Hidup Penuh Drama, Kanye West Bikin Ketar-Ketir Psikiater

Psikiater khawatir Kanye West picu stigma tak enak tentang penyakit mental

oleh Elly Purnama diperbarui 26 Okt 2022, 12:35 WIB
Kanye West. (Evan Agostini/Invision/AP, File)

Liputan6.com, New York - Ye atau yang dulu dikenal sebagai Kanye West merupakan seorang rapper, musisi, dan produser rekaman asal Amerika Serikat. Pria kelahiran 1977 juga merupakan mantan suami bintang reality, Kim Kardashian.

Baru-baru ini, Kanye West dipecat sebagai Brand Ambassador Adidas. Ini buntut dari ulah yang dilakukan Ye sepanjang bulan ini.

Namun, banyak yang beranggapan bahwa langkah jenama sepatu kenamaan dari Jerman dianggap telat bertindak dibanding perusahaan lain yang sudah lebih dulu menyatakan 'lo, gue, end' dengan Ye.

Kasus terbaru yang dilakukan Kanye West terjadi Minggu, 23 Oktober 2022. Ye membuat pernyataan antisemitisme atau bersifat kebencian terhadap etnis Yahudi di sebuah podcast.

Ye dengan bangga menyatakan bahwa Adidas tidak akan melepaskannya meski dia menghujat orang Yahudi.

Banyak orang telah menyaksikan perilaku rapper asal Amerika ini yang mengundang kontroversi. Kritikan datang kepada ujaran kebencian Ye dan sikapnya itu.

Allison Young, MD, seorang psikiater cukup terkejut dengan respons orang terhadap tingkah Kanye West.

"Sebagai seorang psikiater, saya terkejut dengan betapa sedikitnya orang yang menunjukkan belas kasihan kepada Ye, terlepas dari perjuangan terbukanya dengan gangguan bipolar," tulis Young melansir Everyday Health pada Rabu (26/10)

"Pada saat yang sama, saya tahu betul betapa sulitnya untuk memiliki belas kasihan bagi seseorang yang memuntahkan hal-hal yang penuh kebencian," Young menambahkan.

Ye atau Kanye West ini diketahui memang mengidap gangguan bipolar

 


Keterkaitan Bipolar dengan Perilaku Kontroversial Kanye West

Kanye West membuat penampilan kampanye presiden pertamanya di North Charleston, Amerika Serikat pada 19 Juli 2020. Kanye West menyampaikan monolog panjang dalam kampanye pertamanya setelah mendeklarasikan diri sebagai kandidat presiden AS. (Lauren Petracca Ipetracca/The Post And Courier via AP)

"Saya belum mengevaluasi Ye dan tidak dapat mengomentari apa pun yang terkait dengan kesehatan mentalnya selain dari apa yang dia dan orang yang dicintainya telah bagikan secara publik tentang pengalamannya dengan gangguan bipolar," ujar Young.

Young, menambahkan, karena tidak mengevaluasi Kanye West secara pribadi, dirinya tidak dapat mengatakan dengan pasti apakah ledakannya baru-baru ini memang terkait dengan gangguan bipolarnya.

"Namun, mengingat Ye dan orang-orang yang dicintainya telah mengatakan bahwa ledakan publik sebelumnya yang dia alami terkait dengan gangguan bipolarnya, seperti yang dilaporkan Good Morning America, tentu saja mungkin saja ledakan yang baru-baru ini juga terkait dengan gangguan bipolarnya," katanya.

Selain itu, lanjut Young, kata-kata dan perilaku kebencian itu menyakitkan dan tidak pantas, baik berasal dari seseorang dengan atau tanpa penyakit mental.

Akan tetapi, jika seseorang mengalami kondisi gangguan mental akut, tidak mengetahui bagaimana kondisi orang tersebut akan berdampak pada perilakunya juga merupakan masalah --- dan dapat memicu stigma lama yang berbahaya tentang penyakit mental.


Gangguan Bipolar Sering Mendapatkan Stigma

Kanye West membuat penampilan kampanye presiden pertamanya di North Charleston, Amerika Serikat pada 19 Juli 2020. Kanye West menyampaikan monolog panjang dalam kampanye pertamanya setelah mendeklarasikan diri sebagai kandidat presiden AS. (Lauren Petracca Ipetracca/The Post And Courier via AP)

Penelitian menunjukkan bahwa gangguan bipolar lebih terstigmatisasi dibandingkan penyakit mental lainnya. Depresi dan gangguan bipolar sama-sama gangguan suasana hati, tetapi penelitian menunjukkan bahwa gangguan bipolar dikaitkan dengan lebih banyak stigma.

Hal itu berarti, bipolar lebih banyak mendapatkan sikap negatif terhadap seseorang berdasarkan karakteristik yang menonjol, seperti penyakit mental --- daripada gangguan suasana hati lainnya seperti depresi atau gangguan kecemasan.

Faktanya, menurut satu tinjauan yang diterbitkan dalam Journal of Affective Disorders, stigma yang terkait dengan gangguan bipolar sama dengan stigma yang terkait dengan penyakit mental yang parah seperti Skizofrenia.

Sayangnya, menurut tinjauan sistematis yang juga diterbitkan dalam jurnal tersebut, lebih sedikit penelitian yang melihat stigma terkait bipolar daripada stigma yang terkait dengan penyakit mental lainnya, termasuk depresi dan Skizofrenia.

Ini berarti diperlukan lebih banyak penelitian untuk sepenuhnya memahami dan mengatasi stigma terkait gangguan bipolar.

"Seperti yang kita lihat dengan luapan Ye di media sosial, lebih banyak orang tampaknya merespons dengan kritik daripada dengan keprihatinan," kata Young.

Young, menambahkan, langkah selanjutnya dalam menghilangkan stigma penyakit mental adalah menunjukkan rasa kasih sayang bahkan ketika kita tidak berhubungan dengan pengalaman seseorang yang mengidap penyakit mental.

"Dengan kata lain, Anda tidak perlu benar-benar memahami sesuatu untuk menjadi pengertian," dia menambahkan.


Tidak Sesederhana

Kanye West siap maju sebagai calon Presiden AS (AP/Matt Styles)

"Tren memprihatinkan lainnya yang saya perhatikan adalah bahwa banyak orang telah mencoba untuk membenarkan ejekan dan kritik mereka terhadap Ye karena mereka merasa bahwa mereka menyerukan kebencian dan perilaku kasar," tutur Young.

Faktanya, kritik yang diterima Ye saat ini mengingatkan pada serangan balik yang diterimanya setelah salah satu luapan publik pertamanya yang tak terlupakan.

Saat itu, dia menyerbu panggung selama pidato penerimaan penyanyi Taylor Swift setelah dia memenangkan MTV Video Music Award (VMA) pada 2009. Pada saat itu, kekesalan para pemirsa tentang apa yang terjadi dapat dimengerti.

Akan tetapi, menurut New York Post, Kanye WEst kemudian mengungkapkan dalam sebuah wawancara podcast, dalam pengalamannya pada saat itu, dia merasa bahwa Tuhan secara khusus memanggilnya untuk naik ke atas panggung - sebuah tanda bahwa dia mungkin mengalami gejala manik.

Young menjelaskan, perilaku Ye dalam kejadian tersebut memang tidak baik. Namun, penting untuk dipahami bahwa ketika seseorang dengan gangguan bipolar sedang mengalami gejala manik, seperti yang mungkin dialami Ye, menyerang mereka karena perilaku mereka tidak membantu.

Dan, insiden baru-baru ini telah mengungkapkan betapa sulitnya hidup dengan gangguan bipolar dan memiliki hubungan dengan seseorang yang memiliki gangguan bipolar.

Ketika seseorang mengalami serangan manik yang parah, mereka tidak dapat mengevaluasi perilaku mereka sendiri dengan cara yang sama seperti yang mereka lakukan ketika serangan tersebut berakhir.

"Apa yang paling mereka butuhkan pada saat itu adalah bantuan dengan penyakit mereka," kata Young.

"Tetapi dengan postingan kebencian terbaru dari Ye, saya telah melihat berbagai tanggapan dari orang-orang yang merespons dengan kebencian, hingga antusiasme atas 'apa yang akan dia lakukan selanjutnya'," pungkasnya.

 

Infografis Ciri-Ciri Orang Miliki Gangguan Kesehatan Mental. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya