Liputan6.com, Jakarta - Setelah Gubernur Papua Lukas Enembe dikabarkan sakit dan masih dalam proses hukum, hal itu memiliki dampak pada pelayanan publik di Provinsi Papua. Hal ini pun dikeluhkan sejumlah pihak di wilayah tersebut.
Menanggapi kondisi itu, Tokoh Masyarakat Genyem Esau Tegai menilai harus ada sosok yang ditugaskan agar roda pemerintahan berjalan maksimal. Karena saat ini, provinsi tersebut juga tidak ada wakil gubernur.
Advertisement
"Pemerintahan provinsi Papua membutuhkan pejabat sementara gubernur untuk menggantikan posisi Lukas Enembe yang hingga kini sedang sakit. Di sisi lain, Pemprov Papua juga tidak memiliki Wakil Gubernur yang menggantikan tugas sehari-hari gubernur Papua," kata dia, Minggu (23/10/2022).
Esau mengungkapkan agar pelayanan publik tidak terganggu maka harus ada pejabat sementara sehingga roda pemerintah terus berjalan dengan baik tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat Papua.
Esau menjelaskan kasus yang menjerat Lukas Enembe terkait dugaan penyalahgunaan anggaran PROSPEK (Program Strategis Pembangunan Kampung) menyebabkan hasil pembangunan tidak dirasakan oleh masyarakat. "Masyarakat menduga hal tersebut adalah benar sehingga seharusnya dilakukan pemeriksaan oleh pihak KPK, ujar Esau.
Esau menilai kasus tersebut tidak masuk dalam ranah hukum adat dan harus mengikuti aturan pemerintah atau hukum negara.
Sementara itu, terkait dengan Lukas Enembe di kukuhkan menjadi Kepala Suku Besar di Tanah Papua, menurut Esau, Lukas Enembe tidak bisa menjabat kepala suku besar Papua karena tidak ada legitimasinya. Pengangkatan Lukas Enembe sebagai kepala suku besar Papua oleh Dominikus Sorabut adalah sepihak dan tidak ada koordinasi dengan kepala suku lainnya. "Oleh sebab itu pihaknya menolak hal tersebut," tutup Esau.
Kritik Status Lukas
Pandangan serupa juga disampaikan Tokoh pemuda Papua dari wilayah adat Tabi, Martinus Kasuay. Dia mendesak Pemerintah segera mengambil langkah guna menyelamatkan pelayanan publik bagi masyarakat Papua akibat situasi Lukas Enembe.
“Urusan pemerintahan perlu dihadirkan pejabat sementara untuk mengurus masyarakat yang ada di Papua. Ini penting,” pinta Martinus di Sentani, Sabtu 22 Oktober 2022.
Menurut Martinus, dengan adanya pejabat baru yang memimpin tata kelola di Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Papua, maka roda pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat akan kembali maksimal.
Dalam pengamatan Martinus, beberapa bulan terakhir ini, para pejabat Pemprov maupun elite politik di Bumi Cenderawasih ini sibuk mengurusi kesehatan gubernur dan mengabaikan kepentingan masyarakat.
“Kalau kita semua mau mengurusi yang sakit, lalu bagaimana dengan rakyat? Gubernur kan hanya satu orang, sudah ada yang mengurus. Masyarakat kan banyak. Masyarakat ini perlu diurus, bukan dibiarkan, atau semua masyarakat mau dibiarkan sakit?” ujar Martinus.
Mengenai dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe, Martinus kembali menegaskan sikapnya mendukung KPK memeriksa Lukas sesuai aturan yang berlaku di negara ini.
“Kalau seluruh pejabat Papua mau diperiksa, periksa saja, tetapi masyarakat perlu diselamatkan,” tegas Martinus.
Martinus juga mengkritisi status baru Gubernur Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar Papua sebagaimana dikukuhkan oleh Dewan Adat Papua (DAP) versi Dominikus Sorabut. Menurut Martinus, pengukuhan itu tidak sah.
“Kami di Papua ada 7 wilayah adat dengan struktur kepemimpinan yang berbeda-beda dalam suku. Menurut versi adat saya dari budaya Tabi, Kepala Suku diangkat berdasarkan garis keturunan. Tetapi di wilayah adat Lapago dan Meepago, siapa yang kuat dalam perang, dia yang menjadi Kepala Suku,”ujar Martinus
Karena itu Martinus bersikeras bahwa pengukuhan Lukas Enembe sebagai kepala suku besar bagi seluruh orang Papua adalah tidak sah. Dirinya juga menentang para pendukung Lukas Enembe yang , tengah bermanuver menjadikan adat dan budaya Papua tameng untuk melindungi Lukas Enembe dari proses hukum oleh KPK.
“Adat dengan pemerintah jangan baku adu, harus dipisahkan. Para pemangku adat adalah mitra pemerintah,”tutup Martinus.
Advertisement