Pasar Kripto Melemah di Indonesia, Asosiasi Blockchain Sebut Perlu Perkuat Ekosistem

Penurunan ini dampak dari kondisi ekonomi global karena posisi makro ekonomi sedang kurang baik.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 26 Okt 2022, 19:59 WIB
Perkembangan pasar aset kripto di Indonesia. foto: istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Industri aset kripto di Indonesia sedang turun cukup signifikan dengan total nilai transaksi pada periode Januari-Agustus 2022 tercatat sebesar Rp 249,3 triliun atau turun sebesar 56,35 persen dibandingkan periode yang sama pada 2021. 

Penurunan nilai transaksi aset kripto sejak awal 2022 merupakan dampak dari kondisi ekonomi global karena posisi makroekonomi sedang kurang baik pada sepanjang tahun yang diakibatkan oleh resesi dan tantangan geopolitik sehingga menyebabkan industri aset kripto mengalami bear market. 

Menurut Founder dan CEO Bitocto Milken Jonathan, kenaikan suku bunga dari The Fed (bank sentral Amerika Serikat) tentu akan terus menghisap likuiditas dari berbagai aset dan akan berimbas seterusnya sampai pivoting terjadi dari The Fed

Namun secara mikro, salah satu penyebabnya adalah tarif pajak di Indonesia, di mana trading fee di exchanger global cenderung murah bahkan ada beberapa yang gratis untuk pairing tertentu. 

"Dengan adanya tarif pajak, para exchanger lokal tentu sulit untuk bersaing dan dapat menyebabkan capital outflow karena kecenderungan untuk melakukan perdagangan di exchanger luar,” ujar Milken dalam siaran pers dikutip Rabu (26/10/2022).

Fokus Pada Fundamental

Honorary Member A-B-I sekaligus Dosen Telkom University, Andry Alamsyah, turut menambahkan. Menurut Andry kondisi bear market merupakan kondisi yang berulang dan pernah terjadi di masa lampau. 

“Untuk industri kripto ada baiknya selama kondisi bear market, proyek-proyek yang ada dapat fokus ke fundamental function sehingga jika kondisi sudah kembali pulih maka produk/jasa yang ditawarkan oleh proyek tersebut lebih legit dan matang," ujar Andry.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.


Perkuat Ekosistem Industri

Bitcoin - Image by Allan Lau from Pixabay

Chairwoman Asosiasi Blockchain Indonesia (A-B-I), Asih Karnengsih mengatakan kondisi bear market menuntut untuk fokus pada aktivitas yang dapat memperkuat ekosistem industri secara nasional karena Indonesia masih memiliki potensi yang besar.

Diharapkan semua stakeholders baik dari Pemerintah, Pelaku Usaha, dan seluruh pemangku kepentingan dapat “terus berkolaborasi demi menjaga industri aset kripto dengan melakukan perbaikan pengevaluasian kebijakan yang sudah ada,” tutur Asih.

Beberapa caranya seperti sistem penilaian koin atau token yang masuk ke dalam Positive List Bappebti hingga penyegeraan peresmian Bursa Aset Kripto.

Bursa Kripto Harus Segera Diresmikan

Di samping itu, belum kunjung diresmikannya Bursa Aset Kripto masih menjadi isu lain yang cukup krusial dalam proses pengaturan dan pengawasan yang dijalankan di bawah Kementerian Perdagangan. 

Pembentukan Bursa Aset Kripto ini merupakan urgensi yang mendesak mengingat Bursa memiliki fungsi sebagai wadah untuk mengawasi berjalannya perdagangan aset kripto di Indonesia yang semula ditargetkan akan diresmikan akhir 2021.

Saat ini, telah terdapat calon Bursa Aset Kripto yang mendaftarkan diri kepada Bappebti dan telah memenuhi persyaratan substantif sesuai dengan Perba 8/2021, yakni PT Digital Futures Exchange (DFX). 

Direktur DFX Oham Dunggio, mengatakan dari segi kesiapan, untuk persyaratan substantif dan teknis pelaporan sudah siap 100 persen untuk beroperasi. 

“Selanjutnya DFX menunggu izin dari Bappebti untuk diberikan kesempatan dalam mendukung penuh industri aset kripto di Indonesia yang sedang berkembang,” pungkas Oham.


Ahli Sebut Harga Bitcoin Dapat Sentuh Rp 332,9 Juta pada Akhir 2022

Ilustrasi bitcoin (Foto: Visual Stories/Unsplash)

Sebelumnya, portal web perbandingan produk, finder.com, kembali mengeluarkan laporan terbaru mengenai prediksi harga Bitcoin. Kali ini, Finder mengajak 55 ahli untuk membahas mengenai masa depan kripto terbesar di dunia.

Seluruh ahli berpendapat nilai bitcoin akan meningkat lebih dari 10 persen pada akhir tahun, dan pada 2025, para ahli memperkirakan bitcoin akan naik menjadi sekitar USD 79.000 atau sekitar Rp 1,2 miliar.

Meskipun Bitcoin telah mengalami penurunan 70 persen dari level tertinggi sepanjang masa. Sekitar 56 persen panelis Finder berpikir BTC saat ini terlalu murah dan sebagian besar memperkirakan BTC akan naik ke USD 21.344 (Rp 332,9 juta) pada Desember 2022.

Salah satu ahli dari Coinsmart Financial, Justin Hartzman mengatakan kepada peneliti finder.com harga Bitcoin saat ini tengah menderita karena kondisi makro eksternal. Hartzman mengasumsikan BTC akan mengakhiri tahun di level USD 17.000 per unit tetapi mencatat pada 2025, Bitcoin bisa mencapai USD 75.000. 

 

 


Selanjutnya

Bitcoin adalah salah satu dari implementasi pertama dari yang disebut cryptocurrency atau mata uang kripto.

“Prediksi harga 2025 saya akan tergantung pada halving. Jika kondisi makro membaik dan lingkungan regulasi membaik, maka harga BTC seharusnya bisa naik,” ujar Hartzman, dilansir dari Bitcoin.com, Rabu (26/10/2022).

Pada saat penulisan, dominasi BTC di antara 13.234 aset kripto yang ada adalah 38,4 persen sedangkan dominasi ETH adalah 16,3 persen. 

Sebelum The Merge, dominasi Ethereum melonjak ke kisaran 20 persen tetapi metrik telah turun sejak jaringan beralih dari proof-of-work (PoW) ke proof-of-stake (PoS).

Meskipun dominasi ethereum menyusut, 54 persen panel Finder berpikir ether pada akhirnya akan menyalip kapitalisasi pasar BTC. 29 persen ahli berpikir ETH dapat membalik BTC pada 2024. 

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya