ke 17 Masehi, masuk utusan kesultanan Johor ke Bangka kota dan utusan kesultanan Pagaruyung Minangkabau ke Kotawaringin, kemudian dilanjutkan berturut-turut, utusan kesultanan Banten Islam dan kemudian di bawah pengaruh kesultanan Palembang Darussalam.

"Intensifikasi penyebaran Islam di Pulau Bangka terjadi pada pertengahan abad ke 19 yang dilakukan oleh ulama Banjar yang kemudian diperkuat oleh Muhammad Afif dan dilanjutkan oleh anaknya bernama Syaikh Abdurrahman Siddik," kata dia, dikutip Antara.

Namun demikian, sebelum Syaikh Abdurrahman Siddik menyebarkan agama Islam di Pulau Bangka secara intens, masyarakat Desa Kemuja sudah mengawali melalui "tradisi naon" (Mukim) di Makkah hingga puluhan tahun untuk menuntut ilmu agama.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Munculnya Madrasah dan Pesantren

Ilustrasi – Santri TPQ di Kalikudi, Cilacap (Foto tidak ada kaitan dengan berita). (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Setelah mereka pulang, kemudian mengajarkan kepada masyarakat setempat melalui sentra-sentra belajar seperti ngaji duduk, sekolah haji atau sekolah Arab, dan Madrasah Diniyah Al-Khairiyah.

"Madrasah Diniyah Al-Khairiyah ini merupakan pengembangan dari sekolah Arab sebelumnya yang ada di kampung tengah Desa Kemuja yang menjadi awal berdirinya Ponpes Al-Islam Kemuja," ujarnya.

Kehadiran Madrasah Diniyah Al-Khariyah ini juga yang menginspirasi kemunculan beberapa madrasah Diniyah, dan beberapa sekolah formal berbasis pesantren di Pulau Bangka. Misalnya, Ponpes Al-Islam Kemuja, Ponpes Darussalam di Kota Pangkalpinang, Ponpes Nurul Ihsan Baturusa, dan pondok pesantren lainnya.

"Hakekat pondok pesantren di mana kiai berada di pondok selama 24 jam nonstop, dan santri menetap di pondok tersebut. Ditambah lagi dengan ruh kepesantrenan, kemudian nilai-nilai yang ditanamkan dan tradisi berikut prinsip-prinsip yang dilekatkan kepada santri," katanya.

Ia berharap santri mampu menjadi garda terdepan dalam kemajuan negeri melalui akhlak serta didukung dengan jiwa patriotisme.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya