Dibuka Loyo di 15.564 per Dolar AS, Rupiah Berpotensi Menguat Hari Ini

Kurs rupiah pagi ini melemah tipis 1 poin atau 0,01 persen ke posisi 15.564 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.563 per dolar AS.

oleh Arief Rahman H diperbarui 27 Okt 2022, 10:57 WIB
Kurs rupiah yang sejak Rabu lalu menguat drastis, tak bisa menjadi alasan buatmu untuk tetap tenang. Kurs rupiah pagi ini melemah tipis 1 poin atau 0,01 persen ke posisi 15.564 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.563 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpotensi menguat pada Kamis,  di tengah isu perlambatan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed).

Kurs rupiah pagi ini melemah tipis 1 poin atau 0,01 persen ke posisi 15.564 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.563 per dolar AS.

Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan saat ini sedang berkembang ekspektasi bahwa bank sentral AS The Federal Reserve akan memperlambat kenaikan suku bunga acuannya mulai Desember mendatang.

"Ekspektasi ini mendorong pasar melepas aset dolar dan masuk lagi ke aset berisiko termasuk rupiah dan bisa mendorong penguatan nilai tukar rupiah lagi hari ini terhadap dolar AS," ujar Ariston dikutip dari Antara, Kamis (

Kendati demikian, lanjut Ariston, di sisi lain pasar masih mewaspadai kenaikan suku bunga dan inflasi tinggi yang bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi.

"Kekhawatiran ini mendorong kenaikan harga aset berisiko menjadi tertahan," kata Ariston.

Data ekonomi yang melemah memperkuat pandangan bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memperlambat laju siklus kenaikan suku bunganya.

 

Pedagang dan ekonom memperkirakan kenaikan suku bunga 75 basis poin (bps) keempat kalinya berturut-turut pada pekan depan, tetapi ada spekulasi yang berkembang bahwa bank sentral akan memperlambat kenaikan suku bunga menjadi 50 bps pada Desember.

 

 


The Fed

Karyawan menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pandangan bahwa The Fed dapat mulai berubah arah pada Desember diperkuat oleh data pada Selasa (25/10) yang menunjukkan harga rumah AS merosot pada Agustus karena lonjakan suku bunga KPR melemahkan permintaan.

Data penjualan rumah keluarga tunggal baru AS juga turun pada September dan data untuk bulan sebelumnya direvisi lebih rendah, mendukung pandangan bahwa kenaikan suku bunga The Fed sudah bekerja terhadap ekonomi terbesar di dunia itu.

Ariston memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak ke arah 15.500 per dolar AS dengan potensi resisten 15.600 per dolar AS.

Pada Rabu (26/10) lalu, rupiah ditutup menguat 60 poin atau 0,38 persen ke posisi 15.563 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.623 per dolar AS.


Dampak Pelemahan Rupiah Ancam Pekerja, Upah Minimum Harus Naik

Teller tengah menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Junat (23/11). Nilai tukar dolar AS terpantau terus melemah terhadap rupiah hingga ke level Rp 14.504. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Ronny P Sasmita, mengatakan dampak jangka panjang pelemahan rupiah akan merubah konstruksi perhitungan biaya hidup pekerja. Alhasil upah minimum harus disesuaikan.

Dia menjelaskan, pelemahan rupiah memang sudah diprediksi oleh banyak pihak,  mengingat besarnya capital outflow sejak beberapa bulan terakhir akibat perpaduan efek "strong dollar,"  ketidakpastian global akibat melandainya pertumbuhan ekonomi di negara-negara besar,  dan tendensi "hawkish" kebijakan suku bunga The Fed.

“Imbasnya kepada ekonomi riil di dalam negeri tentu pada harga-harga barang yang berbasiskan bahan baku impor,  mulai dari makanan yang bahan baku gandum dan kedelai misalnya,  sampai pada barang-barang elektronik,” kata Ronny kepada Liputan6.com, Kamis (27/10/2022).

Selain itu, kata dia, bukan hanya karena harga bahan bakunya semakin mahal dalam parameter rupiah,  tapi juga biaya transportasi impornya juga ikut naik mengingat biaya transportasi dari luar ke dalam dikalkulasi memakai dolar.

“Jadi, dampak jangka pendeknya akan terasa pada harga-harga barang yang memiliki keterkaitan dengan bahan baku atau bahan pelengkap yang diimpor,” ujarnya.

Sedangkan dampak jangka menengah,  pelemahan rupiah juga sangat berpengaruh pada harga BBM dalam negeri, mengingat eksposure impor pada BBM kita yang cukup besar.

Meskipun harga minyak dunia cenderung stagnan dalam beberapa bulan ini, kini kendalanya datang dari pelemahan rupiah yang juga berpengaruh besar terhadap harga BBM.


Tembus 15.600 per Dolar AS

Teller tengah menghitung mata uang dolar AS di penukaran uang di Jakarta, Rabu (10/7/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan di perdagangan pasar spot hari ini di angka Rp 14.125. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Risikonya,  jika rupiah bertahan lama pada level harga hari ini yang hampir tembus 15.600 per dolar, maka porsi subsidi BBM akan membesar dan ruang fiskal pemerintah semakin tertekan, yang akhirnya akan memunculkan opsi baru bagi pemerintah untuk menyesuaikan kembali harga BBM

“Dalam jangka panjang,  kenaikan harga-harga (inflasi)  dan kenaikan harga BBM,  akan merubah konstruksi perhitungan biaya hidup pekerja.  Mau tak mau,  UMR harus disesuaikan,” ujarnya.

Risiko lanjutanya,  biaya produksi semua barang di dalam negeri akan ikut naik,  yang akan berimbas pada harga semua barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri,  alias tidak hanya pada barang yang berbahan baku impor. 

“Dan mau tak mau,  kondisi ini akan memberikan tekanan pada pertumbuhan ekonomi kita di tahun mendatang,  baik dari permintaan maupun penawaran. Kondisinya tentu akan semakin suram jika rupiah tembus Rp. 16.000 per dollar,” pungkasnya.  

Infografis Rupiah dan Bursa Saham Bergulat Melawan Corona (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya