Gagal Ginjal Akut Merebak, Menperin Wanti-Wanti Ini ke Produsen Obat

Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita memastikan industri farmasi sudah mengikuti standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini menyusul merebaknya kasus gagal ginjal akut pada anak.

oleh Tira Santia diperbarui 26 Okt 2022, 12:30 WIB
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memastikan industri farmasi sudah mengikuti standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan memenuhi persyaratan mutu. (Dok Kemenperin)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, dan seluruh industri farmasi untuk bersama-sama memastikan mutu berlaku atas seluruh produk obat, mulai dari bahan baku hingga produk jadi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ini menyusul merebaknya kasus gagal ginjal akut pada anak.

Hal itu guna menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo mengenai pengawasan produksi obat, khususnya terkait dengan kejadian cemaran Etilen glikol (EG) dan Dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas pada obat sirup.

Kemenperin terus mengimbau industri farmasi untuk menggunakan bahan baku yang sesuai dengan regulasi serta melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala baik bersama-sama dengan Badan POM maupun pengujian secara independen.

“Sehingga produk yang didistribusikan, mutu dan kualitasnya terjamin dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Rabu (26/10/2022).

Untuk memastikan keamanan produk obat-obatan, Kemenperin meminta perusahaan untuk melakukan uji laboratorium terhadap parameter kritis seperti persyaratan cemaran pada bahan baku obat yang digunakan, sesuai dengan Farmakope Indonesia atau standar mutu lainnya yang berlaku.

“Kami juga memastikan perusahaan mengimplementasikan sistem manajemen kualitas di industri farmasi berjalan guna menjamin produk yang dihasilkan memenuhi syarat quality, safety dan efficacy sesuai dengan regulasi yang berlaku,” jelas Menperin.

 


Pengecekan ke Fasilitas Produksi

Ilustrasi obat batuk sirup (iStockphoto via Google Images)

Hal ini bertujuan untuk mengeksplorasi seluruh faktor risiko penyebab gagal ginjal, baik dari sumber obat-obatan maupun potensi penyebab lainnya.

Hingga saat ini, Kemenperin telah melakukan koordinasi secara langsung dengan mengunjungi beberapa fasilitas produksi industri farmasi untuk memastikan bahwa fasilitas produksi yang dimiliki oleh perusahaan industri telah memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), serta produknya terdaftar dan memiliki Nomor Izin Edar (NIE).

“Pengecekan ke fasilitas produksi dilakukan untuk memastikan bahwa industri tidak menggunakan EG dan DEG sebagai bahan baku tambahan dalam sirup obat,” ujar Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Ignatius Warsito.

Disamping itu, Kemenperin memastikan industri menghentikan proses produksi, distribusi dan recall terhadap seluruh batch produk yang berdasarkan hasil pengujian diduga mengandung cemaran EG/DEG di atas ambang batas.

“Industri telah melakukan karantina terhadap seluruh produk sirup obat maupun bahan baku PEG, PG, sorbitol, dan gliserin/gliserol yang ada di gudang pada fasilitas produksi,” imbuhnya.

Kemenperin juga memastikan industri memiliki tim khusus yang menangani laporan/keluhan pelanggan terhadap produknya serta melakukan farmakovigilans untuk memantau efek samping dari obat yang diproduksi.  


Ombudsman Desak Pemerintah Tetapkan Kasus Gagal Ginjal Akut Jadi KLB

Polres dan BOM Jember lakukan pengawasan obat sirup di sejumlah apotek (Istimewa)

Ombudsman Republik Indonesia mengusulkan kepada pemerintah untuk menetapkan status kasus gagal ginjal akut progresif atipikal sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

Hal itu disampaikan Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam Konferensi Pers dengan tema "Problem Layanan Kesehatan: Kasus Obat Sirup yang Mengancam Gagal Ginjal pada Anak", Selasa (25/10/2022).

"Kita harus memandang bahwa kasus gagal ginjal ini sebagai suatu masalah yang extraordinary, maka penanganannya harus luar biasa juga. Maka kami sangat mendorong untuk pemerintah menetapkan status penanganan kasus yang ada sebagai Kejadian Luar Biasa," Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng.

Menurut dia, pemerintah tidak perlu membaca aturan penetapan status KLB secara tekstual saja, tapi juga harus dilihat dan dipahami dari makna filosofis pembentukan kebijakan itu sendiri.

"(Pemerintah) harus membaca filosofi kebijakan itu sekaligus juga melihat situasi emergency yang terjadi. Jangan kemudian kita pada satu sisi korban terus berjatuhan pada sisi lain kita berdebat apakah ini kemudian sudah tepat dikenakan status sebagai suatu KLB," tegasnya.

Alasan Ombudsman meminta pemerintah segera menetapkan status KLB pada kasus gagal ginjal akut pada anak karena di lapangan sudah banyak korban yang berjatuhan.

"Tidak perlu kemudian kita berdebat apakah ini menular atau tidak, apakah ini endemi pandemi atau tidak, tapi situasi yang ada mengharuskan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang luar biasa," ujar Robert.

Diketahui berdasarkan data yang dimiliki oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Kementerian Kesehatan per tanggal 21 Oktober 2022.

Dimana pada Januari ada 2 kasus, Februari nol, Maret 2 kasus, April nol, Mei 5 kasus, Juni 3 kasus, Juli 5 kasus, Agustus 36 kasus, September 78 kasus, dan Oktober 114 kasus. Terbaru, pada 24 Oktober tercatat sudah 245 kasus gagal ginjal akut pada anak yang tersebar di 26 Provinsi.


241 Kasus Gangguan Ginjal Akut, Menkes Budi: Belum Masuk KLB

IDAI imbau orang tua untuk tidak memberikan obat bebas tanpa rekomendasi nakes pada anak terkait kasus gagal ginjal akut. (unsplash.com/Towfiqu Barbhuiya)

Sebelumnya, tercatat jumlah kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) di Indonesia per 21 Oktober 2022 pukul 15.10 WIB sudah diangka 241, status Kejadian Luar Biasa (KLB) belum ditetapkan. Hal ini sudah didiskusikan dengan para ahli.

"Kami sudah diskusi, belum masuk status KLB," terang Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin saat memberikan keterangan pers 'Perkembangan Penanganan Gangguan Ginjal Akut di Indonesia' di Gedung Kementerian Kesehatan RI Jakarta pada Jumat, 21 Oktober 2022.

Secara rinci, data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga menyebut ada 133 kematian (55 persen)  dari gangguan ginjal akut. Kasus gangguan ginjal akut yang didominasi balita tersebar di 22 provinsi.

"Sampai sekarang, kita sudah mengidentifikasi adanya 241 kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif atau AKI di 22 provinsi dengan 133 kematian atau 55 persen dari kasus. Terjadi peningkatan mulai bulan Agustus 2022," papar Budi Gunadi.

"Kematian normal memang selalu terjadi, hanya saja jumlahnya kecil 1 - 2 kasus. Enggak pernah tinggi dan kita boleh lihat ada lonjakan kasus di bulan Agustus, naik sekitar 36 kasus ya sehingga begitu ada kenaikan, kita mulai melakukan penelitian soal penyebabnya apa."

Melihat kenaikan kasus gangguan ginjal yang semakin naik, Kemenkes mulai melakukan penelitian untuk mencari penyebabnya.

"Di bulan September melihat data ini, Kemenkes melakukan penelitian ini penyebabnya apa. Yang akhirnya kami melihat bahwa kejadian ini banyak menyerang terutama balita di bawah 5 tahun," ucap Menkes. 

Infografis Gejala Gagal Ginjal Akut Misterius, Penyebab Kematian & Antisipasi (Liputan6/com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya