Tingkatkan Cadangan, Badan Pangan Minta Bulog Serap Beras dari Sulsel

Berdasarkan data BPS dan Kemenko Perekonomian sampai dengan minggu ke-3 Oktober 2022, komoditas beras berkontribusi sebesar 4 persen terhadap inflasi nasional.

oleh Arief Rahman H diperbarui 25 Okt 2022, 10:30 WIB
Pekerja memindahkan beras yang diolah secara modern dengan mesin Modern Rice Milling Plant (MRMP) di Karawang, Jawa Barat, Rabu (21/9/2022). Infrastruktur MRMP ini bertujuan untuk membantu petani dan menyederhanakan alur proses pengolahan beras yang terpusat dalam fasilitas pengolahan gabah hasil panen berbasis teknologi modern. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) tengah membidik sejumlah daerah dengan produksi beras yang cukup banyak. Tujuannya, guna meningkatkan stok beras pemerintah. Upaya ini sebagai salah satu cara merespons besarnya kontribusi beras terhadap tingkat inflasi. Di sisi lain, itu juga bisa menyerap hasil tani.

“Komoditas beras menjadi kontributor tertinggi terhadap inflasi pangan nasional, hal tersebut perlu menjadi perhatian bersama Pemerintah Pusat dan Daerah karena tren peningkatan harga beras telah terjadi sejak Juli 2022,” ujar Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, dalam keterangannya, Selasa (25/10/2022).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kemenko Perekonomian sampai dengan minggu ke-3 Oktober 2022, komoditas beras berkontribusi sebesar 4 persen terhadap inflasi nasional. Untuk itu, NFA terus mendorong peningkatan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) melalui aksi penyerapan beras oleh Perum Bulog di sentra-sentra produsen beras.

Salah satu, provinsi yang menjadi fokus utama penyerapan adalah Sulawesi Selatan (Sulsel). Menurut Arief, Sulsel menjadi salah satu provinsi dengan produksi beras tertinggi secara nasional. Potensi panen Sulsel pada Oktober 2022 sebesar 264 ribu ton dan bulan November 2022 sebesar 183 ribu ton.

"Sulsel berpotensi sebagai pusat serapan untuk meningkatkan CBP Bulog yang ditargetkan sebesar 1,2 juta ton sampai dengan Desember 2022,” ujarnya.

Menurut Arief, penting untuk memastikan ketersediaan CBP yang memadai, mengingat itu dapat menjadi salah satu instrument pengendalian harga beras sehingga diharapkan komoditas tersebut tidak lagi membebani angka inflasi.

“CBP dapat dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) atau operasi pasar untuk menurunkan inflasi, antisipasi tanggap darurat, serta alokasi untuk kebutuhan mendesak lainnya,” ungkapnya.

Untuk itu, Arief mengapresiasi provinsi-provinsi yang menjadi sentra produksi beras. Selain Sulsel, sejumlah provinsi juga memiliki potensi panen yang tinggi sampai dengan November tahun ini, seperti Jawa Barat memiliki potensi panen beras 398 ribu ton, Jawa Tengah 335 ribu ton, dan Jawa Timur 366 ribu ton.

 


Kokaborasi

Pekerja menumpuk beras yang diolah secara modern dengan mesin Modern Rice Milling Plant (MRMP) di Karawang, Jawa Barat, Rabu (21/9/2022). Infrastruktur MRMP ini terdiri dari mesin pengering (dryer), unit penggilingan padi (RMU) sebagai mesin konversi gabah menjadi beras, dan dilengkapi teknologi penyortir warna (color sorter). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lebih lanjut, Arief menjelaskan, upaya menjaga stabilitas harga beras untuk menekan inflasi juga harus didukung kolaborasi antar Pemerintah Daerah dengan pelaku usaha. Ia mencontohkan, kolaborasi stabilisasi harga beras di DKI Jakarta yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan BUMD pangan Food Station dan Pasar Induk Beras.

“Penting bagi daerah produsen beras untuk memastikan offtake hasil panen oleh pelaku usaha setempat agar stok daerah memadai sehingga bisa dilakukan intervensi apabila harga naik. Maka dari itu, saya menyarankan masing-masing provinsi memiliki BUMD yang bergerak di sektor pangan, apabila belum memiliki bisa mengoptimalkan peran Bulog,” ungkapnya.

Selain kolaborasi pemerintah daerah dengan pelaku usaha, stabilitas harga beras juga perlu didukung kerja sama antar pemerintah daerah. Ia menghimbau masing-masing daerah memiliki Political will untuk mendistribusikan kelebihan stok pangannya ke daerah lain untuk turut menurunkan disparitas harga.

“NFA telah melakukannya di bulan ini, bekerja sama dengan Kemenhub, Kemendag, dan Provinsi Jawa Barat dengan mengirimkan 200 ton beras ke Aceh dari Pelabuhan Patimban, Subang, melalui Tol Laut,” terangnya.

Kolaborasi dalam rangka menurunkan inflasi sejalan dengan arahan Presiden RI Joko Widodo, yang mengatakan penanganan inflasi harus dilakukan bersama-sama antar pusat dan daerah.

Adapun berdasarkan data BPS dan Kemenko Perekonomian yang diolah NFA, pada September 2022, beras berkontribusi 4 persen terhadap inflasi, sedangkan komoditas pangan lainnya berkontribusi 1 perse sampai -6 persen.

 


Diversifikasi Pangan

Pekerja memeriksa beras yang diolah secara modern dengan mesin Modern Rice Milling Plant (MRMP) di Karawang, Jawa Barat, Rabu (21/9/2022). Infrastruktur MRMP ini terdiri dari mesin pengering (dryer), unit penggilingan padi (RMU) sebagai mesin konversi gabah menjadi beras, dan dilengkapi teknologi penyortir warna (color sorter). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, agar dapat mengurangi ketergantungan terhadap beras, Arief menghimbau masyarakat untuk melakukan diversifikasi makanan pokok dengan mengonsumsi sumber karbohidrat lainnya sebagai pengganti beras.

“Mengonsumsi pangan beragam dapat mengurangi ketergantungan terhadap beras, sehingga mengurangi tingginya permintaan terhadap komidtas tersebut,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, kedepan Kemendagri bersama Kementerian dan Lembaga terkait akan melakukan monitoring mingguan tentang inflasi di daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Ia juga meminta agar daerah berperan aktif melakukan berbagai aksi pengendalian inflasi melalui pemantauan perkembangan komoditas dan melakukan intervensi yang dibutuhkan.

Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono menggarisbawahi dua hal yang penting dilakukan untuk menurunkan inflasi. Yaitu menstabilkan harga dan mengurangi disparitas harga antar wilayah akibat ketidakmerataan pasokan, gap sentra produksi, dan terhambatnya distribusi.

 


Kirim 200 Ton Beras ke Aceh

Pekerja mengemas beras yang diolah secara modern dengan mesin Modern Rice Milling Plant (MRMP) di Karawang, Jawa Barat, Rabu (21/9/2022). Infrastruktur MRMP ini bertujuan untuk membantu petani dan menyederhanakan alur proses pengolahan beras yang terpusat dalam fasilitas pengolahan gabah hasil panen berbasis teknologi modern. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pangan Nasional atau National Food Agency mengirimkan sekitar 200 ton beras dari Pelabuhan Patimban menuju Provinsi Aceh. Pengiriman tahap pertama dengan total 10 kontainer ini dilakukan memanfaatkan tol laut.

Upaya pengiriman ini jadi bukti sinergi antara NFA, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Aceh, dan Perum Bulog.

Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan, pada pengiriman tahap pertama tersebut sebanyak 200 ton beras akan dikirim ke Malahayati dan Lhoksumawe, Provinsi Aceh.

"Hari ini kita sudah mulai untuk pengiriman barang pokok dan penting beras. Pada tahap selanjutnya, akan dikirimkan sebanyak 40 kontainer lagi. Aktivitas pengiriman pangan ini akan terus dilakukan secara rutin guna menjaga ketersediaan dan stabilitas pangan di seluruh Indonesia, khususnya di daerah-daerah perbatasan dan terluar," ujarnya usai pelepasan muatan pangan, di Pelabuhan Patimban, Subang, mengutip keterangan resmi, Rabu (19/10/2022).

Arief mengatakan, beras yang dikirimkan tersebut merupakan bagian dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) Bulog yang dipenuhi dari gudang Bulog Cabang Cirebon dan Gudang Bulog Cabang Indramayu, masing-masing sebanyak 100 ton.

"Hal ini merupakan bagian dari optimalisasi dan pemanfaatan CBP, di mana tujuan pemanfaatan CBP diantaranya untuk stabilisasi harga antar waktu antar wilayah, menekan inflasi, dan menjaga kualitas gizi masyarakat," terangnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya