Liputan6.com, Samarinda - Pengadilan Tinggi Kaltim telah memanggil para pelapor Ketua Pengadilan Negeri Samarinda sebagai oknum untuk dimintai keterangan, Rabu (26/10/2022). Humas Pengadilan Tinggi Kaltim, Supeno enggan membeberkan hasil pemeriksaan tersebut. Namun, ia mengakui bahwa ada pemeriksaan.
"Benar memang hari ini ada pemeriksaan, klarifikasi ya dari para pelapor," ungkap Supeno saat ditemui awak media, Rabu (26/10/2022).
Kedua pelapor yang diperiksa yakni Hanry sulistio juga sebagai kuasa Lisia dan Abdul Rahim sekaligus kuasa Faizal Smri Darmawan Keduanya diperiksa di PT Kaltim sekitar pukul 10.00 Wita.
Baca Juga
Advertisement
Supeno mengatakan setelah memeriksa para pelapor, selanjutnya pihaknya akan memanggil terlapor yakni Ketua PN Samarinda, Darius Naftali untuk dimintai keterangan.
Tim pemeriksa terdiri dari tiga orang dipimpin oleh wakil PT Kaltim. Hasil pemeriksan itu akan disampaikan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung setelah telaah apakah pihak yang dilaporkan melakukan tindakan penyimpangan dalam tugas atau tidak.
"Isi pemeriksaan para pelapor saya tidak sampaikan karena sifatnya rahasia," kata dia.
Dikonfirmasi terpisah usai diperiksa, Hanry mengatakan dirnya bersama Abdul Rahim mengaku telah diperiksa sebagai pelapor dan sekaligus mewakili sebagai kuasa pelapor lainya yakni Lisia dan Faizal. Kemudian Hanry mengatakan apa yang mereka laporkan adalah tentang dusta Darius Naftali ketika menolak melegalisasi alat bukti untuk digunakan dipersidangan.
"Kami bertanya mengapa Darius Naftali menolak melegalisasi surat kami untuk dijadikan alat bukti, namun dia menjawab dengan berpedoman pada peraturan pemerintah tentang tarif dan biaya, ini kan nggak relevan," ujar Hanry.
Kemudian Hanry juga mengatakan perkara gugatan kepada oknum hakim bukan sekedar gugatan yang tidak berdasar. Menurut Hanry oknum hakim yang mereka gugat telah melakukan pemalsuan objek sengketa, mengarang perstiwa hukum dan merampok asas perdata penggugat.
"Kami menggugat dengan kaca mata hakekat hukum, jika ada norma-norma hukum yang dilanggar walaupun dalam persidangan maka itu bukan teknis yuridis tetapi perbuatan pribadi dan adalah kesesatan berpikir jika pemalsuan dikategorikan sebagai teknis yuridis, tidak ada sejarahnya itu," kata dia.
Ketika awak media bertanya apakah hakim bisa digugat, Hanry mengatakan dirinya tidak pernah menggugat hakim atau pengadilan karena telah diatur dalam SEMA No. 9 tahun 1976. Namun dirinya menggugat oknum hakim dalam ranah pribadi yang berlaku sama dengan warga negara yang lain tidak terkecuali siapapun mereka sesuai bunyi hukum publik dan privat "barang siapa" dan "setiap orang".
"Oknum hakim yang digugat, bukan hakim dan jika belum pernah terjadi maka temukan hukum itu sebagai yurisprudensi bahwa oknum hakim kedudukannya adalah sama dengan warga negara lain dan bisa dipidana jika pribadinya melanggar norma hukum dan dapat digugat perdata jika menimbukan kerugian," Hanry menjelaskan.
Simak juga video pilihan berikut:
Gugatan Warga Samarinda
Humas PN Samarinda Rakhmad Dwinanto menyebut gugatan tersebut adalah hak setiap warga negara untuk. Pengadilan Negeri tidak boleh menolak dengan alasan tidak ada dasar hukumnya.
“Namun kepada siapapun yang mengajukan gugatan itu, diharap mengikuti prosedur hukum acara yang berlaku,” kata Rakhmad.
Dia mengingatkan, penggugat tidak bisa memaksakan kehendak yang harus selalu dipenuhi oleh majelis hakim. Karena majelis hakim dalam menyidangkan harus sesuai dengan ketentuan hukum acara.
Sebelumnya diberitakan, empat warga Samarinda yakni Hanry Sulistio, Lisia, Abdul Rahim dan Faisal Amri Darmawan melaporkan kinerja Ketua Pengadilan Negeri (PN) Samarinda Sebagai Oknum ke Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim.
Melalui surat aduan tertanggal, Selasa 4 Oktober 2022, empat warga tersebut menuding Ketua PN Samarinda Darius Naftali adalah oknum pengadilan sebab telah menyelewengkan Tugas, Fungsi dan jabatannya sebagai ketua PN Samarinda.
“Kami memiliki bukti bahwa terlapor telah melakukan serangkaian praktek mafia hukum, perbuatannya menunggangi jabatan guna merekayasa peraturan dan perundang – undangan dengan tujuan menghambat hak hukum dan konstitusional kami,” ungkap Hanry Sulistio kepada awak media di Samarinda, Kamis (6/10/2022).
Hanry menerangkan, karena perbuatan tersebut pihaknya menilai pribadi Ketua PN Samarinda telah melanggar hukum. Di antaranya, menolak melegalisasi surat yang dimaksud untuk dijadikan alat bukti dalam persidangan dengan alasan hukum tidak relevan atau karangan
Kemudian, kata Hanry, Ketua PN Samarinda disebut membekingi hakim-hakim untuk melanggar Pasal 17 Ayat 5 UU Nomor 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang dibuatnya secara tertulis dalam 5 perkara yang bergulir di PN Samarinda.
Yakni Perkara Nomor 118/Pdt.G/2022/PN Smr, Perkara Nomor 35/Pdt.G/2022/PN Smr, Perkara Nomor 49/Pdt.G/2022/PN Smr, perkara nomor 119/Pdt.G/2022/PN Smr dan perkara 150/Pdt.G/2022/PN Smr.
“Terlapor juga telah mengakomodir perbuatan oknum hakim dalam praktik mafia hukum berupa perbauatan memalsukan pokok objek sengketa juga mengabaikan Pasal 1872 KUHPerdata,” terang dia.
Advertisement