Keren, Teknologi Terbaru Bisa Prediksi Kematian Lewat Jalan Kaki

Ternyata, cara berjalan kaki bisa menjadi salah satu tanda kematian.

oleh Anissa Rizky Alfiyyah diperbarui 24 Okt 2022, 20:03 WIB
Pejalan kaki melintasi pedestrian Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23//9/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resesi pada kuartal III-2020. Kondisi ini akan berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat hingga PHK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta- Setiap orang di dunia ini pasti akan mati. Tetapi, bagaimana jadinya jika Anda tahu kapan Anda akan meninggal di dunia hanya berdasarkan cara Anda berjalan?

Sebuah studi baru menunjukkan bahwa pengukuran dari sensor gerak yang dikenakan di pergelangan tangan dapat digunakan untuk memprediksi risiko kematian seseorang hingga lima tahun kemudian. 

Penelitian ini menggunakan salah satu teknologi yang dapat dikenakan manusia yang akan menunjukkan kemungkinan yang terjadi pada seseorang di masa depan menggunakan sistem deteksi gerakan di smartphone. Nantinya, pasien tidak perlu mengunjungi dokter secara individu di rumah sakit atau tempat praktik dokter untuk pemeriksaan kesehatan.

Penelitian yang di-publish dalam jurnal PLOS Digital Health ini dilaksanakan dengan menggunakan data dari lebih dari 100.655 warga Inggris dari proyek besar UK Biobank. Informasi kesehatan dan biometrik pasien di sana dihimpun sejak 2006 dan penelitian ini mengumpulkan informasi tentang kesehatan orang dewasa paruh baya dan senior yang tinggal di Inggris selama lebih dari 15 tahun. 

Data dari hanya 6 menit berjalan kaki, para peneliti dari University of Illinois di Urbana-Champaign merancang model yang dapat memprediksi kematian. Data tersebut dikumpulkan melalui sensor gerak di smartphone, mungkin cukup untuk memprediksi risiko kematian seseorang dalam lima tahun ke depan.

Penelitian sebelumnya, mengutip New Scientist, Senin (24/10/2022), telah memperkirakan risiko kematian menggunakan tingkat aktivitas fisik harian, yang diukur dengan sensor gerak yang dapat dikenakan dalam perangkat seperti jam tangan kebugaran. Namun, meskipun semakin populernya jam tangan pintar dan pelacak kebugaran, kebanyakan masih dipakai oleh minoritas yang mampu.

Kebanyakan orang memiliki ponsel pintar dengan sensor serupa, tetapi menghitung risiko kematian dari data aktivitas yang mereka kumpulkan sulit karena orang cenderung tidak membawa ponsel mereka sepanjang hari, kata Bruce Schatz, seorang peneliti ilmu komputer University of Illinois.

Sebagai bagian dari penelitian itu, para peserta mengenakan sensor gerak di pergelangan tangan mereka selama satu minggu. Sekitar 2 persen dari peserta meninggal selama lima tahun berikutnya. 


Mengapa Tes 6 Menit?

Ilustrasi jalan kaki di alam terbuka/copyright freepik.com/bristekjegor

Para peneliti menjalankan sensor gerak dan data kematian pada sekitar sepersepuluh peserta melalui model pembelajaran mesin, yang mengembangkan algoritme yang memperkirakan risiko kematian selama lima tahun menggunakan akselerasi  berjalan kaki 6 menit.

Menurut penulis studi Bruce Schatz, para ilmuwan memilih durasi ini untuk meniru tes jalan kaki enam menit. Tes jalan kaki enam menit dipakai sebagai pengukuran fungsi jantung dan paru-paru. Hal tersebut umumnya dilakukan pada pemeriksaan medis yang menugaskan peserta untuk berjalan dengan kecepatan normal selama enam menit dan membandingkan total jarak yang ditempuh dengan tolok ukur sesuai dengan usia mereka.

"Untuk kebanyakan penyakit, khususnya penyakit jantung atau paru-paru, ada pola yang sangat khas, di mana orang melambat ketika mereka kehabisan napas dan mempercepatnya lagi dalam waktu yang singkat," kata Schatz.

Mereka kemudian menguji model tersebut menggunakan data dari peserta lain dan menentukan skor c-index - metrik yang biasa digunakan dalam biostatistik untuk menilai akurasi mencapai 0,72. Angka tersebut sebanding dengan metrik lain untuk memperkirakan harapan hidup, seperti aktivitas fisik harian atau kuesioner risiko kesehatan.

"Prediktor ini sama kuatnya atau lebih kuat dari faktor risiko tradisional," kata Ciprian Crainiceanu di Johns Hopkins University di Maryland.


Tingkat Akurasi

Para pekerja yang mengenakan masker berjalan kaki setelah meninggalkan perkantorannya di Jakarta, Rabu (2/2/2022). Kasus harian COVID-19 di Indonesia pada hari ini bertambah 17.895 jadi 94.109 kasus aktif, membuat total kasus sejak awal pandemi mencapai 4.387.286 kasus. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

"Jika orang membawa ponsel, Anda bisa melakukan prediksi mingguan atau harian dan itu adalah sesuatu yang tidak bisa Anda dapatkan dengan metode lain," kata Schatz.

Tes ini merupakan "ukuran eksternal yang sangat baik dari proses internal," dan dapat dengan mudah direplikasi dengan menggunakan akselerometer yang ada di sensor pergelangan tangan atau ponsel murah, kata Schatz kepada The Daily Beast.  

“Model seperti ini akan bekerja pada ponsel murah sekalipun,” kata Schatz.

Akurasi dari prediksi kematian yang dibuat peneliti tepat sekitar 72 persen dari waktu setelah satu tahun, dan 73 persen setelah lima tahun. Tingkat akurasi yang sama ditemukan dalam sebuah studi yang diterbitkan 2021 lalu yang menganalisis kumpulan data yang sama tetapi menggunakan data berjam-jam, bukan menit.

Meskipun penelitian ini menggunakan sensor gerak yang dikenakan di pergelangan tangan, smartphone juga mampu mengukur akselerasi selama berjalan kaki singkat, kata Schatz, yang saat ini sedang merencanakan penelitian yang lebih besar menggunakan smartphone.


Penting Terhadap Masa Depan Populasi Dunia

Ilustrasi Jalan Kaki ©pexels

Studi baru ini, menurut Schatz merupakan demonstrasi yang lebih menjanjikan daripada teknologi pemantauan pasif seperti sensor ponsel dan pergelangan tangan, karena model timnya membutuhkan lebih sedikit data dan memberikan tingkat privasi tinggi bagi pengguna. 

"Jika Anda merekam semua data, memang benar bahwa orang memiliki karakteristik berjalan yang berbeda dan Anda dapat mengetahui siapa individu tersebut. Tetapi sangat mungkin untuk mengambil sebagian dari sinyal tersebut untuk melakukan pemeriksaan vital dengan menyamarkan siapa orang tersebut," kata Schatz.

Meski begitu, menggunakan teknologi sehari-hari untuk memantau pasien secara pasif dapat menimbulkan masalah jika pengguna tidak memberikan persetujuan yang diinformasikan secara terus menerus, situasi dapat diperumit oleh penyakit degeneratif atau kurangnya literasi teknologi. Masalah etika ini, kata Schatz, masih spekulatif, tetapi layak mendapatkan pemikiran terkoordinasi dari para ilmuwan saat penelitian berlanjut.

Sementara sensor yang digunakan dalam penelitian ini hampir identik dengan yang ada di ponsel sederhana dan smartphone. Riset di masa depan harus membuktikan model ini dalam sampel yang besar ketika pengguna membawa ponsel di saku mereka, alih-alih memakai sensor di pergelangan tangan mereka. 

Mengunduh aplikasi yang dapat mengukur kesehatan Anda saat Anda menjalani hari-hari Anda bisa menjadi cara yang nyaman dan sederhana untuk membuat orang lebih sehat, lebih lama.

"Jika Anda ingin meningkatkan kesehatan umum seluruh populasi, proyek semacam ini sangat penting," kata Schatz.

Infografis Manfaat Berjalan Kaki Bagi Kesehatan. Source: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya