Liputan6.com, Jakarta - Kasus gangguan ginjal akut misterius atau acute kidney injury (AKI) merenggut 157 nyawa hingga 26 Oktober 2022.
Kasus ini tengah ditelusuri penyebabnya, tapi dugaan kuat mengarah pada obat sirup yang mengandung cemaran senyawa kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Advertisement
Sejauh ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih meneliti obat sirup mana saja yang aman dan mana yang tidak aman dari cemaran tersebut. Hingga hari ini, Kamis 27 Oktober 2022, ada 198 obat yang dinyatakan aman dan tidak mengandung bahan pembantu pelarut obat.
Namun, regulator keamanan obat dan makanan ini mencurigai adanya industri farmasi yang menambahkan bahan baku dengan cemaran melampaui ambang batas.
Kepala Badan POM Penny Lukito menyampaikan bahwa ada 2 industri farmasi yang sedang dalam proses penindakan secara hukum. Proses penindakan secara hukum dilakukan lantaran BPOM menduga adanya tindak kejahatan di balik pembuatan obat yang salah.
“Aspek kejahatan obat dan makanan kami memang menganggapnya sebagai kejahatan kemanusiaan. Apalagi kalau ini dikaitkan dengan bukti pelanggaran dari persyaratan pembuatan obat sehingga ada kandungan toksik yang berkaitan dengan kematian,” ujar Penny dalam konferensi pers di kantor BPOM, JJakarta, Kamis (27/10/2022).
Hal ini ditelusuri setelah BPOM menemukan obat yang mengandung cemaran di atas ambang batas yang sudah ditentukan.
“Ada produk obat yang mempunyai konsentrasi di atas ambang batas persyaratan, itu sudah kami temukan.”
5 Produk Tak Memenuhi Syarat
Penny mengatakan, ada lima produk yang tidak memenuhi persyaratan dan ada tiga produk yang sangat tinggi kandungan cemarannya. Sehingga, ada 2 industri yang ditindaklanjuti dengan upaya tindakan hukum.
“Kami bekerja sama membentuk tim gabungan dengan kepolisian Republik Indonesia dan sedang ditindaklanjuti. Dan tentunya ini akan kami laporkan apabila sudah ada kejelasan terkait perkara tersebut.”
Sejauh ini, sanksi administrasi yang sudah dilakukan terkait temuan 5 produk obat tersebut adalah penghentian distribusi, penarikan, dan pemusnahan.
“Dan ini dilakukan oleh industri di bawah pengawasan kami Badan POM.”
Sanksi lainnya, kata Penny, tengah didalami. Jika ada hal-hal yang menyalahi cara pembuatan obat yang baik (CPOB) maka izin edarnya bisa ditarik kembali.
Advertisement
Jika Ada Indikasi Kesengajaan
Jika terbukti ada indikasi kesengajaan, misalnya sengaja menggunakan bahan baku yang mengandung cemaran tinggi maka akan ditindak oleh kepolisian.
“Kalau ada indikasi kesengajaan, ternyata konsentrasinya tinggi sekali maka kita tidak lagi berpikir bahwa ini adalah cemaran, tapi mereka betul-betul menggunakannya sebagai bahan baku.”
“Itulah yang kami telusuri dan masuk dalam ranah deputi penindakan untuk ditelusuri dan kami sudah berkoordinasi dengan bareskrim kepolisian dan mendapat respons baik. Kami sudah membuat tim gabungan dan sekarang sudah dalam proses.”
BPOM juga terus melakukan penelitian untuk mengetahui obat mana saja yang diduga berkontribusi pada AKI dan mana yang tidak. Sebelumnya, BPOM telah memberi dua lampiran masukkan kepada Kementerian Kesehatan terkait 133 jenis obat ditambah 23 obat lainnya yang tak mengandung bahan pembantu pelarut.
Bahan pembantu pelarut ini termasuk propilen glikol, polietilen glikol, gliserin, dan sorbitol. Dari lampiran BPOM ini Kemenkes dapat meluncurkan surat edaran (SE) terkait obat sirup yang aman.
“Ini (penelitian) bergerak terus dan sekarang ada tambahan (56) jadi 189 jenis obat, termasuk yang 133 itu. Jadi ini obat yang dibuat tanpa pelarut. Saya kira pemerintah dengan hati-hati hanya memperbolehkan produk obat sirup yang tanpa pelarut,” ujar Penny dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/10/2022).
198 Obat Aman dari Etilen Glikol
Sebanyak 198 obat ini aman dari etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) karena tidak mengandung 4 bahan pembantu pelarut yang sudah disebutkan di atas.
“Ini tentunya akan menjadi masukan pada Kementerian Kesehatan dan nanti Kementerian Kesehatan yang akan mengumumkan kembali bahwa ini masukan dari BPOM. Tugas BPOM adalah memberi keadilan pada semua perusahaan.”
Penambahan soal jenis obat ini akan terus bergerak dan akan ada laporan susulan di kemudian hari.
Sebelumnya, Kemenkes menyampaikan ada 102 obat yang dicurigai menjadi pemicu gangguan ginjal akut. Dari 102 obat ini, ada 69 obat yang mengandung bahan pembantu pelarut.
“Tapi ini masih diuji, walaupun mengandung pelarut belum tentu dia mengandung cemaran EG DEG. Nah kalaupun mereka mengandung EG dan DEG, ada batasan di mana kalau masih di bawah batas tersebut maka obat masih aman.”
Jadi, lanjut Penny, berdasarkan temuan ahli dan mengacu pada standar-standar yang ada maka obat dengan cemaran di bawah ambang batas masih dikategorikan aman.
“Tentunya proses pengujian ini terus kami lakukan. Saat ini, dari 69 obat tersebut sudah ada 23 yang menggunakan pelarut tapi dinyatakan aman karena masih dalam ambang batas yang ditoleransi tubuh kita.”
Ia menambahkan, pihaknya tak akan menyebutkan nama-nama obat tersebut sementara pengujian terus dilakukan.
Advertisement