Liputan6.com, Jakarta - Penasihat Hukum Lombok TV, Gede Aditya Pratama, mendesak pemerintah untuk menunda migrasi siaran TV analog ke siaran TV digital.
Bukan tanpa alasan, Gede meminta pemerintah memperbaiki payung hukum sebelum melakukan Analog Switch Off (ASO) atau penghentian siaran TV analog.
Advertisement
"Tunda Analog Switch Off (ASO) sampai dengan ada revisi terhadap Undang-Undang Penyiaran atau Undang-Undang Cipta Kerja yang mengatur masalah multiplexing," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (27/10/2022).
Gede Aditya Pratama menerangkan, mekanisme bersiaran secara digital diatur pada Pasal 81 ayat (1) dan Pasal 81 ayat (2). Kedua Pasal tersebut termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021.
"Cara pertama, LPP, LPS, dan/atau LPK menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing. Cara kedua, LPP TVRI atau Lembaga penyiaran swasta penyelenggara multiplexing menyediakan program siaran melalui slot multiplexingnya sendiri," ujar dia.
Belakangan, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Putusan Nomor 40 P/HUM/2022 yang pada intinya membatalkan aturan sewa slot multipleksing sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1) PP 46/2021.
Salah satu pertimbangan hukum Mahkamah Agung menyatakan bahwa dalam UU Penyiaran maupun Undang-Undang Cipta Kerja sama sekali tidak ada dasar/kewajiban bagi LPS untuk bersiaran dengan cara menyewa slot multiplexing pada penyelenggara multiplexing untuk dapat menyelenggarakan atau menyediakan layanan program siaran.
"Jadi ini kewajibannya tidak ada di Undang-Undang Cipta Kerja sama Undang-Undang Penyiaran. Oleh karena itu MA menyatakan bahwa Pasal 81 ayat (1) PP Nomor 46 Tahun 2021 itu justru bertentangan dengan Undang-Undang Penyiaran dan Undang-Undang Cipta Kerja sehingga menyatakan bahwa Pasal 81 ayat (1) sekarang sudah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar dia.
Gede meminta Pemerintah tidak mengabaikan putusan Mahkamah Agung. Kalaupun, alasan menunggu salinan lengkap putusan untuk menanggapi lebih lanjut sebagaimana disampaikan oleh Kemenkominfo pada Agustus lalu.
Berpotensi Rugikan Banyak Pihak
Gede menyatakan, salinan lengkap putusan sudah bisa diakses publik pada situs Mahkamah Agung sejak 21 Oktober 2022.
"Tanyakan bagaimana sikap pemerintah, Mahkamah Agung sudah jelas membatalkan ketentuan yang ada di PP 46 Tahun 2021 terkait bersiaran dengan cara menyewa slot multipleksing. Akibatnya apa? orang-orang sudah tidak bisa bersiaran kalau dia bukan penyelenggara multiplexing," ujar dia.
Gede mengatakan, pemerintah semestinya memperbaiki regulasi atau payung hukum terkait multiplexing sebelum melaksanakan Analog Switch Off (ASO) atau penghentian siaran TV analog yang dijadwalkan pada 2 November 2022.
Menurut dia, jika tetap dipaksakan maka dipastikan kebijakan itu berpotensi merugikan banyak pihak. Sebab, TV yang bukan penyelenggara Multiplexing tidak bisa bersiaran.
"Putusan MA langsung berlaku otomatis. Jadi artinya dasar untuk siaran dengan cara menyewa slot multiplexing sudah tidak bisa sekarang. Bisa dibilang ASO akan cacat hukum karena tidak ada dasar penyiarannya," ujar dia.
Advertisement