Liputan6.com, Yaounde - Kamerun akan memulai fase kelima vaksinasi COVID-19 nasional bulan depan, menurut Menteri Kesehatan Masyarakat Manaouda Malachie.
Kampanye ini akan berlangsung dari 18 hingga 27 November dan akan menargetkan warga berusia 18 tahun ke atas, dikutip dari Xinhua, (24/10/2022).
Advertisement
Warga yang divaksinasi harus memenuhi syarat dengan ketentuan telah menerima dosis booster, kata Manaouda dalam sebuah pernyataan pada Jumat malam.
Sebagai bagian dari tanggapan vaksin terhadap COVID-19, Kamerun telah mencakup 12 persen populasinya yang berusia 18 tahun ke atas dengan lebih dari 1,8 juta divaksinasi hingga saat ini, kata menteri kesehatan.
"Hasil yang menggembirakan ini tidak cukup untuk melindungi negara dari kebangkitan baru," kata kata Manaouda.
"Meskipun periode aman telahb diamati selama beberapa bulan, masih ada kasus serius COVID-19," kata Manaouda dan menambahkan bahwa tujuan kampanye vaksinasi nasional adalah untuk "mencapai kekebalan kolektif."
Kamerun telah memerangi COVID-19 sejak Maret 2020. Negara ini mencatat 123.785 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi dan meninggal lebih dari 1.900 orang karena virus corona, menurut CDC Afrika.
Subvarian COVID-19 Omicron XBB Bisa Picu Gelombang Infeksi Baru
Sementara itu, Kepala Ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia Dr Soumya Swaminathan pada Kamis 20 Oktober 2022 mengatakan bahwa beberapa negara mungkin melihat "gelombang infeksi lain" dengan subvarian XBB dari Omicron. Tetapi ilmuwan klinis India itu juga menambahkan bahwa hingga saat ini tidak ada data yang tersedia dari negara mana pun yang menunjukkan bahwa varian baru ini secara klinis lebih parah daripada yang sebelumnya.
"Ada lebih dari 300 subvarian Omicron. Saya pikir salah satu yang mengkhawatirkan saat ini adalah XBB, yang merupakan virus rekombinan. Kami telah melihat beberapa virus rekombinan sebelumnya. Yang satu ini sangat menghindari kekebalan, yang berarti dapat mengatasi antibodi. Jadi ada kemungkinan kita melihat gelombang infeksi lain di beberapa negara karena XBB," kata Swaminathan seperti dikutip dari Hindustan Times.
Tindakan yang Harus Diambil
Swaminathan menginformasikan bahwa WHO juga melacak turunan Varian Virus Corona COVID-19, BA.5 dan BA.1, yang lebih menular dan menghindari kekebalan. Ketika virus itu berkembang, maka akan menjadi lebih menular, tambahnya.
Mengomentari langkah-langkah pencegahan yang dapat diambil untuk mencegah lonjakan COVID-19, dia menegaskan bahwa "pemantauan dan pelacakan" adalah langkah kunci.
"Kami perlu terus memantau dan melacak. Kami telah melihat bahwa pengujian telah menurun di seluruh negara, pengawasan genomik juga telah turun selama beberapa bulan terakhir," paparnya.
"Kami perlu mempertahankan setidaknya pengambilan sampel strategis pengawasan genom sehingga kami dapat terus lacak variannya seperti yang telah kami lakukan dan pelajari," ujarnya lebih lanjut.
Advertisement
Pandemi COVID-19 Belum Berakhir
Kepala ilmuwan WHO itu juga menekankan apa yang dikatakan Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, bahwa COVID-19 terus menjadi darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional, menambahkan bahwa 8.000 hingga 9.000 kematian dilaporkan setiap minggu di seluruh dunia karena infeksi Virus Corona COVID-19 itu.
"Jadi kita belum bilang pandemi sudah selesai, artinya semua kewaspadaan dan alat tetap digunakan. Untung sekarang kita punya banyak alat dan yang terpenting vaksin," kata Dr Swaminathan seraya menekankan pentingnya vaksin untuk memerangi pandemi.
WHO Sebut COVID-19 Masih Darurat Kesehatan Global, Meski Ada Kemajuan
Banyak negara di dunia mulai melonggarkan protokol kesehatan untuk mencegah COVID-19. Perbatasan pun sudah mulai dibuka, turis asing pun sudah mulai diizinkan untuk pelesir.
Kendati demikian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu 19 Oktober 2022 mengatakan masih terlalu dini untuk mencabut status peringatan tertinggi untuk krisis COVID-19. Mengapa?
Hal itu mengingat situasi pandemi COVID-19 masih menjadi darurat kesehatan global meskipun terdapat sejumlah kemajuan baru-baru ini.
Komite darurat WHO untuk COVID-19 pada minggu lalu bertemu dan menyimpulkan bahwa status pandemi masih berada dalam kondisi Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (PHEIC), status yang diumumkan pada Januari 2020.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada Rabu 19 Oktober mengatakan kepada wartawan bahwa ia setuju dengan saran komite itu.
"Komite menekankan perlunya memperkuat pengawasan dan memperluas akses pada tes, perawatan, dan vaksin bagi mereka yang paling berisiko," kata Ghebreyesus, yang berbicara dari markas besar badan kesehatan PBB itu di Jenewa seperti dikutip dari laporan VOA Indonesia, Kamis (20/10/2022).
WHO pertama kali menyatakan wabah COVID-19 sebagai PHEIC pada 30 Januari 2020, ketika terdapat kurang dari 100 kasus COVID-19 tercatat di luar China.
Meskipun deklarasi PHEIC adalah mekanisme yang disepakati secara internasional untuk memicu respons internasional terhadap wabah semacam itu, baru pada bulan Maret, banyak negara mulai menyadari bahaya COVID-19 ketika Tedros menggambarkan situasi yang memburuk sebagai pandemi.
Advertisement